Opini

HIV/AIDS Tumbuh Subur dalam Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Fitri Ummu Hizbi

wacana-edukasi.com, OPINI– Sudah sepekan lebih kita melewati 1 Desember yang diperingati sebagai Hari AIDS se-dunia. Peringatan yang ada sejak tahun 1988 ini tentu telah berlangsung selama 34 tahun. Adanya peringatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Sebuah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi HIV yang tidak kunjung diobati. AIDS merupakan tahap akhir dari HIV, di mana sistem kekebalan tubuh terlalu rusak untuk melawan infeksi.

Peringatan yang sudah mencapai tiga dekade ini tidak membuat angka penderita AIDS berkurang dari tahun ke tahun. Angka orang dengan HIV tiap tahunnya terus meningkat. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan. Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat data Dinas Kesehatan pada Januari hingga Juni 2022, tercatat ada sebanyak 3.744 kasus HIV/AIDS di Jawa Barat. Lima daerah penyumbang kasus tertinggi yakni Kota Bandung (410 kasus), Kabupaten Bogor (365 kasus), Kota Bekasi (365 kasus), Kabupaten Indramayu (352 kasus), dan Kabupaten Bekasi (217 kasus). Menurut Ketua Tim Pencegahan Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Yudi Koharudin hubungan heteroseksual, homoseksual, biseksual, pengguna Napza suntik, dan penularan dari ibu kepada bayinya merupakan faktor penularan terbanyak. Dia juga menjelaskan ada kecenderungan peningkatan kasus HIV/AIDS setiap tahunnya di Jabar.
Sungguh ironis melihat provinsi Jabar menduduki peringkat ke-1 dalam jumlah pengidap HIV/AIDS terbanyak secara nasional. Dan yang menambah keprihatinan adalah banyaknya perempuan dan anak-anak yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Berbagai kampanye dan edukasi telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi penyakit mematikan ini, seperti masyarakat dihimbau untuk menerapkan ABCDE yang merupakan singkatan dari A untuk Abstinent (tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah), B untuk Be faithful (setia), C untuk Condom use (menggunakan kondom) dan D untuk no Drug (tidak menggunakan narkoba), serta E untuk Education (pendidikan). Namun tetap saja upaya-upaya tersebut tidak berhasil mengurangi kasus HIV/AIDS di Jawa Barat dan pada kenyataannya tak pernah bisa menjadi solusi untuk mencegah tumbuhnya penyakit yang menyerang sistem imun ini.

Gaya hidup yang menyimpang semacam zina, seks bebas, gay, pecandu narkoba, dan semacamnya begitu tumbuh subur dan berkembang di sekitar kita. Itu semua adalah buah dari tatanan sistem kehidupan liberalis demokrasi yang pada hakikatnya telah menjauhkan umat dari aturan Islam. Adalah sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri ketika sebagian besar para penderita terinfeksi virus ini berawal dari aktivitas-aktivitas yang terlarang dan menyimpang tersebut. Jikapun ada satu atau dua orang yang mampu ditangani, tapi ada ratusan hingga ribuan yang ikut terinfeksi.

Bencana HIV/AIDS tak akan pernah bisa diselesaikan dengan paradigma sistem yang mengagungkan kebebasan. Kita harus mencoba beralih pada sistem yang memandang bahwa setiap perbuatan manusia itu terikat dengan syariat Sang Pencipta. Inilah sistem Islam yang memiliki seperangkat konsep kehidupan yang akan menjadi solusi bagi seluruh problematika kehidupan. Di dalam Islam, Allah mengatur tidak hanya perkara individu tapi juga perkara interaksi yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini dilakukan agar terhindar dari perbuatan-perbuatan terlarang. Allah menciptakan manusia baik laki-laki dan perempuan memiliki naluri, perasaan, kecenderungan, dan akal.

Islam telah melarang khalwat, ikhtilat, zina bahkan berbagai bentuk penyimpangan seperti liwath (hubungan sesama jenis) yang menjadi penyumbang terbesar gelombang tsunami penyakit mematikan seperti HIV/AIDS. Sanksi atas pelanggaran hukum-hukum tersebut juga jelas, seperti campuk bagi pezina belum menikah, rajam bagi pezina yang telah menikah dan hukuman mati dengan dijatuhkan dari bangunan yang tinggi bagi pelaku LGBT. Sanksi ini tak hanya membuat efek jera bagi para pelaku tapi juga sebagai pencegah bagi masyarakat secara keseluruhan.

Sistem Islam yang diterapkan oleh negara akan memastikan bahwa masyarakat memiliki ketakwaan yang sebenar-benarnya. Sistem ini akan mampu menumbuhkan individu-individu bertakwa yang hidupnya senantiasa terikat dengan hukum-hukum Allah. Individu takwa yang dihasilkan oleh sistem Islam akan dominan jumlahnya. Dengan begitu, masyarakat juga akan terbiasa dengan atmosfer amar makruf nahi mungkar. Hingga akhirnya berbagai macam pelanggaran terhadap hukum syara’ dengan mudah bisa dicegah.

Wallahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here