Oleh: Ummu Haneem
Fight the Enemy
“Ayo … cepat. Serahkan tasmu itu padaku!”
Sherly turun dari mobil perlahan. Dirinya tersenyum samar. “Adhuh, kakiku!” Sherly menginjak kaki si pria bertopeng dengan sepatu high heel-nya yang memiliki ketinggian 7 cm. Pantas saja si pria bertopeng tersebut mengadhuh kesakitan.
“Kau … ” pria itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah Sherly. “Berani sekali kau menginjak kakiku. Awas saja kau!” Ancam si pria bertopeng.
Belum selesai si pria itu mengucapkan kalimat berikutnya, sebuah pukulan mendarat mengenai tengkuknya. Pria tersebut terjerembab jatuh. Kemudian, berbalik ke arah si pemberi pukulan. “Kau?” Pria itu nampak begitu marah. Dia tak terima atas apa yang diterimanya.
“Aku? Seharusnya kami yang bertanya padamu. Siapa kau? Berani sekali kau mengempesi keempat ban mobilku sekaligus.” tanya Alex kepada pria bertopeng.
“Hahaha … Kau ingin tahu siapa diriku? Pria itu tertawa dengan pongahnya. “Jangan harap!”
“Baiklah, tidak mau mengatakannya? Apakah si botak yang menyuruhmu?” tanya Alex kembali dengan nada lebih tinggi.
“Apa? Hahaha … Terserah saja kau mau bilang apa. Bagiku, uang adalah segalanya. Hai, kau!” Pria bertopeng menunjuk ke arah Sherly. “Serahkan foto itu, cepat!” Pria itu menggertak Sherly.
“O … rupanya kau menginginkan foto itu. Artinya, kau ini pasti ada kaitannya dengan si botak berperut tambun. Apa kau tahu, lihat ini!” Sherly menunjukkan sebuah rekaman video di hp-nya. “Bagaimana? Apa kau masih punya keberanian untuk melawan kami? Sebaiknya kau menyerah saja. Kata-kata yang baru saja kau ucapkan telah terekam di sini. Bagaimana, hah?”
“Kalian? Meski wajah pria itu tertutup topeng, tapi api kemarahan yang nampak dalam sorot matanya tak mampu berbohong. Pria bertopeng itu bergerak cepat dan berhasil memukul wajah tampan Alex. Perkelahian di antara keduanya tidak terelakkan lagi. Kini, Alex berada di bawah ancaman belati. “Dengar, aku bisa saja menggores wajahmu ini! Sekarang, perintahkan istrimu untuk menyerahkan foto itu padaku. Cepat!
Sebuah tendangan berhasil membuat si pria bertopeng menjatuhkan belatinya. Pria tersebut berbalik arah. “Kau? Hahaha … Rupanya kau jago kungfu. Kamu bukan perempuan biasa. Baik, ayo maju! Serang aku lagi.” Hardik si pria bertopeng kepada Sherly.
“Oke, aku tidak takut padamu.” jawab Sherly dengan lantang.
“Hei, kalian! Apa yang sedang terjadi di sini?” Satpam mall berlari mendekati mereka.
Kaget. Tidak mau memperpanjang urusan, si pria bertopeng berlari keluar dari area parkir kendaraan. Ternyata, di sebrang jalan dia telah tunggu oleh seseorang yang bertopeng pula. Pria tersebut mengendarai sebuah kendaraan roda dua. “Bagaimana, apa kau berhasil?” tanya si pria yang di atas motor.
“Tidak. Tapi, aku janji aku pasti akan segera kembali untuk membuat perhitungan dengan mereka. Ayo, kita segera pergi dari sini.”
“Baiklah, ayo!” Pria bertopeng yang duduk di bagian depan segera menjalankan kendaraannya.
“Apa kalian tidak apa-apa?” tanya satpam mall kepada Sherly dan Alex.
“Alhamdulillah, hanya luka kecil. Inshaa Allah, tidak apa-apa.” jawab Alex.
“Baiklah, kalau begitu saya permisi.” Security meninggalkan area parkir. Sementara itu, Sherly dan Alex segera naik ke mobilnya. “Apa kau tidak apa-apa?” tanya Alex pada istrinya.
“He … hem … Aku baik-baik saja. Sherly tidak akan pernah takut dengan ancaman mereka.” Sherly melipat kedua lengannya di depan dadanya.
“Hebat! Istriku sungguh pemberani. Tapi, kenapa dengan seekor kecoa saja kamu takut?” Alex menggoda Sherly.
“Tidak. Aku tidak takut. Aku hanya geli saja dengan binatang kecil itu.” Sherly berbohong pada Alex, padahal sebenarnya memang dia takut kecoa.
“Oh … Oke.” jawab Alex sambil menebar senyuman ke arah sang istri.
Suasana hening untuk beberapa saat. Sherly menghadap keluar jendela mobil menikmati pemandangan kota yang begitu padat kendaraan. Dia mengatur nafasnya dan berupaya menormalkan kembali degup jantungnya. Entah kenapa jantungnya rasanya mobat-mabit setiap kali mendapatkan kalimat rayuan dari sang suami. “Gila! Kenapa diriku jadi seperti ini? Ah, tidak mungkin aku menaruh rasa padanya. It’s impossible. Aku baru bersamanya beberapa hari ini, tidak mungkin aku jatuh cinta padanya. “Tidak, tidak, tidak!” Sherly menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sher, are you fine? What’s wrong with you? Why did you shake your head? Do you have a headache?” Alex khawatir dengan kondisi Sherly.
“No, I’m okay. Relax, please!”
“Aku takjub melihatmu. Tak ku sangka istriku jago kungfu. Meski kau mengenakan jilbab dan khimar besar, kedua hal tersebut tak menghalangimu untuk memberikan pukulan dan tendangan ke pria bertopeng. Haha … istriku, pantas saja … ” Alex tidak melanjutkan kalimatnya. “kau, super bawel.” Alex bergumam dalam benaknya. Tidak berani mengungkapkan kepada sang istri secara langsung. Takut bawelnya tiba-tiba kumat lagi.
“Pantas saja, what? Kenapa kamu tidak melanjutkan kalimatmu? Apa kau sedang mengejekku?” Sherly meninju lengan kiri Alex.
“Ow, sakit. Please, don’t do that!”
“I’m sorry, Alex. Apa sakit sekali?” Sherly memandang wajah Alex dengan mata nanar karena merasa bersalah. Dia memegang lengan kiri Alex, “Apa rasanya sakit?”
“Iyup, sedikit.” Alex melempar senyuman kembali pada istrinya. Lalu, mengerlingkan mata kanannya. Tentu saja jantung Sherly mobat-mabit kembali.
“Senyum itu … Huffffft … Jantungku.” Sherly meniup udara keluar dari mulutnya karena dirinya tiba-tiba merasakan irama jantungnya berdetak tidak normal.
“Oh, my God. Kita terjebak macet. Semoga kemacetan ini segera berakhir. Sher, did yo hear me?”
Tidak ada jawaban.
“Sher, are you okay?” Karena tidak ada jawaban, maka Alex ingin menepuk bahu Sherly. Namun, justru disaat yang bersamaan Sherly menghadap ke arahnya. Alhasil, keduanya beradu pandang. Alex memandang istrinya dengan lekat. Lalu, tersenyum. Lagi-lagi, senyuman itu berhasil membuat hati Sherly mobat-mabit. Susah payah dia meredam perasaannya, tapi yang terjadi jantungnya malah semakin berdegup kencang. “Oh, my God … ” Sherly mengipasi wajahnya dengan kedua tangannya
Views: 0
Comment here