Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Wacana-edukasi.com, OPINI– Ibu merupakan figur yang mampu memberikan perhatian, kenyamanan, serta dukungan yang tidak terhingga. Kasih sayang dan cinta yang ia curahkan tidak pernah terbatas. Kesabaran yang dimilikinya seakan tidak pernah habis. Demi kebahagiaan keluarga, ibu rela berkorban tanpa pamrih.
Namun disayangkan, di tengah kejamnya realitas dunia, banyak ibu kini kehilangan nurani. Tersebutlah seorang ibu di Medan Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, yang dengan tega menjual buah hatinya sendiri. SS (27), sang ibu menjual bayinya seharga 20 juta rupiah, melalui perantara MT (55)kepada YU (56), dan NJ (40) (metro.tempo.com, 16/8/2024).
Apabila kita telaah kejadian semacam ini, ternyata merupakan kejadian yang berulang. Di mana seorang wanita di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) dengan inisial PNH (18) terlibat dalam penjualan bayinya dengan nilai Rp 4 juta. Hal ini dilakukan untuk memperoleh biaya pulang kampung (detiksumut.com, 29/2/2024).
Mencari Akar Permasalahan
Dari berbagai kasus penjualan bayi atau anak, faktor utama yang sering muncul adalah karena tekanan ekonomi yang memaksa. Sehingga banyak ibu yang dengan tega menjual buah hati mereka. Meskipun angka kemiskinan mengalami penurunan hingga Maret 2024 menjadi 9.03 persen dari 9.36 persen pada Maret 2023, kenyataannya menunjukkan bahwa banyak warga negara ini masih belum sejahtera. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan makan saja menjadi sulit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 mencapai 25.22 juta orang (Indonesia baik.id, 9/7/2024).
Tentu kita tidak bisa segera menyalahkan pelaku. Sebagaimana peribahasa mengatakan, sejahat-jahat induk harimau tidak akan memakan anaknya. Kebutuhan hidup terus berputar di tengah kenaikan harga yang tajam. ditambah dengan berbagai tagihan yang harus dipenuhi. Di tengah situasi ini, seseorang mungkin harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendirian tanpa dukungan dari suami, keluarga, atau kerabat. Sehingga harus menanggung beban ekonomi seorang diri.
Berbagai faktor lain yang menyebabkan situasi ini, seperti kelemahan keimanan si ibu tidak mampu menghadirkan Allah dalam aktivitasnya. Hal tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem pendidikan di negara ini, yang menghasilkan anak didik berorientasi pada materi semata. Semuanya diperparah oleh sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem ini telah menciptakan kesenjangan yang besar antara orang kaya dan orang miskin.
Selain itu, saat ini kepedulian masyarakat semakin berkurang. Faktor penyebabnya karena kesulitan yang mereka hadapi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, berbagai ide asing telah merasuk ke dalam pikiran manusia. Sebutlah seperti hedonisme, individualisme, dan permisifitas. Akibatnya mereka hanya memerhatikan diri sendiri tanpa memedulikan orang lain.
Semua faktor penyebab di atas bermula dari penerapan sistem kapitalisme sekuler di negara ini. Dalam sistem kapitalisme sekuler, agama tidak mengatur kehidupan sehingga manusia bebas melakukan apapun untuk memenuhi segala kebutuhan mereka. Akibatnya, kerusakan di berbagai aspek kehidupan sudah sangat terlihat.
Para penguasa dalam sitem kapitalisme adalah penguasa yang abai terhadap amanah untuk mengurusi rakyatnya. Mereka hanya mementingkan diri dan golongannya. Walaupun ada bantuan hanya alakadarnya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Itupun diberikan tidak merata untuk setiap warganya.
Solusi Penawar
Getirnya nasib ibu-ibu saat ini, tidak mungkin ditemukan dalam sistem Islam. Sebab seorang ibu akan melahirkan generasi yang akan meneruskan perjuangan. Oleh karena itu, seorang ibu harus merasa bahagia agar kebahagiaannya dapat disebarkan kepada keluarganya. Ibu dalam Islam adalah sosok yang dihormati. Mereka memiliki tugas mulia yaitu menjadi ibu dan mengelola rumah tangga (ummu wa rabbatul bait).
Ibu merupakan bagian dari masyarakat, yang merupakan tanggung jawab para pemimpin untuk merawat. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Rasulullah:
“Setiap individu di antara kalian adalah seorang pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh yang dipimpinnya” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim).
Dengan dorongan ketakwaan kapada Allah Swt, para pemimpin dalam Islam akan memberikan jaminan atas kebutuhan pokok. Begitu pula pendidikan dan kesehatan bagi setiap rakyatnya orang perorang tanpa melihat si kaya dan si miskin.
Untuk menciptakan seorang Ibu yang bertakwa, negara Islam menerapkan sistem pendidikan berbasis Islam dengan kurikulum yang berfokus pada aqidah Islam. Anak didik dalam sistem pendidikan tersebut akan dibentuk menjadi individu yang bertakwa dan diberi bekal ilmu kehidupan agar setelah menyelesaikan pendidikan mereka. Mereka akan menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga setiap tindakan yang mereka lakukan akan merujuk kepada hukum syariat Islam.
Berikutnya, negara menerapkan sistem ekonomi berbasis Islam di mana sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Negara juga memberikan kesempatan kerja sebanyak mungkin. Menyediakan pelatihan tenaga kerja dan berbagai fasilitas lainnya untuk memastikan para suami dapat memenuhi kewajiban mencari nafkah.
Dengan demikian, ibu akan memusatkan perhatiannya pada peranannya dalam mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya.
Sistem Islam juga akan membentuk masyarakat yang peduli terhadap sesama. Saling mengingatkan menjadi bi’ah dalam komunitas Islam. Hanya dengan menerapkan Islam secara menyeluruh dalam struktur pemerintahan khilafah. Keberkahan akan tersebar ke seluruh alam semesta. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah Swt;
“Apabila penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, Kami akan memberikan kelimpahan berkah dari langit dan bumi kepada mereka. Namun, jika mereka menolak dan mengingkari ayat-ayat Kami, maka Kami akan memberikan mereka hukuman sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan” (QS. Al-A’raf: 96).
Wallahu’alam
Views: 19
Comment here