Oleh: Ummu Sufa
wacana-edukasi.com, OPINI– Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu. (TQS. An-Nisaa:21)
Ayat di atas adalah ayat yang menjelaskan bagaimana pernikahan adalah ikatan yang kokoh (baca: mitsaqon ghalizon). Sangat disayangkan bilamana hari ini terjadi banyak kasus KDRT dengan berbagai sebab. Padahal Allah telah mengistimewakan akad yang sakral ini.
Dari hari ke hari peristiwa KDRT terus saja bermunculan. Bahkan sampai pada tingkat pembunuhan. Seolah pernikahan hanya hubungan tali kasih sepele. Giliran emosi, tinggal habisi.
Dari beberapa tragedi KDRT masalah utamanya adalah ekonomi. Sebut saja MSD (24 tahun) seorang ibu rumah tangga dua anak tewas dibunuh suaminya sendiri lantaran dimintai uang belanja. (news.republika.co.id, 12/09/23) Selain di Cikarang, seorang suami di Singkawang melakukan hal yang sama terhadap istrinya namun dengan faktor lain. DP (pelaku) membunuh istrinya dengan alasan diduga istrinya berselingkuh. (regional.kompas.com, 16/9/23)
Sungguh mengerikan. Seorang suami yang harusnya menjadi pelindung bagi keluarganya tega memberikan suasana kelam didalam rumah. Suami tidak berpikir akan seperti apa dirinya dan masa depan anak-anaknya saat emosi tidak terkendali itu. Hal ini tentu menunjukkan bahwa lemahnya seseorang dalam mengatur emosi dan daya tahan dalam menghadapi beratnya beban kehidupan.
Di zaman serba bebas ini tentu ini adalah hal yang lumrah. Hanya saja kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi sampai mengancam nyawa. Nyawa manusia seolah tak ada harganya karena permasalahan kehidupan.
Serba bebas dan lemahnya daya tahan tentu ada sebabnya. Tidak lain karena sistem kapitalis yang berlandaskan sekularisme. Sekularisme mendidik individu bebas melakukan apapun tanpa pondasi agama atau baik buruk. Ketika emosi, menganiaya atau membunuh adalah wajar asal pemenuhan ini telah terpuaskan.
Sekularisme yang didalamnya terdapat kapitalisme mengajarkan seseorang untuk menilai hubungan satu dengan lainnya adalah secara materi. Maka jelas bila ada seorang istri yang menuntut pemenuhan keinginan kepada suaminya dengan cara yang tidak makruf, atau berselingkuh bila suami tidak bisa memberikan nafkah batin itu perilaku yang akan dilakukan karena kurangnya pengetahuan agama yang mengatur hal tersebut dan semua bisa individu dapatkan dari sinetron-sinetron atau kasus-kasus yang terjadi di sekitarnya tanpa memperoleh solusi tuntas. Mereka turut mencontoh perilaku tersebut tanpa tahu baik-buruk kedepannya.
Sementara negara sama sekali tidak membentuk pola keimanan yang akan menjadi perisai dalam menjalani kehidupan. Negara tidak menjamin kewarasan hidup tatkala individu bertemu masalah agar tetap sabar serta kuat dan tidak berbuat maksiat. Negara justru ikut andil dalam kemaksiatan yang terjadi dalam peristiwa KDRT ini. Masalah ekonomi turut menjadi salah satu faktor cekcoknya rumah tangga. Harga pokok serba naik, sementara lapangan pekerjaan sulit untuk didapat. Sungguh ironi dimana negara penyandang gelar negara katulistiwa. Maka sangat nampak jika sekularisme yang didalamnya terdapat kapitalisme membentuk individu sadis.
Islam sebagai agama sempurna tidak membiarkan peristiwa ini berlarut-larut. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 21 pernikahan adalah perjanjian kokoh antara dua individu. Keduanya saling terikat bukan hanya sebatas materi saja melainkan membawa ikatan ini sampai ke akhirat. Seorang suami berkewajiban mengajak istrinya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mendidik anaknya agar menjadi pribadi yang salih-salihah. Tatkala kehidupan menghimpit meski sudah berupaya mencari nafkah, anak dan istri sudah tahu apa yang harus dilakukan. Bersabar dan bertawakal kepada Allah adalah kuncinya. Bukan menghina atau membentak suami dengan cara yang tidak baik. Begitupun dengan suami, saat anak dan istri berbuat khilaf maka suami dengan sabar menggiring keduanya untuk kembali ke jalan yang benar.
Tengoklah bagaimana ketaatan seorang putri kesayangan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam saat membina rumah tangganya bersama Ali r.a. Sayyidina Fatimah memilih menumbuk gandum sendiri sehingga tangannya kasar daripada mendapatkan pembantu rumah tangga setelah mendengar perkataan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam “Bertakwalah kepada Allah, Fatimah. Tunaikanlah kewajiban Tuhanmu dan laksanakanlah pekerjaan keluargamu. Jika engkau hendak berangkat ke pembaringan, berdoalah dengan membaca tasbih sebanyak 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 34 kali. Semuanya berjumlah 100. Itu semua lebih baik bagimu daripada pembantu rumah tangga.’ Fatimah berkata, Aku rela (rida) atas apa yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.’ Fatimah tidak dibantu oleh pembantu.” (HR Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Sungguh luar biasa pendidikan yang dibentuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap putrinya. Sangat berbeda sekali kondisi tersebut dengan saat ini.
Maka jika kita ingin melihat sakinah dalam pernikahan, mitsaqon ghalizan itu bisa terealisasi karena adanya pendidikan dalam Islam serta penerapan secara sempurna dalam tatanan negara. Hanya saja aturan Islam yang sempurna itu bisa terwujud saat sistem Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah Ala minhajinubuwwah. Semoga kelak kita bisa merasakan manisnya penerapan Islam secara kaffah. Insyaallah tidak lama lagi.
Wallahu’alam bishshawab.
Views: 10
Comment here