Opini

HIV/AIDS Kembali Meningkat, Seks Bebas dan LGBTQI+ Penyebabnya

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Riannisa Riu

wacana-edukasi.com, OPINI– Melansir republika.co.id, Banda Aceh (Jum’at, 02/12/2022), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe, Aceh, mencatat sebanyak 88 warga di daerah itu positif HIV/Aids yang penularannya didominasi karena perilaku seks bebas.

“Jadi total kasus positif HIV/Aids di Kota Lhokseumawe mencapai 88 kasus. Rata-rata penularannya akibat seks bebas,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Safwaliza di Lhokseumawe, Jum’at (2/12/2022).

Safwaliza mengatakan, terjadi peningkatan 8 kasus pada 2022. Sedangkan kasus positif HIV/Aids di Kota Lhokseumawe pada 2021 sebanyak 80 kasus. Selain seks bebas, kata Safwaliza, penularan virus HIV/Aids di kota yang berjuluk petro dolar tersebut juga disebabkan oleh homoseks. Selanjutnya penularan terjadi melalui jarum suntik bagi pengguna narkotika.

“Dari data yang kami himpun, menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/Aids didominasi usia 14 hingga 45 tahun yang masuk kategori usia produktif,” kata Safwaliza. Safwaliza menyebutkan, angka tersebut masih mungkin bisa bertambah, mengingat masih ada warga menutupi dan tidak mau melaporkan telah mengidap penyakit tersebut.

Sementara, Liputan6.com, Batam (02/12/2022) melaporkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/Aids di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Yang mencengangkan, dari temuan Dinkes itu disebutkan, kasus kenaikan didominasi penyimpangan perilaku pasangan sejenis.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan, frekuensi peningkatan kasus HIV/Aids karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga Indonesia secara nasional bahkan di negara lain.

“Ya, antisipasinya, kita berperilaku seks normal saja,” kata Didi kepada Liputan6.com, di sela-sela acara Peringatan Hari HIV/AIDS Sedunia di Mall Botania 2 Batam, Kamis (1/12/2022).

Laporan tertulis dari republika.co.id dan liputan6.com ini adalah salah satu keluhan akibat terkait kasus L6BTQI+ yang akhir-akhir ini semakin marak terjadi di berbagai tempat. Bukan hanya di kota-kota besar, kasus seks bebas dan LGBTQI+ saat ini bahkan telah merambah ke berbagai kampung, desa dan daerah-daerah pelosok seperti di Kabupaten Bandung.

Ketiga faktor penyebab HIV/AIDS yang disebutkan oleh Safwaliza di atas tadi yakni seks bebas, LG8TQI+, dan penyebaran narkotika adalah tiga hal yang terhubung dalam mata rantai kemaksiatan yang sama. Ketika seseorang memasuki salah satu diantaranya, maka tidak heran jika HIV/Aids akan segera menular baik pada dirinya atau keluarganya.

Namun, mengapa hal ini dapat terjadi berulang kali hingga muncul sekian banyak kasus? Penanggulangan dan rehabilitasi sudah berkali-kali dilakukan, berulang kali diserukan kepada masyarakat. Akan tetapi HIV/Aids seolah menjadi suatu hal yang umum terjadi saat ini. Tidak banyak masyarakat yang peduli, para relawan medis pun seolah berjuang sendirian. Ini memang cukup menyedihkan, tetapi memang faktanya demikian.

Semua hal ini terjadi karena ketiga mata rantai maksiat yang disebutkan di atas telah menjadi suatu budaya tak tertulis di masyarakat milenial saat ini. Terutama kaum mudanya. Dunia digital telah membawa sebuah kemudahan teknologi yang mampu menghubungkan manusia dengan informasi sebanyak mungkin tanpa batas. Terutama hal yang mampu memuaskan nalurinya.

Salah satunya adalah dalam masalah seksual. Saat ini mudah sekali untuk mengakses berbagai konten video atau konten seksual secara online, bahkan untuk terhubung di belahan dunia lain. Anak kecil pun asalkan mampu membuka aplikasi dari playstore atau membuka YouTube, akan bisa mengakses berbagai konten yang sesungguhnya sama sekali tidak layak disaksikan. Seperti vid3o porno, vid3o c4ll sex di twitter, b1golive, dan banyak sekali cerita seksual yang diposting di platform resmi seperti w4ttpad, f1zzo, f4cebook dll.

Itu baru terkait dengan masalah seksualitas secara umum. Bagaimana dengan konten LG8TQI+? Justru lebih banyak lagi bertebaran di internet layaknya kacang goreng. Tanpa sensor sama sekali. Konten L68TQI+ muncul dalam berbagai genre, mulai dari novel, fanfic, komik (manhua, manga, manhwa), anime, kartun, bahkan film drama televisi yang diproduksi berbagai negara dari mulai negara-negara barat hingga negara asia seperti Jepang, Korea dan China.

Tidak jarang dari konten-konten ini yang melibatkan kebiasaan maksiat lainnya di dalamnya, seperti minum minuman keras hingga mabuk-mabukan, pemakaian narkotika, kekerasan seksual, bullying (merisak), judi online, kecanduan main game, pembunuhan dan sebagainya. Sehingga tidak aneh ketika generasi muda saat ini berani melakukan perisakan terhadap teman, terhadap orang tua, maupun terhadap guru.

Dengan merajalelanya semua konten rusak tersebut yang bisa diakses oleh siapa saja, maka perlahan tapi pasti ketiga rantai maksiat yang mengerikan tadi, yakni seks bebas, LGBTQI+ dan narkotika mulai menjadi budaya. Ditambah dengan minuman keras, judi online dan bullying. Sehingga tidak mengherankan jika saat ini kasus pembunuhan, kekerasan dan pelecehan seksual, LG8TQI+, penyalahgunaan narkotika, dan HIV/Aids bisa semakin meningkat setiap tahunnya.

Sebut saja contohnya kasus surat cinta ‘mengerikan’ berbau seksualitas yang ditulis oleh seorang anak kelas 6 SD baru-baru ini. Atau kasus kebaya merah yang tentunya masih hangat, atau kasus yang viral di instagram, Kakbah Pelangi yang didirikan oleh kaum L68TQI+ di Friedrichsplatz, Kassel, Jerman. Kasus-kasus seperti ini tidak akan berhenti, karena maksiat perlahan telah dijadikan budaya oleh masyarakat kita sendiri. Sehingga hal-hal seperti ini dianggap wajar dan biasa. Astaghfirullah.

Ketika muncul permasalahan seperti saat ini, kasus HIV/Aids merajalela, kembali tim kedokteran dan relawan medis yang paling menderita. Sebab solusi dan program yang diberikan oleh Pemerintah pun tidak menyentuh akar permasalahan. Hanya menambah permasalahan. Misalnya, saat ini malah diserukan upaya-upaya legalisasi bagi kaum pelangi. Bukankah itu malah semakin memperburuk keadaan? Belum cukupkah kasus HIV/Aids yang merajalela saat ini? Padahal negara sendiri sudah kerepotan dalam menangani pengobatan para penderita HIV/Aids.

Satu-satunya solusi yang tepat adalah kembali kepada syariat Islam secara sempurna, dengan menerapkan syariat secara utuh dan menyeluruh, bukan hanya sebagian. Sebab, hanya Islam sajalah satu-satunya agama yang memiliki sistem sempurna untuk mengatur kehidupan manusia dan menyelesaikan seluruh permasalahannya. Termasuk masalah ketiga mata rantai maksiat tadi.

Menurut hukum Islam, ketiga mata rantai tadi yakni seks bebas, LG8TQI+, dan narkotika merupakan maksiat yang wajib dihukum dengan tegas. Hukuman tegas ini berfungsi sebagai zawajir (pencegah kemaksiatan yang menimbulkan efek jera) dan jawabir (penghapus dosa) sehingga kelak tidak akan mendapat hukuman yang lebih pedih di akhirat, sebab telah diselesaikan hukumannya di dunia.

Begitu pula penguasa dalam sistem Islam akan melaksanakan aturan syariat Islam sebaik-baiknya yakni dengan mengontrol seluruh media dalam menyiarkan konten tontonan dan bacaan bagi masyarakat. Konten yang akan ditampilkan hanyalah konten yang mampu meningkatkan semangat masyarakat dalam beribadah kepada Allah, bukan yang melalaikan dari ibadah kepada Allah.

Konten ilmu pengetahuan, sains dan teknologi terbaru pun akan terus ditingkatkan, sehingga terus memicu masyarakat untuk mengkaji dan belajar lebih baik lagi dan mampu menciptakan penemuan baru dalam berbagai bidang. Termasuk dalam bidang medis yang akan mampu menyembuhkan HIV/Aids.

Sehingga dalam sistem islam, tidak akan ada lagi penyebaran HIV/Aids karena telah dihentikan penularannya. Pengobatan untuk HIV/Aids pun akan dilaksanakan secara gratis karena semuanya telah ditanggung oleh negara. Sistem pergaulan dalam Islam pun memiliki aturan yang jelas bagi laki-laki dan perempuan. Sehingga perilaku seks bebas seperti yang terjadi hari ini jelas bisa dihindari. Wallahu’alam bisshawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here