Oleh Isty Da’iyah (Aktivis Muslimah)
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Wacana-edukasi.com — Pandemi yang telah terjadi hampir dua tahun di negeri ini, menyisakan kesedihan dan kehilangan bagi sebagian masyarakat. Perekonomian yang terpuruk, banyak perusahaan gulung tikar. Sehingga, para pekerja kehilangan pekerjaan. Mereka yang mencari nafkah harian merasakan dampak yang luar biasa akibat adanya pembatasan PPKM di sana-sini.
Namun, di tengah kondisi memilukan saat ini ternyata terungkap kenyataan masih ada saja pihak yang memanfaatkan kondisi seperti ini untuk meraih keuntungan demi kepentingan sendiri. Bukan hanya pengusaha yang pandai memanfaatkan kondisi ini untuk menjadi peluang usaha. Namun ternyata para pejabat dan penguasa juga ikut menggunakan kondisi ini untuk menggunakan kesempatan meraih keuntungan dunia.
Belum lama ini terungkap fakta bahwa ada pejabat daerah sebagai pihak yang melakukan monitoring (monev) atas pemakaman Covid mendapat honor, padahal posisi mereka adalah lembaga negara yg memang harus melakukan monev.
Dilansir dari Kompas.com, yang mewartakan sejumlah pejabat di Kabupaten Jember yang tergabung dalam tim pemakaman Covid-19 menerima honor bernilai fantastis disetiap kematian pasien Covid-19 yang meninggal. Mereka menerima honor Rp100.000 setiap satu kasus kematian. Hal ini berdasarkan SK bupati nomor 188.45/107/1.12/2021, tertanggal 30/3/21 tentang struktur tim pemakaman jenazah covid-19 (28/8/21)
Honor tersebut diterima oleh Bupati, Sekretaris Daerah, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember hingga Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember. Semakin besar jumlah korban meninggal karena Covid-19 honor mereka makin fantastis (28/8).
Hal ini mendapat kritikan dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra yang menyatakan pejabat pemerintah daerah yang mendapat honor pemakaman pasien Covid-19 tersebut masuk kategori moral hazard. “Wah moral hazard, tidak tepat itu. Itu bisa-bisanya, bagaimana bisa itu menjadikan orang meninggal sebagai sumber pendapatan. Ini sesuatu yang harus diinvestigasi,” katanya (Merdeka.com 27/8/21).
Memang perbuatan ini tidak pantas dilakukan oleh pejabat, dari penderitaan rakyat dan kesedihan keluarga korban meninggal, pejabat negara bisa menikmati keuntungan (insentif) dalam jumlah ratusan juta.
Inilah cacat bawaan dari demokrasi, yang menjadikan materi sebagai tujuan utama, sehingga meniscayakan menghasilkan pejabat yang tega menumpang manfaat ditengah kondisi masyarakat yang sekarat.
Demokrasi yang Berbiaya Tinggi Menuntut Modal Cepat Kembali
Dalam sistem demokrasi, untuk mendapatkan kursi memang butuh biaya tinggi. Sehingga menuntut para pemburu kursi untuk bisa mengembalikan modalnya kembali. Sehingga tidak mengagetkan jika para penguasa dan pejabat dalam lingkaran kekuasaan demokrasi memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya.
Demokrasi memberi kesempatan luas untuk menjadikan penguasa sebagai politikus sekaligus pelaku bisnis. Inilah yang akan disebut dengan oligarki yaitu sekelompok elite yang mengendalikan negara sesuai kepentingannya.
Demokrasi sebagai anak kandung sistem kapitalis sekuler yang sangat menjunjung materi dan kebebasan, membuat para penguasa dan politikus bisa bergandengan tangan untuk melanggengkan kekuasaannya. Maka, terjadilah perburuan pendapatan dengan penggunaan modal kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan berburu materi (ekonomi) inilah, para penguasa bisa memperoleh keuntungan dengan menggunakan kekuasaan untuk menjadi regulator segala kebijakan. Maka segala sesuatunya tentu akan dikelola sesuai dengan kepentingan bisnis dan keuntungan materi.
Sehingga demokrasi akan menghasilkan para pejabat yang mempunyai pola pikir bukan untuk memenuhi dan melayani umat atau rakyatnya, tapi tujuan mereka hanya duniawi dan kepentingan pribadi. Maka pejabat akan identik dengan fasilitas dan harta demi kesenangan dunia. Wajar semakin banyak ditemukan pejabat yang korup dan memanfaatkan jabatannya untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Belum lagi deretan panjang kasus korupsi yang terjadi baru-baru ini. Bahkan ada sepasang suami istri ditangkap KPK karena dugaan kasus suap yang dijalani. Tidak peduli dari daerah mana, korupsi seakan menjadi tradisi. Bahkan daerah atau propinsi yang punya julukan kota santripun bisa menjadi penyumbang kasus korupsi.
Inilah potret buram dari sistem demokrasi yang meniscayakan adanya kongkalikong antara pejabat dan wakil rakyat. Penguasa dan wakil rakyat butuh dana untuk mendapat jabatan sementara pengusaha mempunyai kepentingan untuk memperlancar proyek mereka.
Islam Melahirkan Kepemimpinan yang Amanah
Sistem kapitalis sekuler sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam tidak ada politik yang berbiaya tinggi, celah untuk terjadi kolusi, korupsi, nepotisme akan tertutup. Karena dalam sistem Islam hukum tidak bisa diutak-atik sesuai keinginan penguasa. Karena hukum Islam bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah yang di istinbath secara syar’i dan sahih.
Dalam pandangan Islam, negara berfungsi sebagai pengurus (riayah) semua rakyatnya. Penguasanya bukanlah sekumpulan pemalak yang memanfaatkan rakyat demi kepentingan dan kenikmatan para pejabat. Penguasa bertugas memelihara urusan rakyat, menjamin kebutuhan mereka dan menunaikan kemaslahatan rakyat. Hal ini sesuai dengan hadist rasulullah Saw yang berbunyi: “Imam (khalifah) adalah pemelihara urusan rakyat dan dia ditanya tentang rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari).
Kepemimpin dan kekuasaan dalam Islam akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak, karena ini merupakan amanah. Seperti yang terdapat dalam sebuah hadist yang berbunyi: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Sistem Islam yang disandarkan pada akidah Islam memberikan solusi yang hakiki ketika ada masalah, bahkan bisa mencegah sedari dini manusia untuk memiliki niat yang buruk terhadap amanah yang dipikulnya. Sehingga, tidak akan dijumpai pejabat yang tega mengambil manfaat ditengah masyarakat yang sedang bergulat dengan wabah.
Islam ketika diterapkan dalam sebuah pemerintahan akan melahirkan kepemimpinan dan pejabat yang amanah. Hal ini telah dibuktikan selama berabad-abad lamanya dimana sistem Islam diterapkan dalam bingkai khilafah. Contoh penguasa yang bisa dilihat dari kepemimpinan Islam adalah sosok Umar bin Khathab, yang benar-benar menjalankan kepemimpinannya dengan sangat baik. Ia mengerahkan segala kemampuan, waktu, tenaga dan pikirannya untuk melaksanakan amanah tersebut. Ia tidak menjadikan jabatan sebagai sarana mengeruk materi seperti yang dilakukan pejabat saat ini.
Sebelum menjadi penguasa Umar adalah termasuk orang kaya, justru setelah ia menjadi penguasa kehidupannya menjadi miskin. Pernah suatu saat Umar terlambat datang ke masjid untuk shalat Jum’at, karena menunggu baju satu-satunya kering setelah dicuci. Ia juga melarang keluarganya mengambil keuntungan dari jabatannya. Ia melarang putranya yang bernama Abdullah bin Umar untuk berbisnis karena khawatir orang yang bertransaksi dengan putranya melihatnya sebagai putra seorang penguasa.
Demikianlah jika Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Sistem yang akan menghasilkan sebuah kepemimpinan yang amanah tersebab pengharapan atas keridhaa Allah Swt. Oleh karena itu, sudah saatnya umat terbesar di negeri ini berusaha memperjuangkan terwujudnya sebuah kepemimpinan Islam. Sebuah kepemimpinan yang akan melahirkan sosok penguasa yang dicintai dan mencintai rakyatnya karena ketaatan kepada Allah SWT.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 3
Comment here