Surat Pembaca

HET Beras Naik, Rakyat Tercekik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurlaini

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Selama ada kehidupan, maka selama itu pula makanan pokok dibutuhkan. Makanan pokok di negeri kita yang tak lain dan tak bukanlah beras ini, memiliki cerita yang tak ada habisnya. Setelah sebelumnya berita impor beras yang membuat petani mengusap dada, kemudian berlanjut dengan proyek sawah Cina. Saat ini yang masih hangat diperbincangkan adalah HET beras yang makin naik. Kenaikan di tengah sulitnya ekonomi ini tentu saja membuat rakyat serasa tercekik oleh kebutuhan. Lantas dengan kenaikan ini, apakah itu berarti hidup petani Indonesia makin membaik?

Sebelumnya, Bapanas memperpanjang HET relaksasi beras yang hingga 31 Mei 2024. Semula, kebijakan yang dimulai pada 10 Maret itu akan berakhir pada 24 April 2024. HET beras premium dan medium naik dari Rp1.000 per kg dari HET sebelumnya untuk setiap wilayah

“Hari ini kita akan melakukan perpanjangan sampai 31 Mei. Tetapi dengan catatan, kita juga akan harmonisasi sehingga Peraturan Badannya akan ditetapkan. Hampir pasti angkanya untuk beras premium HET ada di Rp14.900 (per kg),” kata Arief di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (24/4). (cnnindonesia.com, 20/05/2024)

Negara ini sedang tak baik-baik saja. Lesunya ekonomi, banyaknya PHK dan tingginya angka kemiskinan masih saja terus menghantui. Mirisnya di saat hal tersebut belum teratasi, kini makin ditambah dengan kenaikan HET Beras yang tak bias dihindari. Hal ini tentu saja membuat hidup rakyat makin sulit, seakan tercekik,apalagi beras adalah kebutuhan pokok. Sayangnya, Naiknya HET beras juga tidak membuat petani makin sejahtera. Kenapa demikian? Karena kenaikan tersebut tidak bersamaan dengan kenaikan harga gabah dari petani. Terlebih lagi saat ini distribusi beras dikuasai oleh para pengusaha. Miris sekali bukan?

Kekhalifahan Umar bin Khatab melakukan penerapan sistem ketahanan pangan. Beliau menerapkan inovasi soal irigasi untuk mengairi area perkebunan. Kawasan delta Sungai Eufrat dan Tigris serta daerah rawa dikelola dengan dikeringkan menjadi lahan pertanian. Selain itu, Beliau juga memberlakukan pengendalian suplai pangan. Hal ini terlihat ketika musim paceklik melanda Hijaz, beliau memerintahkan Gubernur Mesir Amr bin al-Ash, agar mengirimkan pasokan makanan melalui jalur laut.

Mahalnya harga pangan saat ini menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga persoalan. Namun, hari ini mustahil terwujud ketika negara hanya menjadi regulator. Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan akan bahan pangan dengan mudah. Sebagai contoh, dengan mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khatab.

Dalam sistem Islam, negara bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk beras. Negara memiliki Langkah-Langkah untuk menjaga agar harga beras stabil sehingga rakyat mudah membelinya dan menjadikan distribusi beras dalam kendali negara bukan perusahaan. Sudah sepatutnya negara melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu. Dan Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan di tengah umat. Maka, bukankah sudah seharusnya kita beralih menuju pada Sistem Islam?

Wallahu a’lam bi Showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here