Oleh : Miliani Ahmad
wacana-edukasi.com, Harga nyawa kian murah. Melayang di tangan siapa saja meski korban bisa saja tak berdosa. Apa daya bunda mengandung, anak meninggal dalam keadaan tak beruntung. Beginilah keadaan sebagian kehidupan manusia saat ini. Mudah sekali amarah membuncah lalu nekad menghunus bilah hingga nyawa terkapar tak berdaya.
Lagi, negeri ini dirundung duka. Bunuh membunuh sepertinya tak pernah usai meski dunia sedang berkubang dengan wabah. Sudahlah nyawa banyak melayang dihantam wabah, kini tambah melayang akibat perbuatan durjana.
Seperti kasus psikopat Bogor yang heboh beberapa hari terakhir ini. Entah apa yang ada di kepala MRI hingga ia nekat melakukan pembunuhan berantai di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. MRI yang merupakan warga Desa Susukan, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor ini berhasil diciduk aparat dari tim gabungan Polresta Bogor dan Dirkrimum Polda Jabar.
Terungkap MRI telah membunuh Diska seorang pelajar SMA di Bogor dan selanjutnya selang dua minggu kemudian pelaku melancarkan aksi pembunuhan kembali terhadap seorang perempuan berinisial EL berusia 23 tahun. EL ditemukan di area kebun kosong pinggir jalan arah puncak Bogor.
Menurut Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro selaku Kapolresta Bogor Kota pelaku bisa diancam dengan hukuman paling ringan 15 tahun dan paling maksimal hukuman mati.
Masih menurut Kombes Pol Susatyo, perbuatan pelaku termasuk serial killer atau pembunuhan berantai dan pelaku memiliki kecenderungan untuk bisa menikmati aksi pembunuhannya. Modus pelaku dengan memancing para korban yang juga merupakan teman kencannya untuk bertemu di hotel dengan iming-iming sejumlah uang.
Di negeri ini, jumlah kasus pembunuhan yang terjadi menunjukkan angka yang mengerikan. Di kurun Januari – Oktober tahun 2018 Markas Besar Polri telah mencatat ada 625 kasus pembunuhan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Dari angka tersebut yang berhasil diungkap sebanyak 574 kasus (tempo.co, 22/11/2018). Angka yang sangat banyak dengan sejumlah motif yang menyertainya.
Bukanlah suatu hal yang aneh bila kasus pembunuhan bisa terus ada pada saat ini. Kehidupan yang serba bebas dengan aturan rimba buatan manusia, telah melahirkan manusia-manusia yang minim adab dan tak berperikemanusiaan. Mereka para pelaku, banyak tak menyadari bahwa manusia lainpun berhak atas kehidupan sebagaimana dirinya.
Bukan karena terpaksa ataupun karena membahayakan dirinya, para pelaku kerap menghabisi kehidupan orang lain. Bisa karena faktor kecewa, dendam, sakit hati, masalah ekonomi, percintaan, wanita ataupun pembunuhan berlatarbelakang karena motif politik.
Nyawa semakin mudah hilang dan semakin murah harganya. Semua ini tak berlepas dari sistem kehidupan yang menjadikan sekularisme sebagai landasan pengaturan. Sekularisme sebagai sebuah sistem yang mengadopsi pemahaman liberal, telah menjadikan tata aturan kehidupan berdasar keinginan manusia dan mencampakkan nilai-nilai kebenaran berupa agama untuk menyertainya.
Manusia pada sistem ini dididik dan dibentuk dengan pemahaman yang salah. Ketidaktahuan orientasi tentang makna hidup dan kehidupan telah membuat manusia kehilangan arah. Mereka (manusia) hanya mengerti bahwa hidup adalah sarana untuk memuaskan seluruh kepentingannya dengan menghalalkan segala cara termasuk dengan menghilangkan nyawa manusia lainnya.
Agama tak lagi mampu menjadi rem yang bisa menghentikan jiwa brutal yang dimiliki manusia. Karena pada hakikatnya peran agama telah lama dikebiri dengan berbagai bentuk seperti moderasi.
Agama pun semakin dijauhi akibat kegagalan kebijakan yang telah menempatkan agama sebagai objek yang harus diwaspadai. Ajaran-ajaran agama distigma begitu rupa hingga menghadirkan nuansa menakutkan bagi masyarakat untuk mengenalnya.
Efeknya, dahaga masyarakat akan jalan yang lurus terbelokkan dengan arus gelombang kesesatan yang banyak dihadirkan. Tontonan-tontonan yang dihadirkan di ruang media banyak dipenuhi atraksi kekerasan, kebencian, kemarahan, dan juga permusuhan yang memicu masyarakat untuk merekamnya dan menirunya. Jika masyarakat tak mampu memfilter berbagai tontonan rusak yang disajikan apalagi tanpa memiliki ketebalan iman, bukan tidak mungkin atraksi tersebut akan memenuhi ruang interaksi dalam masyarakat.
Inilah buah pahit sekularisme. Kehidupan yang berjalan menjadi tak karuan. Manusia banyak kehilangan kendali emosi dengan berbagai latar yang mengiringinya. Hingga akhirnya tanpa pikir panjang apalagi berpikir tentang dosa manusia bisa saling membunuh. Padahal, membunuh tanpa hak merupakan perbuatan biadab yang Allah laknat dan menghantarkan pelakunya pada siksa yang pedih.
Islam menggarisbawahi tindakan pembunuhan tanpa hak terhadap manusia adalah perbuatan yang haram secara mutlak.
قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.” (Q.S Al-An’am : 151)
Ayat diatas secara lugas menyatakan larangan terhadap aktivitas pembunuhan. Namun, akibat kerusakan sekularisme banyak manusia yang secara sadar melanggar perintah Allah diatas. Maka, bagi mereka Allah balas tindakan tersebut dengan banyaknya ancaman kehinaan.
وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Q.S An-nisa : 93)
Maka, berdasarkan dalil-dalil diatas Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga masyarakatnya agar terhindar dari dosa membunuh tanpa hak. Diantaranya, negara wajib mendidik masyarakatnya dengan akidah Islam agar terbentuk kepribadian Islam.
Dengan metode yang demikian, masyarakat akan gampang untuk mengenali mana aktivitas yang boleh dan mana yang harus dijauhi. Mereka akan memahami pula mana yang halal atau haram. Mental dan emosi mereka akan terbentuk baik dan terarah untuk selalu memberikan yang terbaik bagi umat, kehidupan dan juga agamanya. Mereka tak gampang terpancing hal sepele yang dapat menjebak mereka kepada kenestapaan. Semua itu karena benteng iman yang ditanam telah menjadikan mereka hidup dengan penuh kemuliaan.
Selain itu, negara pun wajib menjaga masyarakatnya dari pemahaman asing yang rusak dan merusak seperti liberalisme. Negara tidak boleh membiarkan pemahaman ini muncul ditengah-tengah masyarakat yang banyak diaruskan melalui tontonan, bacaan ataupun audio. Negara wajib memberikan sanksi tegas jika ada pihak ataupun lembaga media yang berani memproduksi serta menyebarluaskan kerusakan tersebut. Negara pun tidak boleh melakukan hal serupa dengan alasan apa pun seperti menambah pendapatan anggaran negara.
Jikalau di dalam negara masih didapati pelaku pembunuhan, maka sang pelaku akan dikenakan had yang jelas akibat perbuatannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَىٰ بِالْأُنْثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (Q.S Al-Baqarah : 178)
Namun sayang realisasi kewajiban yang semestinya dijalankan negara ini belum mampu untuk direalisasikan pada saat ini. Tersebab, negeri ini masih menjalankan pengaturan kehidupannya berdasarkan sekularisme yang tak akan mampu sejalan dengan hukum Islam. Sejatinya semua hukum-hukum Islam hanya bisa berjalan secara total jika negaranya pun menggunakan Islam sebagai landasan dalam pengaturan kehidupan.
Institusi negara yang mesti hadir adalah institusi yang serupa dengan institusi yang dijalankan oleh Rasulullah Saw. dan para khalifah sesudahnya yaitu khilafah Islamiyah. Tanpa institusi tersebut semua hukum yang mampu membimbing manusia kepada jalan keselamatan tidak akan pernah terealisasi. Ia hanya akan menjadi setumpuk teori tanpa aplikasi. Bahayanya lagi, hukum-hukum tersebut hanya akan menjadi lembaran penghias pajangan tanpa andil dalam menyelesaikan masalah keuamatan. Tentu kita akan sangat berdosa jika membiarkan hal tersebut sampai terjadi.
Tidakkah kita takut dan ingin bersegera menuju ampunan Allah dengan bersegera memperjuangkan syariahNya agar tegak di muka dunia?
Wallahua’lam bish-showwab
Views: 22
Comment here