wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) turun tangan menginvestigasi kasus ibu yang diduga menenggelamkan bayi dalam ember di Jakarta Selatan. Komnas PA sendiri telah menemui ibu tersebut dan menyatakan yang bersangkutan mengalami baby blues syndrome. (Detik.com, Senin 16/10/2023)
Baby blues syndrome juga dikenal sebagai postpartum blues atau postpartum distress syndrome, yakni perasaan emosional yang dirasakan ibu setelah melahirkan. Adapun ciri-ciri baby blues syndrome yang utama adalah perubahan suasana hati dengan cepat dari senang menjadi sedih. Sebagai contoh, seseorang dapat merasa senang dan bangga dengan pekerjaan yang dilakukan sebagai ibu baru, namun kadang juga menangis karena merasa kesulitan dan tidak mampu mengerjakan tugas sebagai ibu baru. Kesulitan ini terkadang menjadi rumit dan membuat ibu stres berlebihan, sehingga menyakiti diri dan anak yang baru dilahirkan.
Dikutip Republika, (28/5/2023) di Indonesia angka Baby Blues tergolong sangat tinggi. Menurut penelitian skala nasional setidak ada 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala Baby Blues dan merupakan angka tertinggi ke-3 di Asia. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal mau eksternal. Pertama faktor internal, kesiapan seseorang untuk menjadi ibu, di mana keadaan mental yang dipengaruhi oleh ilmu dan tsaqafah yang ada pada dirinya terkadang belum mencukupi. Berikutnya cara pandang terhadap hidup berumah tangga, mendidik anak dan merawatnya, juga segala hal yang berkaitan dengan peran ibu. Lalu kemudian yang kedua faktor eksternal, baik keadaan ekonomi, kondisi finansial, dan support suami beserta keluarga besar dengan lingkungan yang sehat.
Dalam sistem sekuler-kapitalisme yang berorientasikan materi, hubungan suami istri terkadang hanya berlandaskan pelampiasan hawa nafsunya, sehingga tidak memberikan support system terhadap seorang ibu. Pada sistem ini hanya kekosongan yang didapatkan oleh seorang ibu terkait peran agama dalam kehidupan. Kehidupan yang jauh dari agama akan menjadikan ibu lemah mentalnya, karena kering dari rasa keimanan dan ketakwaan.
Walhasil, saat para perempuan menjalani perannya sebagai ibu merasa begitu berat. Mereka terbebani dengan keberadaan si anak, ditambah lagi dengan aktivitas ibu yang menjemukan karena pernikahan dan tujuan melahirkan keturunan jauh dari visi Rabbani. Kondisi inilah yang menghantarkan ibu pada masalah Baby Blues dan murahnya sebagai ibu pun tergadaikan. Selain itu, fakta ini membuktikan bawah sistem sekuler kapitalisme telah merampas kebahagiaan ibu dalam menjalani perannya sebagai umu warabatulbait, yakni ibu bagi anak-anak, maupun ibu bagi generasinya.
Tentunya berbeda sekali dengan negara Islam yang menjadikan solusi syariat sebagai landasan kehidupan bernegara. Aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah sangat memperhatikan peran ibu sebagai madrasah ula bagi anak-anak, dengan cara memuliakan ibu, dan menjamin hak-hak ibu terpenuhi. Salah satunya dalam menjaga kesehatan mental ibu, yakni dengan memenuhi pendidikan, jaminan lapangan kerja bagi suaminya, hingga reward pahala yang besar dari upayanya mengandung dan mendidik anak-anaknya.
Hal ini, secara tidak langsung akan menjadikan ibu bahagia dalam menjalankan perannya. Sebab, anak adalah anugrah terindah tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnya, juga wasilah bagi orang tua mendapatkan pahala jariyah saat nanti telah tiada. Begitulah sistem Islam melindungi muruah kaum ibu, dengan menjamin perannya sebagai pencetak generasi terbaik bagi peradaban.
Oleh: Eva Ariska Mansur (Anggota Ngaji Diksi Aceh)
Views: 10
Comment here