Awal tahun 2021 ini, para perajin tempe dan tahu melakukan mogok produksi. Pasalnya, kenaikan harga kedelai menimbulkan kelangkaan tempe dan tahu. Sebab, kedelai di Indonesia dipasok dari Amerika Serikat (AS).
Sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2020 saja, menurut data BPS, Indonesia sudah mengimpor kedelai sebanyak 2,11 ton dengan total transaksi sebesar USS 842 juta atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000). Selama Januari-Oktober 2020, impor kedelai dari AS ke Indonesia jumlahnya mencapai 1,92 juta ton dengan nilai transaksi USS 762 juta atau sekitar Rp 10,6 Triliun.
Di sisi lain, kenaikan harga kedelai disebabkan tingginya permintaan kedelai dari China. Negeri bambu mengambil jatah impor terbanyak dari AS selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yatu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS. (3/1/2021)
Alasan kenaikan harga disebabkan karena perkembangan pasar global (impor). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mandiri kedelai, padahal lahan tanamnya cukup menjanjikan.
Teringat tahun 1992 lalu, Indoensia pernah menjadi swasembada kedelai, yang mana saat itu produksi kedelai mencapai 1,8 juta ton per tahun. Namun sayang, pada tahun-tahun setelahnya, impor kembali terjadi.
Kenaikan harga tempe dan tahu di awal tahun ini, hendaknya dapat menjadi bahan evaluasi bagi lembaga terkait untuk mencari solusi yang cepat dan tepat, agar kenaikan harga tidak tidak kembali terjadi dan berulang dari tahun ke tahun.
Menelisik kestabilan harga pada sistem ekonomi Islam, pemerintah mencukupkan stok dan menstabilkan pendistribusian barang. Semua aktivitas jual beli dilakukan sesuai syariat Islam, guna mendapat ridha Allah swt, sehingga tidak ada kejadian barang langka atau pun harga harga meroket.
Ulfah Sari Sakti,
Kendari Sulawesi Tenggara
Views: 0
Comment here