Opini

Hijab Dikriminalisasi demi Moderasi Agama

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ikhtiyatoh, S.Sos.(Kontributor Media, Pemerhati Kebijakan Publik)

wacana-edukasi.com, Akhir-akhir ini, hijab sebagai salah satu syariat Islam nampak dikriminalisasi. Kasus dugaan pemaksaan jilbab di SMK N 2 Padang berbuntut terbitnya SKB tiga menteri Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hijab Intoleran?

Sebelumnya, muncul tudingan negatif berulang terhadap film Nussa. Film Islami yang urung ditayangkan di bioskop tersebut dituduh memuat konten radikal dan intoleran. Pihak yang kontra mempermasalahkan baju yang dipakai tokoh Nusa dan Rara. Baju berupa gamis juga kerudung disebut kearab-araban. Mereka pun menuntut pakaian bersifat umum dan menunjukan kerberagaman.

Mengutip laman Republika.co.id, Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti turut membuka suara bahwa dalam cuplikan trailer Film Nussa tidak ditemukan ucapan atau dialog yang mengajarkan radikalisme ataupun anti keberagaman. Lanjutnya, pesan moral dalam film Nussa bagus untuk anak dan memunculkan karakter positif (13/1/2021).

Terbitnya SKB 3 menteri Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021 menuai polemik. Salah satu pihak yang menolak SKB 3 menteri tersebut adalah Walikota Pariaman, Genius Umar. Namun, karena penolakan justru Genius mendapat teguran dari Kemendagri. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengaku selain teguran lisan, Genius juga berpotensi mendapat sanksi (news.detik.com, 18/2/2021).

“Jilbab” pun ikut diseret atas munculnya kasus dugaan perselingkuhan Nissa Sabyan dan Ayus Sabyan. Tulisan Ade Armando “Kasus Nissa Sabyan menunjukkan jilbab itu hanya gaya berpakaian,” dalam akun twitter @adearmando1 pada Sabtu 20 Februari 2021 dibanjiri komentar. Bahkan ada yang berkomentar lebih baik tidak berjilbab, dari pada berjilbab tapi menjadi pelakor.

Wujud Moderasi Agama

Kita bisa melihat masalah moralitas di negeri sudah sangat mengkhawatirkan. Tak hanya perselingkuhan, free sex pada remaja, inses, kehamilan tak diinginkan, pernikahan dini akibat ‘kecelakaan’, aborsi, LGBT+ juga semakin menjadi-jadi. Alih-alih mengajak lebih menguatkan iman dan takwa. Hijab yang merupakan upaya preventif Islam dalam mencegah rusaknya moralitas justru dipermasalahkan.

Pada diktum pertama SKB 3 menteri, berbunyi “Peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut : a. tanpa kekhasan agama tertentu, atau b. dengan kekhasan agama tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pada diktum pertama ini nampak tak bermasalah, tapi ketika lanjut pada diktum ketiga yang menyebutkan bahwa “… pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, menghimbau atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu”.

Kiai Cholil Nafis turut mengomentari SKB 3 menteri ini harus ditinjau ulang atau dicabut. Hal ini dikarenakan tidak lagi mencerminkan adanya proses pendidikan. Menurutnya, usia sekolah memang perlu dipaksa melakukan hal baik termasuk melaksanakan perintah agama untuk pembiasaan (nasional.okezone.com, 5/2/2021).

Peserta didik usia sekolah dasar dan menengah merupakan usia anak (dibawah 18 tahun). Usia dimana masih membutuhkan bimbingan, arahan serta himbauan akan ajaran yang benar. Memanglah tidak dibenarkan jika peserta didik non muslim diwajibkan memakai pakaian muslimah. Namun, untuk peserta didik muslimah harusnya tidak bermasalah jika mendapat himbauan, syarat, ataupun perintah untuk memakai hijab syari’i. Hal tersebut justru merupakan bagian dari proses pendidikan mewujudkan insan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.

Pemberian sanksi kepada pihak sekolah maupun pemerintah daerah yang melanggar SKB 3 menteri, menunjukan keseriusan pemerintah. Masyarakat pun akhirnya mempertanyakan urgensi SKB 3 menteri ditengah karut marutnya dunia pendidikan saat ini. Kasus SMK N 2 Padang merupakan isu lokal tetiba menjadi isu nasional dan mendapat perhatian cepat dari pemerintah.

Padahal, setelah ditelusuri tidak ada pemaksaan jilbab disana. Salah satu siswi kelas XII SMK Negeri 2 Padang, Elisabeth Angelia Zega memberi keterangan tidak dipaksa untuk mengenakan jilbab ke sekolah. Bahkan dia sendiri mengaku sudah terbiasa memakai jilbab sejak SMP. Lanjutnya, dia bisa saja meminta kepada pihak sekolah untuk tidak memakai jilbab tapi tidak dilakukan. Dia tidak ingin terlihat mencolok ditengah teman-teman yang mayoritas muslim (republika.co.id, 25/1/2021).

SKB 3 menteri sendiri dibuat dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya “bahwa pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama”. Nampaklah isu moderasi agama sedang diseriusi oleh pemerintah.

Upaya Preventif Menjaga Moral

Jilbab yang dimaksud diatas adalah kain lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan rambut, termasuk telinga, hingga leher dan dada (KBBI). Jilbab disini berarti kerudung (penutup kepala). Kita bisa melihat wanita yang memakai kerudung bukan hanya muslimah. Bunda Maria selalu digambarkan memakai kerudung. Pun biarawati nampak memakai kerudung. Nyatanya, wanita yang memakai kerudung nampak lebih terhormat.

Sementara itu, Islam mewajibkan muslimah memakai kerudung dihadapan lelaki asing. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat An Nur : 31 “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya“.

Syariat Islam juga mewajibkan muslimah memakai jilbab ketika keluar rumah. Namun, definisi jilbab dalam Al Qur ‘an berbeda dengan definisi KBBI.

Dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab : 59 berbunyi “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

Dalam kamus Al-Muhith ‘Jilbab’ itu laksana sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita semacam baju kurung atau kain apa saja yang menutupi pakaian kesehariannya yang seperti baju kurung. Dengan demikian, wanita muslimah ketika keluar rumah wajib berhijab yaitu memakai kerudung dan jilbab. Jadi, hijab bukan sekedar gaya.

Selain hijab, masih banyak syariat Islam yang berfungsi sebagai upaya preventif menjaga moral bangsa. Ada kewajiban menjaga pandangan, larangan khalwat, larangan tabaruj, larangan ikhtilat serta larangan bagi wanita melakukan perjalanan lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram. Jadi, kewajiban berhijab harus dibarengi dengan kewajiban lainnya termasuk menjaga akhlak dan norma kesusilaan.

Lebih dari itu, dibutuhkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh baik dalam kehidupan individu, masyarakat maupun negara demi mewujudkan peradaban mulia nan gemilang.

Wallahu’alam bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 121

Comment here