Opini

Ilusi Lembaga Antikorupsi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lely Novitasari

(Aktivis Generasi Peradaban Islam)

wacana-edukasi.com, OPINI– Tikus berdasi bisa diciduk Lembaga Anti Korupsi, tapi kalau bagian dari lembaganya yang pungli, lembaga mana lagi yang bisa dipercayai memberantas tindak korupsi ini hari?

Menjadi sorotan publik, temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pungli dari kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022 dengan nilai mencapai Rp 4 miliar di rutan KPK jelas mencoreng wajah lembaga antirasuah ini. Mengutip media Kumparan, dugaan pungli ini diindikasi terkait suap, gratifikasi dan pemerasan ke tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi.

Nilai yang tidak kecil, tentunya temuan ini berpengaruh ke integritas lembaga antirasuah hingga kepercayaan publik kian terdegradasi. Mengutip media BBC, pendapat Staf Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mengatakan bahwa kejadian ini hanyalah satu dari beberapa insiden yang membuat integritas KPK ‘pudar’ di mata publik.

Dilansir media tirto, meskipun lembaga antirasuah ini akhirnya melakukan penyelidikan terkait dugaan pungli dengan membentuk staf khusus, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Yogtakarta, Zaenur Rohman melihat ketegasan itu terkesan dilakukan tebang pilih.

“Terlihat ya bahwa Dewas itu sebenarnya bisa tegas kalau berhadapan dengan pegawai yang artinya level rendah. Tetapi kita lihat di kasus Lili Pintauli Siregar, Dewas seperti tidak menunjukkan sikap tegasnya,” kata Zaenur dalam keterangannya pada Jumat, 23 Juni 2023.

Ia menambahkan, pihak yang semestinya bertanggung jawab terhadap kasus pungli ini tidak hanya pelaku yang menerima uang alias pejabat level bawah saja. Tetapi juga jajaran pimpinan di atasnya yang gagal memberikan keteladanan dan melakukan pengawasan.

Senada dengan pernyataan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan bahwa dugaan pungli sejak jauh hari sudah dilaporkan penyidik KPK tapi tidak ada tindak lanjut dari Dewasnya. Kenapa justru baru sekarang merespon ketika Novel Baswedan menyinggungnya di podcast?

Lemahnya Lembaga Antirasuah

Lembaga yang dianggap bisa independen, menjadi pengawas juga pemberantas justru seperti menjilat ludah sendiri. Dengan adanya kasus dugaan pungli menandakan lemahnya integritas pegawai yang begitu mudah tergiur dengan harta dari jalan yang salah.

Muncul pertanyaan, jika pegawainya diduga pungli, apakah pimpinannya dan pejabat atasnya tidak mengawasi atau tidak tahu kinerja bawahannya? Ibarat ikan busuk bukan dari ekornya tapi dari kepalanya.

Penerapan sistem yang menjauhkan agama alias sekular menjadi racun di tubuh lembaga antirasuah itu sendiri. Sebab agama tidak boleh ikut campur, imbasnya keimanan merasa diawasi oleh Al Khaliq menjadi lemah. Tak hanya itu, hukuman pada pelaku korupsi atau mereka yang pungli ini hari kurang memberikan efek jera. Buktinya sampai ini hari masih saja berbagai kasus korupsi muncul.

Bahkan belum lama ada pejabat yang terungkap dengan aset-aset bernilai fantastis di luar kewajaran jabatannya secara tidak sengaja sebab ulah anaknya yang sok jagoan dan sering melakukan flexing di media sosialnya.

Ketidaksengajaan saja ada yang kena, harusnya dengan sengaja menyelidiki atau menyisir maka lebih maksimal dalam memberantas tindak korupsi.

Peristiwa ini memusnahkan sudah harapan masyarakat, jika lembaga antirasuahnya saja tidak luput dari pungli, berharap pada siapa lagi pemberantasan budaya korupsi? Semakin kuat bukti bahwa berharap pada sistem sekular-kapitalis yang nampak diterapkan hari ini hanya akan berujung kecewa. Pemberantasan korupsi yang sering dijargonkan kini makin mustahil terwujud.

Islam Menawarkan Solusi

Ibarat tubuh yang sakit, kondisi umum kehidupan kian terdegradasi hampir di seluruh lini, moral anak-anak rusak, angka kemiskinan kian marak, kriminalitas naik, ditambah buruknya penanganan tindak korupsi semakin fatal jika tidak segera diperbaiki.

Islam sebagai sebuah agama yang memiliki kelengkapan mekanisme jitu memberantas korupsi dengan tiga pilar tegaknya aturan Islam, diantaranya:

Mekanisme pertama, negara sebagai pelaksana hukum memberikan rambu-rambu dan sanksi tegas pada pelaku korupsi. Sesuai petunjuk dari Allah SWT. sebagai Al Khaliq Pencipta manusia tentu lebih tahu mana yang baik dan buruk buat makhlukNya. Allah Swt. memberikan petunjuk dengan memberikan sanksi tegasNya dalam surat al-Maidah ayat 38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Al- lah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Secara logika dengan pelaksanaan hukum yang tegas bisa memberikan efek jera tak hanya pada pelaku, tapi juga mencegah masyarakat lain meniru. Dengan begitu angka kriminalitas, termasuk korupsi bisa teratasi.

Di samping itu keberadaan seorang pemimpin dalam sebuah negara memiliki tanggung jawab besar atas rakyat yang dipimpinnya. Sabda Rasulullah tentang peringatan bagi pemegang amanah, “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka” (HR Ahmad).

Dialektika dalam hidup hanya ada dua, kalau tidak taat pada Allah, berarti taat syaiton (hawa nafsunya), ataupun sebaliknya. Maka seorang pemimpin selayaknya memiliki ketaatan hanya pada Allah Swt. Sebab pemimpin yang amanah memberikan dampak positif pada rakyat yang dipimpinnya.

Sebagaimana Rasulullah Saw. contohkan di masa hidupnya, beliau tak hanya menjadi Nabi dan Rasul terbaik, tapi juga seorang suami, ayah, sahabat, panglima perang, bahkan pemimpin negara yang paling baik. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah tak sekedar menyampaikan Islam sebagai agama ritual, tetapi juga sebagai sebuah sistem yang dapat diterapkan oleh pemimpin negara.

Kedua, peran serta masyarakat. Dengan adanya kontrol masyarakat yang saling amar ma’ruf nahi mungkar dapat meminimalisir perilaku pungli ataupun korupsi. Masyarakat mengkondisikan rasa malu pada pelaku agar perbuatan maksiat itu bisa dicegah.

Ketiga, mencetak individu yang berkepribadian Islam. Pola pikirnya memiliki rasa takut pada sanksi tegas oleh negara, begitupun saat di akhirat. Sebab cctv Al Khaliq tidak bisa sedikitpun disabotase. Pola sikapnya atas keimanan individu berkepribadian Islam senantiasa lebih memilih perbuatan yang baik sesuai standar Islam, tidak merugikan masyarakat juga dirinya sendiri termasuk menjaga diri dari perilaku korupsi.

Tentunya ketiga pilar ini hanya bisa dikondisikan ketika Islam yang dijadikan sebagai standar dalam aturan bernegara. Jelas bertolak belakang dengan sekularisme yang menjauhkan agama hingga ketakutan akan pengadilan yang tegas dan jera tidak bisa dirasakan.

 

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here