Surat Pembaca

Hukuman Pencabulan Tak Membuat Pelaku Jera

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Halimah, S.Pd (Pemerhati Pendidikan)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pelecehan dan pencabulan pada anak terus terjadi bahkan dilingkungan yang berbasis agama seperti di pesantren. Bahkan pelakunya orang-orang terdekat, seperti guru bahkan pimpinan pondok pesantren. Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi pelajar, nyatanya malah menjadi tempat tertinggi terjadinya kekerasan seksual. Terlebih sekolah berbasis agama, seharusnya mampu menjadi contoh dalam perlindungan terhadap anak didiknya.

Terdakwa M diketahui dalam kurun waktu 2019 sampai dengan tahun 2022 bertempat di salah satu Pondok Pesantren di Sebedang Kabupaten Sambas didakwa oleh Penuntut Umum telah melakukan perbuatan cabul dan/atau sodomi yang melibatkan 13 santri laki-laki. Masing-masing santri mendapatkan perlakuan tidak senonoh tersebut kebanyakan lebih dari satu kali bahkan frekuensi terbanyak sampai 11 kali, yang dilakukan mulai dari lingkungan pondok pesantren, hotel di Pontianak, bermalam di suatu tempat hingga rumah pribadi terdakwa.

Dijelaskan oleh Humas atau Juru bicara Pengadilan Negeri Sambas Hanry Ichfan Adityo, SH, M.Kn, kepada media kalbar /mediakalbarnews.com, Selasa (12/9), bahwa modus melakukan perbuatan cabul sampai sodomi dengan alasan untuk bantu memijit, menemani tugas keluar kota sampai tindakan medis kesehatan santri. Dalam persidangan Terdakwa menyangkal semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya sehingga Majelis Hakim memerintahkan Penuntut Umum menghadirkan Penyidik yang berkaitan dengan pemeriksaan terdakwa di tingkat kepolisian agar menemukan titik terang.

Sebagai informasi, Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan Pidana Penjara selama 15 tahun denda Rp.100.000.000 subsider 3 bulan kurungan. Atas tuntutan tersebut, Majelis Hakim menyatakan tidak sepakat dan menjatuhkan Pidana Penjara selama 19 tahun denda Rp.150.000.000 subsider 6 bulan kurungan.

Beberapa sanksi yang diberikan tidak membuat pelaku jera. Masih banyak kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya penyelesaian masalah ini. Sebagai contoh, hukum kebiri kimia bagi predator seksual. Hukuman ini dinilai tidak menjerakan sebab suntik kebiri hanya menghentikan hormon/libido sehingga tidak akan efektif jika motif sang predator adalah psikologi.

Begitu pun hukuman penjara, terbukti tidak efektif sebab sedari dulu hukuman ini ada, tetapi kejahatan seksual malah makin meningkat. Apalagi sanksi administrasi, tentu tidak akan membuat pelaku jera. Hukuman mati yang jelas menjerakan, justru sulit dieksekusi karena dianggap bertentangan dengan HAM.

Selain hukumannya yang dianggap tidak menjerakan, juga banyak kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya penanggulangan kekerasan seksual. Misalnya, kurikulum pendidikan yang kian sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan) menjadikan para pelajar dan pengajarnya jauh dari agama.

Walhasil, sekalipun sekolah berbasis Islam, akan sulit terhindar dari budaya kufur ini sebab upaya liberalisasi begitu masif dari segala arah, baik pendidikan, keluarga, media, dan lainnya. Ini karena anak didik tidak bersentuhan dengan kiainya saja, mereka pun pasti terkena imbas dari budaya ini. Apalagi gawai sudah bukan barang baru bagi anak sekolah, termasuk para santri.

Terdapat banyak faktor yang berperan atas maraknya kekerasan di satuan pendidikan di bawah koordinasi Kemenag. Jika ingin persoalan ini selesai, benahi dahulu sistem pendidikannya agar tidak sekuler. Media juga tidak boleh di bawah kendali korporasi. Pemerintah harus bisa mengendalikan media agar yang tersodorkan pada seluruh warga adalah kebaikan. Begitu pun keluarga, rumah harus menjadi tempat teraman dan ternyaman.

Hanya saja, semua itu tidak mungkin bisa terlaksana dalam sistem hari ini. Dalam sistem demokrasi, justru negaralah yang berada di garda terdepan dalam menjamin kebebasan bertingkah laku. Oleh sebab itu, solusi agar persoalan kekerasan seksual selesai tuntas adalah penerapan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.
Wallahualam bis shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here