Oleh: Ummu Rahmi
wacana-edukasi.com — Masyarakat dikejutkan dengan beredarnya video viral di media sosial adanya penjualan daging anjing di Pasar Jaya Senin Jakarta Pusat yang sudah beroperasi hampir lebih dari 6 tahun. Video ini direkam oleh Animal Defenders Indonesia (ADI) yang menemukan adanya aktifitas jual beli daging anjing. pihak dari Animal Defenders Indonesia (ADI) melayangkan isomasi kepada PD Pasar Jaya untuk menindaklanjuti oknum penjualan daging haram. Namun, sayang yang dilakukan PD Pasar Jaya hanya melakukan pemanggilan dan sanksi administrasi yang kurang tegas. sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi oknum tersebut.
Menurut Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad bahwa penjualan daging anjing yang terjadi di Pasar Jaya Senin Jakarta mulai meresahkan masyarakat. Menurutnya, jual beli hewan untuk dikonsumsi harus memenuhi unsur keselamatan, kehalalan dan kesehatan. rri.co.id. Jumat (10/9/2021).
Penjualan daging anjing ini melanggar hak konsumen atas kehalalan, keselamatan dan kesehatan. Apalagi masyarakat Indonesia yang mayoritasnya muslim kehalalan produk makanan merupakan syarat utama. Maka disinilah peran negara wajib memberikan sanksi kepada pelaku berupa penutupan dan penarikan produk tersebut dipasaran. Namun pada faktanya negara baru bertindak saat kasus sudah berebak dan merugikan masyarakat.
Undang undang Jaminan Halal dan lembaga perlindungan konsumen pun tidak bisa menjadi penjamin pangan halal di masyarakat, sebab UU tersebut dibalut sistem kapitalisme sekular yang hanya fokus pada keuntungan materi. Pemerintah kapitalis memberikan label atau sertifikat halal bukan didorong oleh keimanan kepada Allah Swt. Namun karena faktor ekonomi, materialistik dan banyak kecurangan dari sindikat pelaku usaha. Sehingga wajar negara tidak memantau kehalalan produk dengan teliti dan bukti negara gagal melindungi rakyat dari produk haram yang merugikan kesehatan.
Dalam sistem Islam, kehalalan produk yang beredar di pasar dijaga. Semua warga negara Islam mengkonsumsi makanan halal atau memproduksi makanan yang halal bukan didasari karena asas keuntungan yang diperoleh dari jaminan halalnya, tetapi karena mengonsumsi makanan halal adalah perintah Allah. Bagi umat Islam mengonsumsi produk halal adalah kewajiban. Sebagaimana firman-Nya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.“(QS Al-Baqarah: 168)
Syariat Islam mengajarkan kaum muslim agar memakan makanan halal dan menghindari makanan haram atau meragukan (syubhat). Aturan dasar mengenai makanan dalam Islam semakin jelas dalam risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa Rasullulah SAW menyembelih hewan dengan terlebih dahulu menyebut nama Allah SWT. Ini merupakan bentuk dari upaya memberikan jaminan halal terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Mengonsumsi makanan halal bagi umat Islam adalah perwujudan ketaatan kepada Allah Swt. Tujuan yang ingin diraih mendapatkan rida Allah Swt. karena itu, dalam khilafah kehalalan makanan dan minuman merupakan perkara penting bukan karena perhitungan bisnis apalagi keuntungan, tetapi karena ketaatan kepada Allah Swt.
Akidah Islam yang menjadi dasar khilafah menjadikan semua urusan harus diatur dengan syariat Islam termasuk makanan. Khilafah memberikan edukasi agar masyarakat minum dan makan yang halal dan toyyib. Islam melarang menjual atau mengedarkan produk yang haram di pasar. Negara menjamin kehalalan setiap produk dengan sungguh-sungguh. Ini bisa diterapkan hanya dengan sistem Islam sehingga masyarakat bisa hidup dengan tenang dan damai.
Wallahu a’lam bis shoab
Views: 6
Comment here