Opini

Hilangnya Naluri Kemanusiaan, di Tengah Meningkatnya Kemiskinan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummi Nissa

Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga

wacana-edukasi.com– Sungguh ironis, di saat banyak rakyat yang hidupnya semakin sempit, segelintir orang malah membeli mobil mewah. Sebagaimana dikutip dari laman oto.detik.com (27/9/2022) beberapa waktu lalu, PT JLM Auto Indonesia sebagai distributor tunggal Jaguar Land Rover resmi meluncurkan Range Rover baru di Tanah Air. Kendaraan tersebut merupakan generasi kelima yang dibanderol seharga Rp5,9 miliar dengan status off the road.

Meski mahal dan baru diluncurkan, namun stok mobil mewah ini nyaris ludes. Menurut Direktur Pemasaran PT JLM Auto Indonesia, Irvino Edwardly, stok Range Rover baru di Tanah Air terbatas, hanya tersedia 50 unit hingga akhir tahun. Hal itu disampaikan saat peluncuran produk tersebut di Jakarta Selatan.

Sementata itu, kondisi negara Indonesia ada dalam kondisi yang memprihatinkan. Dikutip dari cnnindonesia.com (30/9/2022), Indonesia termasuk ke dalam 100 negara termiskin di dunia. Kondisi ini diukur berdasarkan Gross National Income (GNI), atau pendapatan nasional bruto per kapita. Dimana pendapatan nasional bruto RI pada 2020 tercatat US$3.870 per kapita. Hal ini menjadikan Indonesia berada pada peringkat ke-73 di antara negara paling miskin.

Kondisi tersebut menunjukkan ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat demikian nyata terlihat. Meski Indonesia termasuk kelompok negara yang paling miskin di dunia, tapi segelintir masyarakat tetap menampakkan gaya hidup mewah dengan membeli kendaraan yang harganya _wah_ . Sekelompok masyarakat yang kaya ini seakan kehilangan naluri kemanusiaannya. Mereka tak mampu merasakan beratnya beban hidup yang dialami sebagian besar rakyat miskin.

Menelisik Akar Penyebab Ketimpangan Ekonomi

Kesenjangan ekonomi dan kemiskinan sesungguhnya terjadi akibat distribusi kekayaan yang tidak merata. Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah tetapi tidak mampu mengentaskan kemiskinan. Malah yang terjadi adanya kesenjangan ekonomi antara rakyat yang kaya dan miskin semakin lebar. Hal ini disebabkan penerapan sistem ekonomi Kapitalisme sekuler saat ini.

Dalam sistem ini cara mengatasi kemiskinan hanya fokus dengan meningkatkan jumlah produksi dan pendapatan rata-rata penduduk per kapita, bukan pada distribusi. Padahal seiring berjalannya waktu, meningkatnya produksi telah mengakibatkan penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Pihak yang kuat meraih kekayaan lebih banyak melalui kekuatan modal yang mereka miliki. Sedangkan yang lemah semakin kekurangan, karena kurangnya modal yang ada pada diri mereka. Sehingga sampai kini masalah kemiskinan tidak dapat diatasi meski pemerintahan terus berganti.

Selain itu sistem ekonomi Kapitalisme sekuler berdiri di atas landasan pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga, melahirkan prinsip liberalisasi (kebebasan) dalam berekonomi. Manusia diberi kebebasan menentukan aturan dengan mengesampingkan nilai-nilai ruhiyah. Sehingga mendorong munculnya syahwat keserakahan untuk memiliki dunia sebanyak-banyaknya dengan cara apapun. Hal ini mengakibatkan hilangnya nurani kemanusiaan. Sebab ambisi menguasai kenikmatan dunia mengalahkan rasa kepedulian terhadap sesama manusia yang ada dalam kondisi lemah. Mereka kurang sensitif terhadap kondisi masyarakat sekitar yang ada dalam kekurangan.

Demikian realitas kehidupan masyarakat yang menerapkan aturan buatan manusia. Mendapatkan kenikmatan dunia dengan bergelimang harta menjadi standar kesuksesan dalam kehidupan. Pada akhirnya melahirkan gaya hidup yang hedonis seperti membeli kendaraan mewah meski dengan harga yang fantastis. Hal ini sungguh berbeda dengan model kehidupan yang menerapkan aturan yang berasal dari Zat Pencipta manusia.

Sistem Islam Meminimalisir Ketimpangan Ekonomi

Sistem Islam tegak di atas landasan keimanan kepada Allah, Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Oleh sebab itu Islam mempunyai seperangkat aturan untuk menyelesaikan seluruh permasalahan manusia termasuk penyelesaian masalah kemiskinan.

Dalam Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dan memberi kesempatan yang luas untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok ini, dapat diberikan baik secara langsung atau tidak langsung. Seperti diwajibkannya mencari nafkah bagi laki-laki yang sudah menikah atau punya tanggungan.

Selain itu Islam memiliki aturan yang khas terkait pola distribusi yang adil agar tidak terjadi ketimpangan ekonomi sekaligus mengatasi kemiskinan. Terkait keadilan distribusi ini Allah Swt. berfirman:

“Apa saja harta rampasan (fa’i) dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Swt. amat keras hukuman-Nya.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)

Dari ayat di atas ada larangan perputaran kekayaan beredar di antara orang yang kaya saja. Hal ini mengindikasikan keharusan adanya distribusi kekayaan secara adil.

Dengan demikian negara harus memastikan bahwa kegiatan ekonomi baik yang menyangkut produksi, distribusi maupun konsumsi dari barang dan jasa, berjalan sesuai dengan ketentuan syariat. Selain itu tidak ada pihak yang menzalimi ataupun dizalimi. Oleh sebab itu, Islam menetapkan hukum-hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi (produksi, industri, pertanian, distribusi, dan perdagangan), investasi, mata uang, perpajakan, dan lain-lain. Ketentuan syariah ini memungkinkan setiap orang mempunyai akses untuk mendapatkan kekayaan tanpa merugikan atau dirugikan oleh orang lain.

Selain itu, negara juga menggunakan pola distribusi non-ekonomi untuk mendistribusikan kekayaan kepada masyarakat yang secara ekonomi belum mendapatkan kekayaan. Melalui instrumen seperti zakat, shadaqah , hibah dan pemberian negara. Dengan cara ini, rakyat yang secara ekonomi tertinggal tidak semakin terpuruk.

Inilah model kehidupan Islam yang hanya dapat diwujudkan dengan penerapan aturan Islam secara sempurna dalam setiap aspek. Dengan menjalankan aturan Allah Swt., akan terbangun nurani kemanusiaan, rasa kepedulian terhadap pihak yang lemah. Setiap individu muslim berusaha untuk menggapai tujuan hidupnya, yaitu mendapatkan keridaan Allah Swt.. Sehingga ia akan menghindari gaya hidup mewah di tengah kondisi masyarakat lain ada dalam kesulitan.

Wallahu a’lam bish shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here