wacana-edukasi.com– Zaman sudah sedemikian semakin berubah, sejalan dengan semakin kapitalistiknya kehidupan. Perubahan zaman semakin menjauh dari hukum Sang Maha Pencipta kehidupan, bahkan kebanyakan manusia menganggap, perubahan zaman sebagai standart ukuran pembenaran, sehingga menganggap hukum Allah swt sudah tidak relevan. Bahkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, rekontekstualisasi fiqih sangat relevan dengan perkembangan dunia saat ini.
Dalam sambutannya pada pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies ( AICIS) yang ke- 20 di Surakarta, Senin ( 25/10/ 2021), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di antaranya menyampaikan bahwa pentingnya melakukan rekontekstualisasi sejumlah konsep fiqih dalam rangka merespon tantangan zaman.
Ia juga mengatakan bahwa ketidakstabilan sosial politik, perang saudara dan terorisme disebabkan oleh tindakan kelompok- kelompok muslim ultrakonservatif yang bersikeras menerapkan elemen fiqih tertentu dalam konteks yang tidak sesuai lagi dengan norma klasik yang ada pada era awal islam. Dan setiap usaha untuk mendirikan Negara Islam Al- Imamah al- Uzhma Universal atau Imamah Agung, yang juga dikenal sebagai al- Khilafah, hanya akan menimbulkan bencana bagi umat islam. Dan akan banyak pihak yang berebut untuk menguasai umat Islam di seluruh dunia. ( Bulletin Kaffah, 05/11/2021, ed.217)
Sebenarnya rekontekstualisasi fiqih bukanlah hal yang baru. Misalnya pada masa Menag Munawir Sadzali, terkait hukum waris yang hendak diubah menjadi satu banding satu dengan alasan karena perempuan sudah bekerja. Dimana ternyata hal itu adalah berasal dari hukum perdata Belanda pasal 852, yaitu laki- laki dan perempuan dimungkinkan mendapatkan hak waris yang sama.Padahal telah jelas aturannya di dalam Islam.
Zaman memang terus berubah, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, namun bukan berarti hal tersebut boleh berkembang begitu saja tanpa ada tela’ah bertentangan tidaknya dengan hukum Allah swt. Karena Islam tidak menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, bahkan Islam menjadi pelopor majunya ilmu pengetahuan dan tekhnologi melalui tangan- tangan cerdas generasi muslim di masa lalu.
Namun dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan baru akibat perubahan dan perkembangan zaman, Islam memiliki metode yang khas dengan ijtihad, yaitu proses penggalian hukum yang baru, sesuai dengan nash- nash al qur’an dan as-sunnah untuk menghukumi fakta atau kondisi yang baru ditemukan yang belum terjadi secara serupa pada masa Rasulullah saw dan para sahabat.
Akan tetapi ijtihad bukanlah mengubah hukum syari’at yang sudah ada, kemudian membuat hukum yang baru disesuaikan dengan fakta, seperti konsep rekontekstualisasi fiqih yang justru membahayakan. Karena rekontekstualisasi fiqih hanya akan semakin menjauhkan umat Islam dari hukum- hukum Allah swt, lalu merujuk kepada hukum- hukum kapitalisme buatan manusia.
Hukum Allah swt adalah hukum yang berlaku untuk seluruh zaman. Hukum Allah swt yang sempurna dan bersifat universal mampu menyelesaikan masalah sepanjang zaman. Jika ada hukum islam yang dinilai tidak relevan dengan keadaan zaman, maka sebenarnya karena keadaan tersebutlah yang telah tidak sesuai dengan hukum Allah swt. Dimana ia adalah sebuah kondisi keterpurukan zaman yang telah berpaling dari hukum Allah swt.
Tidak ada yang salah dengan hukum buatan Allah swt, karena Dia -lah yang Maha Pencipta kehidupan ini.
Leyla
Dramaga, Bogor
Views: 64
Comment here