Oleh: NS. Rahayu (Pengamat Sosial)
Wacana-edukasi.com “Dan hendaklan takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (TQS. An-Nisa: 9)
Pendidikan anak sangat penting di era globalisasi ini. Cukup banyak tantangan yang harus dihadapi para ibu untuk menjaga pemikiran anak agar senantiasa lurus dan berada pada jalan yang benar (Islam). Namun, banyak di antara ibu muslimah yang abai terhadap pendidikan anak.
Dalil nash di atas menunjukkan adanya seruan untuk tidak meninggalkan anak-anak dalam kondisi lemah. Hal ini berkaitan dengan pendidikan karena kelemahan dalam pemikiran dapat berakibat fatal. Keterpurukan umat saat ini, menjadi bukti lemahnya pemikiran yang mampu mempengaruhi cara pandang.
Syaikh Taqiyudin an Nabhani mengatakan bahwa kekayaan umat yang sesungguhnya adalah pemikiran dan metode berpikir. Bukan semata kekayaan ekonomi, SDA ataupun kecanggihan teknologi. Karena semua itu bisa dilestarikan oleh pemikiran.
Hari ini, Islam dianggap sebagai umat yang telah kehilangan pemikiran dan metode berpikir, sehingga kehilangan visi politik Islam dalam menjawab tantangan kontemporer, termasuk masalah geopolitik. Kaum ibu sibuk bekerja dan meninggalkan parenting, sehingga sulit untuk melihat kewajibannya dalam mendidik anak dan menegakkan jihad.
Hal itu disebabkan pemikiran (tsaqafah) asing telah memutus dan mengarahkannya pada deislamisasi dan sekulerisasi. Padahal dahulu sebelum diputus, muslimah memiliki kesadaran politik Islam yang sangat tinggi hingga mampu mencetak generasi penakluk. Tapi sekarang, tidak tampak lagi.
Hingga saat ini penting mengembalikan kesadaran muslimah pada peran bergengsi mereka sebagai ibu pendidik generasi (ummu ajyal), yang mempersiapkan generasi tangguh sebagai mujahid penakluk. Mereka terbentuk dari para muslimah yang memiliki kesadaran ruang dan kematangan visi geopolitik dalam mendidik generasi penerus Islam.
Sosok ibu yang berperan mencetak generasi pemimpin dan penakluk yang tidak takut oleh apapun dan siapapun kecuali pada Allah Swt., menjadikan generasi yang visioner.
Adapun peran ibu yang harus dilakukan adalah pertama, mengembalikan kesadaran identitas umat dan generasi sebagi umat yang satu dengan akidah Islam. Kedua, membangun kesadaran ruang umat dengan visi geopolitik Islam.
Sejarah telah mencatat sejarah kegemilangan Islam atas peran para ibu muslimah yang mengarahkan dan mendidik anaknya sebagi pemimpin dan penakluk yang memiliki ruhiyah yang tinggi dalam mengamalkan dan memperjuangkan Islam.
Salah satunya adalah ibu Muhammad Al-Fatih (penakluk Konstantinopel) yang memiliki kematangan pengasuhan. Setiap hari sang ibu menggembleng anaknya tentang pemikiran Islam, membawa putranya ke tebing tinggi untuk menunjukkan kota Konstantinopel yang dijanjikan Allah sebagai negeri yang ditaklukkan Islam. Sehingga tertanam dalam benak Al-Fatih untuk memenuhi janji Allah, menaklukkan Konstantinopel.
Sungguh perjuangan itu membutuhkan tangan-tangan ibu yang memiliki tsaqofah jihad dan memiliki manifestasi menjaga perbatasan negeri. Seorang ibu dengan kesadaran akan kewajiban mendidik anak berpadu dengan panggilan kewajiban jihad. Seorang ibu yang akan memiliki kemampuan menangkap tantangan zaman, kematangan pengasuhan bahkan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak agar bisa survive pada kondisi apa pun.
Generasi penakluk lahir dari rahim kaum ibu visioner yang sadar pentingnya persatuan untuk tegaknya Islam. Berjemaah adalah simbol persatuan umat Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Luruskan saf, jangan berselisih. Nanti hati kalian juga akan berselisih.” (HR. Bukhari Muslim)
Peran yang bisa diambil oleh muslimah dalam membina generasi untuk menjadi umat terbaik dapat dilakukan secara individual maupun komunal. Individu yaitu dengan mendidik anak di rumah sebagai ummu wa rabbatul bait, ini peran mendasar ibu. Komunal yaitu dengan membina generasi di ruang publik sebagi ibu generasi (ummu ajyal) hingga terbentuk kepribadian Islam. Wallhu’alam bishawab
Buku Referensi:
Geopolitik Ibu, Fika Komara & Tim Institut Muslimah Negarawan, Safar 1442 H/ Oktober 2020, Cetakan 1, Bab 2.
Views: 251
Comment here