Opini

Hari Guru, Merdeka Belajar, dan Kerusakan Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Neng Rohimah

wacana-edukasi.com, OPINI– Hari Guru selalu diperingati, guru sebagai pahlawan tanpa jasa, di tangan mereka masa depan generasi dipertaruhkan. Gambaran fakta generasi hasil kurikulum pendidikannya tidak lepas dari kebijakan pembuat kebijakan, tidak mampu merubah ataupun menolak meski bertolakbelakang dengan yang semestinya. Sungguh dilema bukan?

Peringatan Hari Guru Nasional diadakan oleh masyarakat Indonesia setiap tanggal 25 November. Lantas, tanggal berapakah Hari Guru Nasional 2023? Apakah hari besar bulan November ini merupakan tanggal merah? Hari Guru Nasional atau HGN dianggap mempunyai kaitan erat dengan perjuangan guru-guru di Indonesia pada masa lalu.

Sejarah awal HGN dimulai pada 1851, sebagaimana dikutip dari Disnakermobduk Aceh, kala itu dibentuk Sekolah Guru Negeri di Surakarta. Para pembelajar di sana pun diberikan pelajaran untuk bisa menjadi pendidik.

Setelah itu, kemunculan organisasi Guru terjadi pada 1943 (masa pendudukan Jepang). Organisasi tersebut menjalankan pelatihan-pelatihan di Jakarta dengan dibimbing langsung pihak Nippon. Lanjut ke masa pascakemerdekaan, para guru pun mengadakan Kongres Pendidik Bangsa di Sekolah Guru Puteri, Surakarta. Pertemuan para pendidik tersebut diadakan pada 24-25 November 1945. Berkat rapat ini, lahir organisasi bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Berdasarkan Surat Edaran Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan, termasuk bidang pendidikan, diperintahkan untuk melaksanakan Upacara Hari Guru pada Sabtu, 25-11-2023. Tema yang diusung tahun ini adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”.

Peringatan Hari Guru kali ini seolah ingin menegaskan bahwa pemerintah benar-benar serius menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Sebagaimana kita ketahui, kurikulum yang digagas oleh Mas Menteri ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan siap kerja dan dapat memenuhi kebutuhan industri.

Dalam peringatan ini harus dijumpai dengan kondisi generasi penerus bangsa yang sedang bermasalah seperti maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh generasi muda. Alasannya bermacam-macam, ada yang karena cinta, terlilit utang, hingga permasalahan keluarga. Masalah lain yang turut menerpa adalah perundungan, perkelahian, perzinaan, narkoba, hingga pembunuhan yang dilakukan pemuda.

Berbagai macam kerusakan generasi ini harusnya menjadi peringatan bagi penguasa. Mereka perlu berfikir keras untuk menemukan akar masalahnya. Namun, alih-alih menemukan penyebabnya, mereka justru fokus pada peringatan Hari Guru untuk memuluskan program Merdeka Belajar. Wajar jika banyak yang prihatin karena pemerintah tampak tidak serius mengatasi permasalahan generasi.

Masalah kerusakan generasi menunjukkan bahwa pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik. Setiap ganti menteri, kurikulum ikut berganti. Akan tetapi, bukannya generasi bertambah baik, yang ada justru mengalami keterpurukan. Sudah sepatutnya kita mengoreksi akar masalah sebenarnya.

Penerapan sistem kapitalisme dimana sekularisme menjadi asas dari setiap kebijakan yang ada tidak terkecuali pendidikan. Ini merupakan sebuah konsep yang menyatakan tidak ada campur tangan Sang Pencipta dalam kehidupan bernegara. Hasilnya, semua aturan dibuat oleh akal manusia yang penuh dengan kelemahan, dimana nafsu sebagai tuntunan. Akhirnya berakhir pada pemenuhan materi.

Manusia dengan akal merasa mampu melahirkan kurikulum, tapi manusia lupa akan kebenaran dan kebaikan kurikulum yang sudah diajarkan rosulullah melalui agamanya.

Oleh sebab itu, sesering apa pun negara tersebut mengganti kurikulum, selama pemimpinnya masih memakai kapitalisme dan sekularisme sebagai landasan dalam berbuat, generasi akan sulit untuk diperbaiki. Sudah sewajarnya kembali pada aturan Islam yang sudah dibawa Rosulullah saw.

Islam memandang generasi sebagai aset besar bagi bangsa dan negara. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang akan mengisi peradaban emas serta menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalam hal ini. Islam memiliki konsep khusus untuk mewujudkan generasi emas yang berkepribadian Islam.

Sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Adapun tujuan dari penerapannya adalah untuk memuliakan manusia agar memiliki pola pikir dan sikap Islam. Khalifah akan membuat kurikulum sesuai dengan pandangan Islam, bukan berorientasi materi belaka.

Contohnya, pada tingkat dasar, anak-anak akan ditanamkan tentang akidah Islam agar paham mana yang benar dan salah. Pada tingkat tinggi, baru diberikan soal pendidikan yang mengandung hadharah. Ini agar pemahaman generasi dari hadharah yang bertentangan dengan Islam, dapat terjaga.

Konsep pembelajaran sistem pendidikan Islam pun jauh berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah lebih untuk diamalkan. Apa pun yang dipelajari, nantinya untuk diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Hasilnya generasi akan selalu berpikir membuat karya untuk umat, bukan untuk kepuasan akal pribadi.

Begitu pula dengan para pendidiknya, penghargaan untuk mereka tidak sekadar dengan mengadakan Hari Guru. Negara juga tidak akan membiarkan gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’, melainkan akan memuliakan dan memberikan gaji yang senilai dengan kerjanya. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas).

Setiap Guru akan berupaya sebaik mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan menjalankan amanahnya dengan baik. Pada saat yang sama, Islam juga mengajarkan murid untuk menghormati guru mereka.

Walhasil Sistem Islam mampu memberikan solusi terhadap masalah pendidikan. Gambaran keberhasilannya terbukti tertulis dalam sejarah keemasannya dibawah naungan Sistem Khilafah. Wallahualam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here