Oleh : Sriyama (Relawan Media)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Pemerintah akan menetapkan secara permanen relaksasi harga eceran tertinggi atau HET beras premium dan medium mulai Juni 2024. Kenaikan HET ini disebut tidak berimbas terhadap konsumen.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyampaikan, kenaikan HET beras sebetulnya hanya formalitas sebab pada kenyataannya harga beras sudah lama bergerak di level Rp13.000 per kilogram hingga Rp15.500 per kilogram, baik untuk jenis premium maupun medium (Bisnis[dot]com, 24/5/2024).
Disisi lain, dengan naiknya harga beras di tingkat konsumen, tidaklah secara otomatis secara membawa keuntungan bagi para petani secara signifikan. Penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras yang digadang membantu petani. Nyatanya sejak harga beras melonjak. HPP tidak mengalami kenaikan, sehingga petani tidak banyak menikmati kenaikan harga beras yang sangat tajam sejak akhir tahun lalu. Apalagi kondisi ini kian diperburuk dengan mahal dan langkanya harga pupuk, yang membuat biaya produksi petani semakin mahal.
Faktanya dengan naiknya harga beras, kehidupan para petani tetap tidak sejahtera, meski mendapatkan keuntungan tapi keuntungan itu habis untuk membeli bahan kebutuhan pokok yang juga mengalami kenaikan yang melangit. Sementara itu, konsumen juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan beras, harganya pun tak terjangkau oleh masyarakat.
/ Sistem Ekonomi Kapitalisme Telah Gagal Menjamin Pemenuhan Kebutuhan Pangan /
Sebenarnya akar masalah kenaikan beras, bukan masalah harga. Namun rusaknya rantai distribusi beras yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari sektor hulu, misalnya larangan bagi para petani untuk
menjual beras langsung pada konsumen. Pada akhirnya para petani dengan berat hati untuk menjual gabah kepada para tengkulak dengan harga murah.
Sementara di lapangan banyak pengusaha yang bermodal besar siap memonopoli gabah dari para petani. Mereka membeli gabah dari petani dengan harga yang fantastik dari para tengkulak kecil.
Disisi lain, sektor hilir perusahaan besar menguasai pendistribusian. Setelah berhasil menguasai gabah dari petani, mereka menggiling dengan teknologi canggih, sehingga menghasilkan beras berkualitas premium tentunya harganya pun melangit.
Selain itu mereka menguasai pansa pasar beras bermerek dengan harga tinggi. Monopoli perusahaan beras dari hulu hingga hilir membuat perusahaan besar mampu mempermainkan harga beras dengan menahan pasokan beras ke pasar-pasar. Karenanya terjadi ada kelangkaan beras. Tentu ini merugikan para petani dan konsumen.
Meski hal ini telah disadari oleh publik maupun negara, namun sayangnya penimbunan tersebut tidak dapat dibasmi. Praktek monopoli para mafia pangan tidak dapat dipungkiri dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Karena sistem ini menganut kebebasan kepemilikan. Siapa saja yang memiliki modal besar, maka ia bisa memiliki apa saja, termasuk sumber daya alam yang nota bene adalah milik umum dan juga termasuk bahan pangan.
Denga demikian sistem ekonomi kapitalis terbukti gagal dalam menjamin memenuhi kebutuhan pangan bagi konsumen ataupun para petani. Hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem ekonomi Islam jika diterapkan secara kaffah.
/ Sistem Islam, Solusi Tuntas dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan /
Sistem ekonomi Islam terbukti berhasil menjamin pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakatnya. Keberhasilan ini terwujud karena prinsip ekonomi islam adalah negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan individu per individu. Tuntutan ini merupakan perintah hadist dari Rasulullah Saw. “Imam atau khalifah raa’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR.al-Bukhari)
Maka dengan naiknya harga beras seorang pemimpin akan menyelesaikan akar masalah tersebut. Jika akar masalah tersebut terletak pada proses produksi, misalnya para petani kekurangan bibit, pupuk, terkendala semprotan hama sehingga produksi menurun, maka seorang pemimpin akan mengatasinya.
Negara dalam Islam memberi subsidi secara gratis kepada para petani berupa bibit, pupuk, semprotan. Inilah bentuk pe-ri ‘ayah-an negara kepada para petani, sebagaimana hadist Rasulullah Saw. Negara juga akan memperbaiki dari segi intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian untuk mengoptimalkan produksi gabah. Jika produksi lancar, maka suplai beras untuk masyarakat akan tercukupi.
Jika akar masalahnya terletak pada distribusi karena permintaan mafia pangan seperti kondisi saat ini,maka negara akan memutus rantai tersebut.
Dalam Islam monopoli dagang, penimbunan dilarang dalam Islam karena akan merusak mekanisme pasar. Siapa yang berani melakukannya, maka negara akan memberikan sanksi tegas berupa ta’zir kepada mereka dan mereka wajib mengembalikan barang-barang tersebut ke pasar.
Selain itu dalam pendistribusian para petani boleh menjual harga beras langsung kepada para konsumen atau tengkulak, sehingga para konsumen mendapat harga terjangkau dari produsen. Selain itu dipastikan produksi dan distribusi tidak ada kendala, maka pemimpin dalam sistem Islam memastikan harga barang-barang di tengah masyarakat harus mengikuti mekanisme harga pasar.
Pemastian ini merupakan ketundukan kepada syariat Islam agar tidak ada intervensi harga, Rasulullah Saw bersabda, “Allah -lah Zat yang maha mencipta menggenggam, melapangkan rezeki dan memberi rezeki dan mematok harga,”( HR Ahmad dari Anas).
Namun Islam tidak melarang negara melakukan intervensi barang ke pasar. Kondisi ini bisa dilakukan manakala ada suatu wilayah tidak mampu memproduksi barang akibat terjadi bencana atau hal lain sehingga membuat produksi barang menurun. Kebijakan ini pernah dilakukan oleh seorang Amirul Mukminin yakni Umar ketika wilayah tersebut terkena wabah, yakni meminta suplai barang dari Irak.
Konsep-konsep sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh pemerintahan Islam akan mampu menjaga agar harga beras stabil dan rakyat mudah membelinya. Bukan hanya itu, distribusi beras berada dalam kendali negara bukan pengusaha. Walahu’alam bishowab[]
Views: 6
Comment here