Oleh : Watini Aatifah
wacana-edukasi.com, OPINI– Dilansir dari detikfinance.com, Sabtu (25/03/2023) bahwa pemerintah akan melakukan impor gula kristal putih sebanyak 215.00 ton untuk tahun ini. Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menugaskan pada kepada BUMN Pangan dalam hal ini ID FOOD dan PTPN Holding untuk mengimpor gula tersebut.
Kepala Badan Pangan Arief Prasetyo Adi, mengatakan kedatangan impor gula tersebut akan bertahap, pertama untuk kebutuhan bulan ramadhan akan datang sebanyak 99.000 ton gula kristal putih (GKP). Targetnya, gula impor tersebut sudah masuk Maret atau April. Gula impor tersebut dari sejumlah negara yakni Thailand, India dan Australia.
Keputusan impor gula ini merupakan hasil perhitungan Prognosa Neraca Pangan yang disusun Badan Pangan Nasional. Stok awal gula nasional di Januari 2023 sebesar 1,1 juta ton, Adapun kebutuhan gula nasional per bulan tercatat 283 ribu ton.
Sementara, pada Januari- Desember 2023, diperkirakan pada tahun ini produksi gula dalam negeri sekitar 2,6 juta ton. Meskipun saat ini sebelum gula impor masuk, pemerintah masih memaksimalkan hasil panen dari dalam negeri. Namun, belum bisa memenuhi kebutuhan gula nasional 2023 sekitar 3,4 juta ton. Maka dari itu pemerintah mengimpor gula dari negara lain untuk menutup kekurangannya.
Kurangnya stok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menunjukan ketidakmampuan negara mencukupi kebutuhan gula dalam negeri, keputusan mengimpor gula ini adalah bukti nyata gagalnya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di negara yang memiliki sumber daya alam yang memlimpah, pemenuhan kebutuhan masyarakat yang bergantung pada impor justru menjadi jalan yang mengancam kedaulatan negara.
Banyaknya jumlah gula impor yang masuk kedalam negeri ini membuat para petani harus bersaing. Sehingga banyak petani tebu yang merugi karena harus menjual murah sedangkan biaya produksinya mahal. Hal ini tidak sebanding dengan harga jual.
Negara kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, sawah dan ladang terhampar luas, namun sayangnya banyak para petani yang terpaksa menjual tanah miliknya dikarenakan kesulitan ekonomi, yang kemudian lahan pertanian itu dialihfungsikan oleh tuan tanah untuk membuka usaha lain. Para petani banyak yang kehilangan mata pencaharian selain itu mereka tidak punya keahlian lain selain bercocoktanam, sehingga para petani tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Adapun petani yang tidak memiliki lahan, mereka harus menyewa lahan untuk menanam tebu, dan ini tidak sebanding dengan hasil panennya karena biaya sewa lahan yang cukup mahal, hal ini berpengaruh tingginya ongkos produksi.
Kepemilikan tanah yang luas yang dilakukan oleh sekelompok orang. hal ini membawa bahaya atau kesulitan yang besar. Sebab, dalam kondisi semacam ini, ada sejumlah orang yang memiliki tanah luas namun mereka adalah para tuan tanah. Padahal mereka sering menelantarkan Sebagian tanah mereka karena ketidakmampuan mereka untuk mengelolanya. Di sisi lain, banyak banyak orang yang memiliki keahlian bertani, namun tidak memiliki lahan untuk mereka tanami. Kepemilikan para tuan tanah atas tanah yang luas mengakibatkan tanah terlantar dan tidak produktif.
Abu Ubaid telah mengeluarkan sebuah Riwayat dari dalam Al Amwal dari Bilal harits al-Muzni, bahwa Rasulullah SAW. Pernah memberinya suatu lembah secara keseluruhan. Lalu pada masa Khalifah Umar ra,., mereka berkata kepada bilal, ‘’ sesungguhnya Rasulullah SAW. Tidak memberikan lembah itu kepadamu untuk sekedar kamu pagari agar orang-orang tidak dapat mengambilnya. Akan tetapi, beliau memberikannya kepadamu agar kamu menggarapnya. Karena itu, ambillah dari tanah tersebut bagian yang mampu kamu kelola, sementara yang lainnya (yang tidak bisa kamu kelola) harus kamu kembalikan.’’
Dalam pandangan Islam. hal ini menunjukan bahwa pemilik tanah dipaksa agar mengelolanya jika dia tidak mengelolanya maka dia diberi waktu tiga tahun. Jika dia tetap tidak mengelolanya sampai tiga tahun maka negara akan mengambilnya dan memberikannya pada yang lain untuk digarap. Jadi tidak ada lahan yang tidak produktif atau terbengkelai. Islam memaksimalkan lahan pertanian dan mengatur lahan untuk industri dan pertanian.
Islam sebagai agama ideologis memberikan konsep-konsep agar negara mampu merealisasikan swasembada pangan dan tidak menggantungkan pemenuhan pangan melalui impor dari negara lain yang justru menjadi lahan untuk menguasai kaum Muslimin.
Secara umum hal ini tampak dalam politik pertanian yang akan dijalankan negara dalam sistem Islam yaitu meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikkasi dan ekstensifiksi. Intensifikasi ditempuh dengan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik untuk itu negara dalam sistem Islam akan menerapkan kebijakan subsidi untuk keperluan saranana produksi pertanian.
Keberadaan biro subsidi di Baitul Mal akan mampu menjamin keperluan-keperluan para petani menjadi prioritas pengeluaran Baitul Mal. Para petani diberikan berbagai bantuan dukungan dan fasilitas dan berbagai bentuk. Baik modal,peralatan teknologi, teknik budidaya, obat-obatan research, pemasaran, informasi dan sebagainya baik secara langsung ataupun subsidi maka seluruh lahan akan produktif. Negara juga akan membangun infrastruktur pertanian jalan komunikasi dan sebagainya sehingga arus distribusi lancar.
Adapun upaya ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan meningkatkan luasan lahan pertanian. Diolah sesuai konsep pengaturan dalam islam. Dalam Islam tanah memiliki tiga status kepemilikan:
Pertama, tanah yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian.
Kedua, tanah milik umum. Di dalamnya terkandung harta milik umum seperti tanah hutan,tanah yang mengandung tambang yang sangat besar, tanah yang diatasnya terdapat fasilitas umum,seperti jalan rel kreta dan lain sebagainy.
Ketiga tanah milik negara yang tidak berpemilik(tanah mati) tanah yang diterlantarkan tanah disekitar fasilitas umum dan lain sebagainya.
Berdasarkan konsep kepemilikan ini maka tidak diperbolehkan tanah hutan diberikan izin pada swasta atau swasembada baik untuk perkebunan, pertambangan maupun kawasan pertanian apalagi jika kawasan hutan tersebut diketahui memiliki fungsi ekologis dan hidrologi seperti hutan gambut yang jika dimanfaatkan untuk aktifitas ekonomi bisa menimbulkan mudharat yang luas bagi masyarakat. Maka untuk hutan gambut yang terlanjur beralih fungsi ke penggunaan lain maka Islam memerintahkan negara mengembalikannya kepada fungsi asal.
Terkait lahan pertanian negara akan memetakan kawasan yang subur dan tidak subur lahan yang subur akan menjadi prioritas pertanian selain itu negara akan menjamin kepemilikan ahan pertanian yang diperoleh dengan menghidupkan lahan mati dan pemasaran atau tahjid bila para petani tidak menggarapnya secara langsung.
Negara juga dapat memberikan tanah pertanian yang dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengelola. Namun, jika kawasan masih juga terbatas negara boleh melakukan pembukaan lahan baru seperti mengeringkan rawa dan merekayasannya menjadi lahan pertanian dengan syarat harus memperhatikan aspek lingkungan kemudian dibagikan kepada rakyat yang mampu mengelola. Hal ini pernah dilakukan dimasa khalifah Umar bin Khatab ra, di Irak.
Selain itu negara Islam atau khilafah akan memastikan harga bahan pangan terjangkau hal ini dilakukan dengan pengawasan secara berkala supaya tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan dan sebagainya.
Terwujudnya kedaulatan pangan mengharuskan negara menegakan kebijakan industrinya diatas basis industri berat negara harus memiliki kemandirian industri yang fokus pada alat-alat produksi bukan sekedar industri untuk konsumsi dengan begitu semua alat dan teknologi untuk pengembangan pertanian dan pangan dihasilkan oleh sendiri tanpa bergantung pada asing oleh karena itu kedaulatan dan ketahanan pangan akan terwujud dalam instistusi Khilafah.
Wallahua’alm biisowab.
Views: 23
Comment here