Opini

Harga Telur Melambung, Tata Kelola Pangan Amburadul

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Siti Komariah (Pemerhati Masalah Umat)

wacana-edukasi.com– Harga telur ayam di sejumlah wilayah mengalami kenaikan lebih dari Rp 30.000 per kilogram (kg). Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) Alvino Antonio menyebutkan jika kenaikan harga telur ayam saat ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Alvino memberi keterangan bahwa kenaikan harga telur ayam telah terjadi sejak dua pekan yang lalu (kompas.com, 26/08/2022).

Kenaikan harga telur ini jelas menambah beban masyarakat, apalagi para pelaku UMKM yang mengunakan telur sebagai bahan baku utamanya, seperti pembuatan roti. Hal ini jelas membuat mereka dilema, sebab jika mereka menaikan harga roti, maka bukan tidak mungkin pendapatan akan menurun, karena banyak konsumen yang tidak membeli roti tersebut, sedangkan jika tidak menaikkan harga produksi, maka bukan tidak mungkin lambat laun akan gulung tikar.

Seyogianya, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menyebutkan kenaikan harga telur saat ini karena sedang mencari keseimbangan atau ekuilibrium sebagai akibat kenaikan pada beberapa variabel biaya. “Contohnya pakan karena beberapa ada yang masih impor sehingga ketika terjadi gejolak mata uang harga ikut naik”.

Arief juga menuturkan tak hanya itu banyak variabel yang membuat harga telur mengalami kenaikan, salah satunya yang juga memberi kontribusi besar, antara lain biaya transportasi apalagi telur bukan komoditi yang tahan lama. Arief mengatakan yang pasti harga telur tidak mungkin untuk kembali ke harga Rp19.000 hingga Rp20.000 per kilogram karena bakal mematikan peternak (tempo.co, 28/08/2022).

Namun, benarkah jika kenaikan harga ini membuat untung para peternak lokal? jika dilihat hal ini tidaklah seindah impian peternak lokal. Kenaikan harga telur ini sejatinya justru membuat mereka harus mengurangi jumlah ayam di kandang karena untuk mengurangi biaya produksi yang kian membengkak, mulai dari mahalnya harga pakan hingga Day Old Chicks (DOC).

Patut disadari bahwa harga pakan memiliki pengaruh sekitar 70% pada biaya produksi peternakan ayam, dari tumbuhnya ayam secara keseluruhan. Kontribusi pakan ini cukup besar pengaruhnya pada hasil produksi baik broiler maupun layer. Sementara komponen terbesar pakan yakni jagung, tidak bisa didapat oleh para petani dengan harga murah. Padahal produksi jagung nasional terus mengalami perkembangan cukup baik sehingga Indonesia diprediksi mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan tersebut secara mandiri.

Hal itu disampaikan peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto. Bahkan, ia mengatakan bahwa perkembangan suplai jagung nasional bisa menekan jumlah impor jagung yang selama ini kerap ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri restoran dan bahan pakan ternak (kompas.com, 01/08/2022).

Namun apalah daya, negeri agraris ini seakan tak berkutik dengan serbuan impor yang masuk ke negeri ini. Hal ini akibat diadopsinya sistem kapitalis liberal perdagangan sebagai konsekuensi bergabungnya Indonesia dalam WTO menjadikan Indonesia terikat untuk mengimplementasikan Agreement on Agriculture. Dimana, dia harus mengurangi subsidi ekspor dan subsidi dalam negeri, akan tetapi membuka pasar bebas. Sehingga, terjangan impor pakan, mulai jagung, kedelai dan lainnya secara bebas tak terhindarkan.

Selain itu, para peternak lokal atau peternak kecil pun kalah dengan banyaknya pemodal besar yang membuka peternakan ayam mendadak. Kenaikan harga telur yang memberikan keuntungan besar bagi peternak lokal hanyalah sebuah paradoks. Keuntungan sebenarnya hanya dirasakan oleh para pemilik modal atau para kapital, sebab mereka menguasai rantai peternakan dari mulai hulu hingga ke hilir. Dimana, mereka menyediakan segala keperluan peternakan, mulai dari bibit ayam, produksi pakan ayam hingga mendirikan peternakan-peternakan besar. Bahkan, sebagian dari mereka memproduksi hasil peternakan sendiri. Hal ini jelas membuat para peternak kecil kalah dan sebagian dari mereka harus rela gulung tikar.

Ya inilah sengkartunya tata kelola peternakan dalam sistem kapitalisme, siapa yang memiliki modal maka merekalah yang berkuasa dan bertahan, sebab negara yang harusnya mengendalikan ini semua justru terdiam melihat penderitaan rakyatnya. Para pemangku kebijakan bukan dengan cepat mencari solusi terhadap kenaikan harga telur, dan sengkarutnya tata kelola peternakan, mereka justru saling tuding menuding. Hal ini semakin mengindikasi jika pemerintah seakan tidak serius mengurus urusan rakyat.

Berbeda jika Islam ditegakkan, Islam dengan paradigma yang lurus dan shohih telah terbukti memberikan kemaslahatan bagi rakyatnya kurang lebih 13 abad silam. Dalam Islam negara memiliki kewajiban penuh untuk mengurus urusan rakyatnya, mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap wali keluarga, hingga pengaturan kehidupan rakyat lainnya yang membuat mereka merasakan kesejahteraan hidup, mulai dari pemenuhan pendidikan, kesehatan, keamanan, hingga sarana prasarana penunjang kebutuhan tersebut, seperti pengurusan dalam bidang peternakan, pertanian dan lainnya.

Mengenai stabilitas harga pangan negara wajib menjaganya agar harga tetap dapat dijangkau oleh rakyatnya dan tidak membebani mereka, apalagi bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok dasar rakyat, seperti halnya telur yang juga merupakan salah satu asupan protein yang baik bagi tubuh dan dia juga merupakan salah satu bahan dasar bagi berbagai produksi, seperti pembuatan roti. Sehingga ada beberapa mekanisme yang dilakukan oleh penguasa Islam untuk menjaga stabilitas harga.

Pertama, negara harus hadir sepenuhnya dalam pengaturan pangan sebab hal ini merupakan kebutuhan pokok dasar rakyat. Mulai dari produksi, distribusi, hingga impor, semua dikelola negara. Negara juga harus menjaga keseimbangan suplai dan demand (penawaran dan permintaan) hal ini agar tidak harga tetap dapat dijangkau oleh rakyat. Misalkan, ketika jagung sebagai pakan utama ternak kurang, negara harus menjaganya dengan produksi massif agar lepas dari ketergantungan impor. Produksi massif tersebut dilakukan oleh negara dengan cara memfasilitasi sarana dan prasarana penunjang pakan tersebut, seperti permodalan, bibit yang unggul, pemupukan dan sarana lainnya agar produksi dalam negeri melimpah.

Kedua, rantai usaha pertanian pangan ini boleh dilakukan individu/swasta, tetapi negara harus memastikan mekanisme pasar berjalan dengan sehat dan baik. Negara tidak boleh berlepas tangan tanpa mengawasi mekanisme pasar, apalagi jika mekanisme pasar tersebut diserahkan kepada swasta, maka hal tersebut salah besar.

Negara melakukan penegakan hukum ekonomi Islam dan melarang atau menghilangkan semua distorsi pasar, seperti penimbunan, permainan harga oleh pedagang besar untuk merusak pasar. Selain itu, pelaksanaan fungsi kadi hisbah yang secara aktif dan efektif memonitor transaksi di pasar juga akan dijalankan oleh negara. Dengan pengawasan ini maka jika terjadi penimbunan atau pemusnahan ayam agar harga jual tinggi bisa cepat ditindak segera. Sehingga distribusi pasar dan pangan akan terjaga dengan baik, dan jika ada penaikan maka sesuai kewajaran. Wallahu A’alam Bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here