Cerbung

I’m A Journalist

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Grizelle

Part 10
Penculikan Duo Jurnalis

“Alhamdulillah, selesai juga.”

Sofia mereggangkan kedua tangannya.

“Eh! Kita pergi ke mal, yuk!”

Sofia menghampiri meja kerja Sherly.

“Ehmmm … Boleh juga.”

Mata Sherly berbinar.

“Sudah lama kita nggak cuci mata sama-sama. Btw, Brand Anisa lagi ngeluarin produk-produk baru, lho. Nggak sabar aku pengen segera meluncur ke sana. Memilih baju-baju yang super kece. Baju-bajunya itu kualitasnya nomor satu. Model-model baju yang dikeluarkan juga selalu update.”

“Oh, ya? Wah, keren bingiiitttt.”

Mata Sofia ikutan berbinar.

“Tapi, elo izin dulu sama suami elo. Ntar dia nyariin lagi.”

“Nggak perlu.”

“Lho, kenapa? Pengantin baru ada apa, nich?”

Sherly tidak menjawab pertanyaan sahabatnya.

“Tuch, benar, kan, tebakan Gue. Sedari pagi kuperhatikan gurat wajahmu begitu sendu. Sis, what’s wrong with you? What can i do for you? You can share your problem to me. I’m your best friend, so you can believe me.”

“I’m fine. Thanks.”

“Oke. I hope so.”

“Hei, ada apaan, sich? Boleh gabung, nggak?”

“Enggak boleh.” Jawab Sherly dan Sofia serempak.

“Lagian, Elo kepo banget sich, Mr. Edo?” tanya Sofia.

“Yach, barangkali kalian juga mau berbagi cerita denganku.” Edo memegang tengkuknya.

“Sudah, pulang sana! Ini urusan cewek.” Sherly pura-pura mengusir Edo.

“Sher, kamu tega banget sama aku. Aku, kan, kangen berat sama kamu.”

“Hmmm … i don’t care with you, Edo. Udah yukkk kita tinggalin dia di sini.”

Sherly menggandeng tangan kanan Sofia dan keduanya berjalan beriringan menuju lift khusus karyawan.

“Serius nich, aku ditinggal?”

“Bye-bye, Edo. See you ….”

Kedua gadis tersebut berbalik sebentar dan melambaikan tangan mereka ke arah sang editor. Setelah itu, keduanya tertawa lepas.

“Si Edo kangen berat tuch, sama elo. Kasian banget dicuekin kayak gitu.”

“Biarin saja,” jawab Sherly.

“By the way, Sher, pernah nggak sich, elo ngerasa bosan gitu dengan aktivitas yang elo jalani. Kalo di kantor paling kita sibuk dengan urusan kerjaan. Kalo di rumah paling ya, cuma selonjoran manjain badan karena rasa letih mendera seluruh tubuh kita. Betul, kan? Tenaga terkuras karena kerjaan. Oh ya, bukankah karena kesibukan yang banyak menyita waktu, Kakek Hermawan sampai turun tangan ngejodohin elo sama Alex? Tahu nggak, sich. Kehidupan gue itu nggak jauh beda sama elo.”

Dalam hati Sherly membenarkan pernyataan sahabatnya itu. Kakeknya sudah berkali-kali memintanya untuk segera menikah. Namun, dia terlalu sibuk kerja dan mengabaikan permintaan sang kakek. At last, sang kakek sampai turun tangan ngurusi perjodohannya sama Alex.

“Aku jadi kangen sama kakek. Bagaimana kabarnya, ya?”

“Video call saja, Sher! Kakek pasti juga tengah merindukanmu.”

“That’s a great idea. I like to hear it. I’ll call him tonight.”

“Kita keasyikan ngobrol ya. Lihat! Sekarang kita sudah sampai di parkiran. Kita mau pakai mobil siapa, nich?”

“Kita pakai mobil Alex saja.”

“Oke, Ny. Alex. No problem. Mobilku biar menginap di kantor saja.

“Eh! Elo tunggu di sini saja. Gue ambil mobilnya dulu.”

“Oke,” jawab Sofia singkat.

Saat Sherly hendak membuka mobil, datang seseorang dari arah belakang dan membekap hidung dan mulutnya dengan sapu tangan. Sherly seketika pingsan. Sementara, Sofia yang merasa cemas tidak mengindahkan perkataan sahabatnya untuk diam di tempat. Justru, dirinya menuju tempat Sherly memarkir mobil suaminya.

“Hei, siapa kamu? Lepaskan temanku atau aku akan berteriak kencang!” Sofia berteriak kepada pria bertopeng bertubuh kekar yang sedang membopong tubuh Sherly.

“Bruk!” Tubuh Sofia jatuh ke tanah. Ada seseorang yang telah memukul kepalanya dari belakang.

“Ayo, kita bawa saja dua-duanya ke dalam mobil!” Perintah salah seorang pria bertopeng.

“Baik, Bos!” jawab pria bertopeng lainnya.

Setelah meletakkan kedua sasarannya di kursi mobil, seorang pria bertopeng dengan tinggi badan sekitar 160 cm bersiap melajukan mobilnya, seorang yang lain duduk di sampingnya.

“The Big Boss pasti suka dengan tangkapan kita. Hahaha … kita akan mendapatkan bonus besar. Aku sudah tidak sabar ingin segera menikmati uang hasil kerja keras kita. Bagaimana menurutmu, Bro?”

“Aku pun sudah tak sabar seperti halnya dirimu. Dengarkan! Kita bisa gunakan uang itu untuk jalan-jalan ke luar negeri. The Big Boss menjanjikan bonus lima kali lipat.”

“Menurutku, dua jurnalis cewek ini lebih baik dilenyapkan saja. Kalau dibiarkan hidup, suatu hari nanti mereka bisa membahayakan kita.”

“Kamu benar. Kita sampaikan saja hal ini ke Big Boss. Aku rasa The Big Boss akan setuju dengan ide kita. Hahaha… Sungguh kasian. Mereka tak akan berumur lama. Orang kritis zaman now harus dibabat. Yang penting itu dhuwit. Ada dhuwit, kita hidup.”

“Hahaha ….”

Keduanya tertawa terbahak-bahak.

Mobil yang mereka kendarai terus melaju menuju perbatasan kota yang sepi penduduk. Meski suara mereka menggelegar membelah angkasa, akan tetapi kedua jurnalis cantik itu belum sadarkan diri. Kedua tangan mereka diikat di belakang punggung dan mulut mereka disumpal dengan kain.

***

“Sudah azan Maghrib. Kenapa Sherly belum pulang? Dia juga tidak mengirim pesan apa pun padaku. Apakah dia masih marah?” gumam Alex. Sedari tadi dirinya mondar-mandir menunggu kepulangan Sherly, namun yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba.

“Tuan, apa saya perlu menjemput Nyonya di kantornya?”

“Tidak perlu, Pak Wingky. Kita tunggu saja. Mungkin sebentar lagi dia pulang.”

“Saya juga berharap demikian. Lalu, apa yang bisa saya kerjakan saat ini, Tuan?”

“Pak Wingky istirahat saja dulu. Jika nanti saya membutuhkan Pak Wingky, saya akan panggil Pak Wingky.”

“Baik, Tuan. Saya permisi dulu.” Pak Wingky meninggalkan Alex seorang diri di ruang kerjanya.

“Hmmm … baiklah, aku ingin melihat apa yang sedang kaulakukan.”

Alex melihat ke layar komputer. Alex menelusuri keberadaan Sherly melalui benda pipih yang ada di hadapannya.

“Apa yang dia lakukan? Apakah dia ada tugas ke luar kota? Kenapa dia tidak meminta izin terlebih dahulu? Sher, keterlaluan kamu!”

Karena penasaran, Alex mencoba melihat aktivitas yang sedang dilakukan oleh sang istri.

“Apa?”

Alex terhenyak. Apa yang dilihatnya di layar komputer benar-benar di luar dugaannya.

“Siapa mereka? Ini kasus penculikan.”

Alex mencari sebuah nomor, lalu meneleponnya.

“Tolong, kamu bergerak ke arah perbatasan kota. Cari istri saya. Nanti saya kirim fotonya. Kelihatannya dia diculik. Sebar anak buahmu untuk mencari keberadaannya.”

“Baik. Saya akan segera memerintahkan orang-orang saya untuk mencari istri Anda.”

“Terima kasih.”

“Sama-sama, Pak.”

“Apa ini ada hubungannya dengan foto itu?” gumam Alex.

“Pak Wingky!”

“I-iya, Tuan. Ada apa?”

“Siapkan mobil sekarang. Kita akan menuju perbatasan kota. Sherly diculik.”

“Apa? Baik, Tuan. Saya siapkan sekarang.” Pak Wingky segera menormalkan rasa terkejutnya dan berlari kembali ke kamar untuk mengambil kunci.

“Bibi!”

“Iya, Tuan. Bibi, tolong jaga rumah. Berhati-hatilah! Jika ada apa-apa, segera hubungi saya!”

“Baik, Tuan.”

“Kami akan pergi ke perbatasan kota. Sherly diculik.”

“Apa??? Diculik?? Ya Allah, tega sekali para penculik itu. Apa yang mereka inginkan?”

“Kami berangkat dulu, Bi Ijah.”

“Baik, Tuan. Hati-hati.”

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here