Opini

Impor Beras Makin Bablas, Kedaulatan Kian Ambals

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com,OPINI– Makan adalah salah satu kebutuhan hidup. Dari makan inilah, individu dapat kuat dan menegakkan tulang untuk beribadah dan beraktivitas. Maka dari itu, individu memerlukan makanan pokok untuk melanjutkan sisa usia hingga ajal menjemput.

Makanan pokok tiap daerah pun berbeda-beda. Rakyat Indonesia kebanyakan mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok mereka. Sumber karbohidrat yang berasal dari beras inipun menjadi banyak dibutuhkan.

Melansir dari CNBC Indonesia (2/1/2024), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras.

Begitulah alasannya mengapa impor beras masih dilakukan. Akan tetapi, apakah beras yang diproduksi warga Indonesia sendiri tidak mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia?

Persediaan Beras di Indonesia

Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk impor beras, ada pihak yang menolak keputusan tersebut. Karena prediksinya, tahun 2024 produksi beras akan naik dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan seperti iklim yang kembali normal dan harga gabah kering panen yang masih mumpuni. Sedangkan impor beras akan memukul harga gabah saat panen raya nanti.

Pendapat lain pun mengemukakan bahwa kebutuhan awal 2024 masih dapat dipenuhi dari sisa impor tahun lalu. Per Desember 2023, stok Bulog masih 1,6 juta ton, di ID Food kurang lebih 2 juta ton, dan di level daerah ada 6,7 juta. Artinya, stok beras awal tahun masih di atas 10 juta ton, sedangkan kebutuhan beras nasional per bulan berkisar hingga 2,5 juta ton. (CNN Indonesia, 10-10-2024).

Jika kebutuhan beras masih bisa dipenuhi, lalu mengapa harus memaksakan impor? Bagaimana nasib petani nanti?

Perspektif Kapitalisme

Jika ditelaah, rakyat masih banyak yang sulit dalam mengakses beras, sedangkan stok beras mencukupi, ada kemungkinan bahwa problemnya berasal dari distribusi dan pengaturan stok, bukan berasal dari produksi. Kebanyakan distribusi beras dikendalikan oleh swasta. Hal ini sudah ramai diketahui. Dan, jika tangan swasta yang mengendalikan, keuntungan lah yang menjadi tujuan. Maka, akan sangat wajar jika rakyat yang berada dalam tingkat ekonomi di bawah menjadi kesulitan dalam mendapatkannya.

Apabila distribusi dikelola mandiri oleh negara, semua kalangan akan mendapatkan beras, termasuk rakyat yang kurang berkecukupan. Namun sangat disayangkan, pengelolaan dalam negeri ini bersifat kapitalisme yang meniadakan hal tersebut. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, peran negara bukan sebagai pengurus rakyatnya, tapi hanya sebagai regulator.

Sistem ekonomi kapitalisme juga memunculkan disparitas antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini dikarenakan akses modal si kaya makin lebar, sebaliknya bagi si miskin. Dan, hal ini juga yang menjadikan semakin banyak rakyat yang kesulitan mendapatkan pangan yang layak karena semakin banyak rakyat miskin yang tidak punya uang untuk membeli beras.

Banyaknya SDM seharusnya akan meningkatkan produktivitas untuk memproduksi beras, jika dikelola dengan baik. Namun, beberapa petani kehilangan sawah mereka karena dialihfungsikan untuk industri. Benih, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya, kian dikuasai asing. Sehingga, komisi yang didapat oleh para petani pun makin kecil. Hal ini memunculkan stigma bahwa petani merupakan profesi yang erat dengan kemiskinan. Ditambah lagi dengan jika impor saat masa panen, hal ini menjadi pukulan buat para petani.

*Cara Islam Mengelola*

Karena kepentingan pengusaha yang menjadi fokus utama para penguasa, maka swasembada pangan akan kecil kemungkinannya jika dalam sistem kapitalisme. Maka, swasembada pangan hanya dapat terwujud dalam pengelolaan negara berdasarkan Islam. Sistem Islam membuktikan bahwa swasembada pangan dapat terwujud tanpa bergantung pada negara lain.

Caranya yaitu, penguasa melakukan perannya sebagai pengurus rakyat, mulai dari produksi sampai distribusi. Keterlibatan swasta diperbolehkan, tetapi negara yang memegang kendali. Setiap warga harus dipastikan dapat mengakses pangan oleh penguasa. Semua perangkat negara, baik dari RT sampai pusat berkolaborasi untuk memenuhi hak setiap rakyat.

Lalu, jika pada masa paceklik atau bencana alam atau yang lainnya menyebabkan stok pangan berkurang, diperbolehkan melakukan impor tetapi harus sesuai dengan ketentuan syariat mengenai perdagangan luar negeri. Selanjutnya, orang yang dapat menghidupkan tanah mati akan mendapatkan pahala yang besar, menurut syariat.

Seperti dalam sebuah hadis,
“Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka ia akan mendapatkan pahala padanya. Dan apa yang dimakan oleh ‘awafi, maka ia adalah sedekah baginya.” (HR Ad-Darimi dan Ahmad).

Namun, dalam Islam, jika tanah ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut, maka kepemilikan tanah akan hilang. Tanah tersebut akan diberikan oleh negara kepada orang lain yang sanggup mengelolanya. Peningkatan produktivitas pertanian akan terjadi jika ada persatuan antara aturan tentang produksi dan kepemilikan lahan. Dan juga, kesejahteraan rakyat yang menjadi fokus kebijakan penguasa seperti kemudahan dalam penyediaan pupuk, bibit, dan lain sebagainya, akan meningkatkan semangat para petani untuk terus menerus dalam menanam.

Itulah berbagai cara Islam untuk melaksanakan swasembada pangan yang akan membuat negara berdaulat. Dan, semua hal tersebut akan bisa optimal jika hanya diterapkan sistem Islam secara kaffah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengupayakan dan memperjuangkan kembalinya sistem Islam yang menyeluruh. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here