Opini

Ilusi Kesejahteraan Guru Honorer

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Halizah Hafaz, S.Pd (Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Dalam peringatan Hardiknas 2024, seribuan guru honorer di Kota Medan speak up atas keterlambatan pemberian uang insentif guru honorer oleh Pemko Medan. Hal itu diketahui dari seorang guru honorer di salah satu SD Kecamatan Medan Deli berinisial MR. MR menyatakan bahwa program uang insentif guru honorer telah berlangsung selama beberapa tahun. Tahun ini adalah pertama kalinya Pemko Medan terlambat memberikan insentif. Saat Lebaran Idul Fitri kemarin, ribuan guru honorer merasa sedih. Karena pihaknya dijanjikan akan menerima insentif sebelum Lebaran, tetapi tidak ada uang yang cair hingga Lebaran berakhir. (medan.tribunnews.com, 05-05-2024)

Uang insentif memang sangat di tunggu-tunggu bagi guru honorer. Pasalnya, uang insentif cukup membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Betapa tidak, gaji yang diterima dari hasil mengajar di sekolah tidaklah cukup untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Di tengah harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, gaji guru tidak bisa diandalkan untuk situasi ini. Sehingga banyak para guru yang mencari kerjaan sampingan sebagai jalan pintas untuk mengatasi problem ekonominya.

Padahal, guru memegang kendali atas nasib anak-anak bangsa. Proses belajar mengajar akan sulit dioptimalkan jika gurunya bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, kesejahteraan guru akan sangat memengaruhi kualitas pendidikan suatu bangsa. Peran guru dalam kehidupan selalu terukir di sanubari. Jasanya tidak terlupakan dalam mengajarkan berbagai kemampuan bagi anak bangsa.

Sebutan pahlawan tidak hanya mereka yang berperang melawan penjajah. Namun, mereka yang setia dan sabar juga berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan kualitas anak bangsa. Merekalah para guru yang tulus memberikan pengetahuan tanpa batas waktu. Inilah realitas permasalahan insentif dan gaji guru honorer dalam sistem kapitalisme sekuler. Sungguh permasalahan ini tidak manusiawi. Padahal, guru honorer memiliki semangat kerja yang luar biasa.

Kapitalisme Biang Masalah
Biang masalah penggajian guru honorer yang tidak pernah terurai adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme telah membawa negeri ini berada dalam jurang kehancuran. Guru akan terus menderita dan terhina jika tetap hidup dalam sistem kapitalisme. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan masa depan negara. Seandainya pemerintah peduli terhadap peran strategis guru, pemerintah tidak akan abai dan membuat regulasi yang serius untuk menyejahterakan mereka.

Ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme sekuler tidak memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan kepada guru honorer, dan pemerintah sudah semestinya untuk peduli dan bertanggung jawab atas nasib guru honorer. Belum lagi dalam kapitalisme ada perbedaan antara ASN, PPPK, dan honorer. Masing-masing level sangat menentukan jumlah gaji yang diterima. Padahal tugas dan tanggung jawabnya sama. Guru honorer seperti warga kelas akhir dengan gaji tidak seberapa, nasib digantung tidak jelas, dan kesejahteraan tidak didapat.

Kesejahteraan Guru dalam Islam
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan rakyat yang wajib dipenuhi negara. Negara Khilafah akan mempersiapkan pendidikan dengan baik agar sesuai harapan. Mengingat pentingnya pendidikan bagi generasi masa depan, Khilafah memberikan penghargaan yang tinggi termasuk dengan memberikan gaji yang besar pada para guru. Sebagai bukti, Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah memberikan gaji bulanan sebesar 15 dinar kepada guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, yang setara dengan Rp80 juta jika dikonversi dengan harga emas saat ini. Gaji tersebut tentu diambil dari Baitul Mal.

Imam Jalaluddin as-Suyuthi menuliskan dalam Lubab al-Hadits, bahwa akan ada pahala bagi orang yang memuliakan guru, tidak lain adalah surga. Disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Barang siapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barang siapa memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga.”

Kemudian, posisi guru dalam Islam adalah aparatur negara (muwazif daulah). Tidak ada perbedaan antara guru PNS, PPPK atau honorer. Semua guru dimuliakan dalam Islam. Pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan yang diberikan kepada guru sama dengan yang diberikan kepada Zujaj pada masa Abbasiyah. Beliau mendapat gaji 200 dinar setiap bulan, sementara al-Muqtadir membayar Ibnu Duraid 50 dinar setiap bulan. Selain itu, negara akan mempertimbangkan kebutuhan guru dengan cermat, bukan hanya berdasarkan anggaran, sehingga jumlah guru akan sesuai dengan kebutuhan mengajar.

Tidak seperti guru honorer saat ini, para guru tidak perlu mencari pendapatan tambahan karena gaji mereka yang tinggi. Mereka dapat berkonsentrasi pada pekerjaan mereka sebagai pendidik dan pencetak sumber daya manusia berkualitas tinggi yang diperlukan untuk membangun masyarakat besar. Selain guru, karyawan sekolah yang berkontribusi pada proses pengajaran juga akan menerima kompensasi yang sebanding. Negara akan memberikan fasilitas sekolah sesuai kebutuhan tanpa mempertimbangkan desa atau kota. Selain itu, dana akan dialokasikan untuk riset dalam upaya menciptakan generasi cerdas yang siap memimpin dunia.

Hanya saja, sistem penggajian guru ini didukung oleh sistem lainnya yang diterapkan kafah dalam bingkai Khilafah. Dan sistem ekonomi Islam akan menjadikan baitulmal (kas negara) menjadi kuat. Dengan demikian, sudah saatnya untuk kembali pada sistem Islam kafah agar guru dimuliakan dan mampu menyejahterakan seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here