Oleh: Renita (Aktivis Peduli Ummat)
Wacana-edukasi.com — Presiden Amerika terpilih Joe Biden-Kamala Harris akhirnya resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat ke 46 pada 21 januari 2021. Dalam pelantikan tersebut, Biden menjanjikan adanya perubahan pada kepemimpinannya. Di antara janji-janji yang dilontarkan Biden yakni, menyatukan kembali perpecahan yang ada di AS, memimpin seluruh AS, menjalankan peran AS dalam menjaga perdamaian dunia serta membasmi supremasi kulit putih di AS.
Menanggapi hal itu, Indonesia berharap di bawah pemerintahan Biden, AS akan memiliki komitmen yang kuat terhadap pemeliharaan perdamaian dunia, termasuk soal Palestina. Menlu Retno Marsudi mengungkapkan, harapan Indonesia terkait peran positif Amerika terhadap penyelesaian konflik Palestina–Israel yang berkeadilan sesuai dengan resolusi PBB ataupun parameter internasional yang telah disepakati. Selain itu, Indonesia juga berharap AS dapat menjadi pelopor terciptanya kedamaian, keamanan dan kestabilan dunia ditengah kerentanan perdamaian dan stabilitas global. Pun, Indonesia secara tegas memilih solusi dua negara sebagai upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel (republika.co.id, 21/01/2021).
Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai orang nomor satu di Amerika, banyak pihak terutama dunia islam berharap adanya angin segar atas hubungan Israel-Palestina. Mengingat, pada masa pemerintahan sebelumnya, Trump telah memperbaharui berbagai kebijakan AS terhadap konflik Israel-Palestina. Selain itu, Trump juga sangat telanjang mendukung Israel dalam rangka mendiskreditkan Palestina. Seperti diberitakan NPR, Trump telah membekukan kantor urusan Palestina yang bermarkas di Washington, mengalihkan kedutaan AS ke Yerusalem, bahkan memutus bantuan kemanusiaan kepada Palestina (tirto.id, 21/01/2021).
Biden dan Penjajah Yahudi
Yahudi merupakan mitra terpercaya Amerika di Timur Tengah. Hal ini disebabkan adanya kesamaan ideologi dan sejarah yang mengikat keduanya. Maka, keberadaan penjajah Yahudi merupakan hal yang urgen bagi AS untuk menciptakan instabilitas permanen di Timur Tengah. Penjajah Yahudi bagaikan duri dalam daging yang sengaja ditanamkan Barat untuk tetap menimbulkan gejolak di kawasan panas tersebut demi legitimasi intervensi Amerika. Sehingga, bagi AS menjaga eksistensi Yahudi merupakan perkara yang tak bisa ditawar lagi.
Apabila kita membaca secara umum kebijakan yang akan dilakukan Biden, sangat jelas terlihat fokus utama pemerintahan Biden yakni tetap menjaga keamanan nasional Israel. Seperti yang diungkapkan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan, bahwa AS akan selalu berdiskusi dengan Israel terkait masalah keamanan regional. Selain itu, adanya kemungkinan peningkatan kemitraan selama beberapa bulan ke depan, seiring dengan keberhasilan normalisasi Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Maka, merupakan suatu kemustahilan secara empiris dan keharaman secara normatif untuk menggantungkan penyelesaian pendudukan Israel terhadap Palestina pada AS. Sebab, sebagaimana pemimpin Amerika lainnya, Biden akan mengacu pada solusi dua negara (two state solution) dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Hal ini dimaksudkan agar Palestina dan Israel dapat menikmati keamanan, kebebasan, kemakmuran, dan demokrasi yang setara.
Two state solution adalah solusi semu yang selalu ditawarkan Amerika dalam rangka menyelesaikan krisis Palestina. Inti dari solusi ini yakni, tetap mempertahankan penjajah Yahudi, dengan memanfaatkan Palestina sebagai negara lemah yang sengaja dikendalikan agar tidak mengancam entitas Yahudi. Maka jelas, solusi ini tidak akan pernah menjadi solusi tuntas dalam mengakhiri krisis Palestina. Sebab, solusi ini tetap mensyaratkan keberadaan entitas Yahudi di wilayah Palestina.
Padahal, permasalahan utama Palestina justru karena eksistensi penjajah Yahudi yang merampas tanah Palestina, mengusir dan membunuh penduduknya, membangun perumahan ilegal serta terus membombardir wilayah Palestina. Alhasil, berharap Biden menjadi penyelamat bagi umat hanyalah ilusi semata. Sebab, keberadaan AS sebagai negara adidaya dunia nyatanya tak berpengaruh sedikit pun bagi dunia Islam. Alih-alih mendamaikan konflik antar negara, justru AS hanya memperkeruh suasana dengan berpura-pura membela demi menjaga kepentingan nasional negaranya.
Faktanya, pergantian kepemimpinan AS tidak akan mengubah kebijakan luar negeri Amerika terhadap Timur Tengah. Siapa pun yang menjadi “the rulling party”, baik Biden maupun Trump akan tetap menjalankan prinsip pokok negara kapitalis sekuler yakni, menyebarluarkan kapitalisme di dunia dan tentu menjaga eksistensinya sebagai ideologi utama dunia. Selain itu, Amerika tidak akan membiarkan berkembangnya ideologi yang akan mengancam eksistensi kapitalis. Sehingga, tak heran jika AS dan sekutunya sangat serius dalam menjegal kemunculan kekuatan politik Islam.
Haram Menguasakan Kaum Muslim kepada Kaum Kafir
Merupakan suatu keharaman ketika menggantungkan penyelesaian konflik Palestina-Israel kepada AS. Sebab, AS merupakan kafir harbi fi’lan yakni kaum kafir yang secara terang-terangan memusuhi kaum muslimin serta membantu Israel dalam mempertahankan bercongkolnya entitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, terdapat larangan keras untuk menguasakan negeri muslim ke tangan negara kafir.
Sebagaimana firman Allah Swt:
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ’: 141)
Ayat tersebut menjelaskan terkait larangan untuk membuka jalan bagi kafir menguasai kaum muslimin dalam bentuk apa pun. Ayat ini juga sekaligus menegaskan politik luar negeri Islam yang memposisikan akidah Islam sebagai landasan bagi ideologi negara.
Maka, kaum muslim tidak boleh menggantungkan harapannya pada kaum kafir dan wajib memiliki kedaulatan penuh tanpa adanya dikte asing. Semestinya umat sadar dan tidak jebak dengan janji manis penguasa kapitalis yang menghembuskan angan-angan akan perdamaian bagi dunia Islam. Umat harus memiliki agenda tersendiri dalam rangka menandingi hegemoni barat yang telah meruntuhkan peradaban Islam. Sebab, masalah utama kaum muslim saat ini adalah tidak adanya visi dan misi dalam membangun kembali peradaban Islam dengan kekuatan politik global yang dapat mempersatukan kaum muslimin.
Khilafah Harapan Baru Umat Islam
Perlu disadari bahwa keterpurukan dan penjajahan yang dialami umat muslim hari ini, disebabkan karena tidak adanya institusi yang menaungi umat Islam dalam menghadapi kekuatan hegemoni kapitalisme global. Institusi yang mempersatukan kekuatan kaum muslim serta membebaskan negeri muslim dari penjajahan AS dan sekutunya. Maka, saatnya umat menggantungkan harapan pada Institusi yang memiliki kedaulatan penuh dan mampu berdiri tegak sebagai negara adidaya tanpa mengharapkan belas kasih dari Barat. Harapan itu hanya ada pada Khilafah dan Islam.
Dengan demikian, penegakan khilafah adalah agenda penting umat saat ini. Sebab, tanpa Khilfah umat muslim bagaikan anak ayam kehilangan induk yang mudah untuk diterkam dan dimangsa oleh hewan lain karena tidak memiliki pelindung yang dapat menjaga dirinya. Maka, umat membutuhkan pelindung yang dapat menjaga kehormatannya sekaligus melepaskannya dari berbagai kezaliman dan penindasan orang kafir. Sebagaimana pernah terjadi saat Islam menjadi adidaya dunia selama 13 abad melalui institusi Khilafah Islamiyyah.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 8
Comment here