Surat Pembaca

Indeks Kerawanan TPS dalam Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Menghadapi Pemilu Tahun 2024 secara nasional memang ada pemetaan dan pengukuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) oleh Bawaslu, yang menunjukkan adanya 5 provinsi dan 85 kabupaten/kota berkategori rawan tinggi dalam catatan Kapolri. Sementara Kalbar masuk kategori rawan sedang. Polemik netralitas menjadi pengalaman, kurang kemandirian dan profesionalitas dalam pelaksanaan tahapan pemilu ala demokrasi ini.

Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto menyampaikan siap mengamankan gelaran pesta demokrasi dalam pemilu 2024. Sebanyak 4.122 personil sudah disiapkan untuk menjaga dan mengamankan 17.626 TPS di seluruh Kabupaten provinsi Kalimantan Barat.

“Kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran pidana atau menggangu kamtibmas terkait pemilu, tindakan tegas akan diberikan berupa penegakan hukum sesuai aturan yang berlaku tentunya tindakan tegas yang kita ambil yakni tindakan yang terukur dan sesuai dengan aturan. Mari kita semua sukseskan pemilu 2024 dengan menjaga kondusifitas Kalimantan Barat,” pungkasnya. (https://kalbar.pikiran-rakyat.com 01/02/2024).

Tercatat sebanyak 161 TPS di Kalbar yang masuk kategori sangat rawan sehingga menjadi pengamanan yang selektif prioritas secara ketat, pengamanannya dilakukan secara terbuka dan tertutup, sedangkan untuk kurang rawan tercatat sebanyak 794 TPS dan untuk yang masuk kategori aman tercatat 16.671 TPS. Bila ada pelanggaran Kapolda Kalbar memastikan akan melakukan penindakan tegas sesuai dengan mekanisme dan protap yang ada yakni tindakan yang terukur dan sesuai dengan aturan.

Hal tersebut tidaklah aneh dalam sistem demokrasi yang sangat rentan terjadi pergesekan antar masyarakat. Bahkan rawan polarisasi hingga aksi kecurangan yang terlaksana sistematis, tak menutup kemungkinan mengundang sikap anarkis. Terbuka peluang adanya konflik antara pendukung, yang fanatik berlebihan pada figur yang mereka dukung. Ketika sang figur dihujat atau dikritik oleh kubu yang berlawanan, amarah pun muncul dengan mudahnya hingga mengeluarkan umpatan atau olok-olok yang tidak layak. Yang paling parah adalah berupaya di meja dan ruang pemilihan, menghalalkan segala cara agar bisa memenangkan calon yang diusung mati-matian meski dengan kecurangan.

Hal sangat dikhawatirkan memperkeruh keadaan dan memecah belah umat. Bagaimana agar tragedi massal pemilu 2019 tidak terulang. Dimana banyak anggota KPPS yang meninggal, demo direpresi aparat, korban yang dirawat RS hingga meninggal dunia, termasuk ada yang berujung masuk penjara. Pemilunya sesaat, tetapi konfliknya bisa permanen berulang. Elite parpolnya sudah saling damai, simpatisan malah masih menyimpan dendam hingga bertemu lagi even lima tahunan berikutnya.

Islam dengan seperangkat aturan politiknya, mengatur kontestasi pemilihan pejabat tertinggi yakni khalifah, dengan mekanisme sesuai syariat Islam. Ketika pelaksana pemilu sangat profesional menjalankan tugas tahapan pemilu, rakyat yang terdidik dan bertakwa pun tidak direpotkan dengan hipokrasi, tanpa politik uang, ujaran kebencian, diskriminasi layanan dan lain sebagainya. Bahkan pemilu-nya sangat murah dan ringkas pelaksanaannya. Para calon khalifah tidak menjadikan kekuasaan menjadi ambisi dunia yang akan menyengsarakan. Maka mari kita kembali terapkan sistem politik Islam ini.*

Zawanah
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here