Opini

Indonesia dalam Format Kapitalisme-Demokrasi, Siap Ambruk 2024?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Mustika Lestari (Pemerhati Sosial Politik)

Islam adalah jawaban terbaik atas persoalan yang ada. Dengan aturannya yang paripurna akan melahirkan penguasa yang amanah dan mencegah terjadinya praktik oligarki oleh segelintir elite.

http://Wacana-edukasi.com “Bangsa Indonesia siap ambruk secara moral tahun 2024,” itulah prediksi Ekonom senior Faisal Basri. Ia memproyeksikan saat ini mayoritas elite di lingkungan pemerintahan tidak dapat lagi menutupi skandal-skandal yang telah dilakukan. Konflik kepentingan sudah dalam tahap kritis, dimana para oligarki seperti koalisi jahat. Jika koalisi jahat itu tidak langgeng, akan saling membuka skandal karena pembagiannya yang tidak merata (cnnindonesia.com, 29/1/2022).

Menanggapi prediksi tersebut Guru Besar juga Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Tamrin Tomagola mendukungnya. Ia menanggapi kabar habisnya kekayaan alam Indonesia, seperti hutan dan nikel oleh ulah para pejabat dan pengusaha yang mengantarkan masyarakat pada bencana demi bencana (pikiran rakyat, 3/2/2022).

Tentu mencuatnya hal ini bukan tanpa alasan, melainkan berdasar pada realita dalam negeri di tangan para pemangku kebijakan. Harta dan tahta yang senantiasa menjadi fokus utama mereka, menjadikan negeri ini sulit mencapai idealismenya. Dalam mengatur rakyat, kebijakan yang tidak bijak terus diluncurkan. Misal, belum usai polemik UU Omnibus Law Ciptaker, muncul lagi legislasi RUU IKN menjadi UU. Ini membuat publik geleng-geleng kepala, mengingat regulasi tersebut banyak menuai penentangan dari rakyat.

Tidak cukup di situ, bagaimana tanggungjawab, empati, perhatian dan semua sifat yang mestinya dimiliki oleh sosok pemimpin rakyat, rasanya telah menghilang. Di tengah kondisi rakyat sedang terkatung-katung sekadar bertahan hidup, perekonomian terpuruk, perlu uluran tangan, masih sempatnya menebar pencitraan kepada rakyat demi suara menjelang Pemilu 2024. Seolah tanpa rasa bersalah bagaimana bentuk pelayanan kepada rakyat selama ini yang setengah hati. Selalu hitung-hitungan dengan rakyat, sebut saja dalam sektor kesehatan, pejabat tinggi melakukan jual-beli dengan rakyat, seperti tes PCR berbayar. Belum lagi urusan pendidikan anak negeri yang terbebani PPN, dan masih banyak lagi.

Negara menyerahkan Sumber Daya Alam (SDA) kepada perusahaan-perusahaan asing untuk menjarahnya. Akibatnya, banjirnya tenaga kerja asing pun tidak dapat dihindari. Sementara dalam negeri, banjir oleh pengangguran ‘terdidik’ dan hidup dalam garis kemiskinan akut tanpa mampu menikmati kekayaan alam yang sejatinya milik sendiri. Lebih lanjut, dampaknya bagi lingkungan juga tidak main-main, akibat ulah para pengusaha bencana demi bencana menyapa silih berganti. Dalam hal ini, UU Ciptaker Omnibus Law paling menjadi jembatan bagi oligarki merampok kekayaan alam dan membuat kerusakan secara legal.

Kini wajah buruk sistem pemerintahan yang sedang dipertontonkan. Sangat tajam tercium aroma ambisi kekuasaan semata, keuntungan pribadi dan partner, penguatan kekuasaan oligarki, sementara rakyat benar-benar terpinggirkan. Para petinggi sibuk menjalin hubungan bisnis yang harmonis dengan pihak ketiga, saat rakyat mengiba, mengharap perhatian. Sungguh, pemangku kuasa dalam kondisi krisis karakter.

Namun demikian tidak cukup sekadar menyoroti moral aktor kekuasaan, melainkan juga sistem yang menjadi muara atas praktik ini. Sistem kapitalisme-demokrasi lah yang paling bertanggung jawab terhadap lahirnya para pemimpin seperti ini, jauh dari sifat pelayan ideal bagi rakyat. Slogan manis, “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” hanyalah teori penuh dusta, sebaliknya dari penguasa, oleh oligarki dan untuk oligarki.

Bagaimana tidak, perhelatan yang sangat mahal sebagian besar bergantung pada keterlibatan pemodal. Setelah berhasil menduduki singgasana kuasa, sebagai wujud balas budi maka segala kebijakan wajib memihak pada kepentingan pemodal tersebut. Sehingga jika mau jujur, dari sisi manapun oligarki semakin mencengkeram kehidupan kita yang masuk lewat pintu depan atas persetujuan negara.

Kita harus sadar, bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Praktik kapitalisme-demokrasi telah nyata tidak mengutamakan kepentingan rakyat. Inilah yang perlu diakhiri secepatnya untuk menyelamatkan bangsa ini.

Islam adalah jawaban terbaik atas persoalan yang ada. Dengan aturannya yang paripurna akan melahirkan penguasa yang amanah dan mencegah terjadinya praktik oligarki oleh segelintir elite.

Seorang pemimpin dalam Islam bertanggungjawab penuh mengurus seluruh urusan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang ada senantiasa berpijak pada wahyu Allah SWT., untuk selalu memprioritaskan umat dalam segala situasi, apapun risikonya.

Sebelum mereka terpilih untuk memikul mandat rakyat, mempertimbangkan terlebih dahulu adanya kapasitas dan kapabilitas tinggi untuk menanggung amanah umat. Memang berat, akan tetapi dengan penuh kesadaran pemimpin akan menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baik usaha agar bernilai pahala dari Allah SWT.

Dalam situasi rumit sebagaimana saat ini, pemimpin Islam akan memberikan pelayanan terbaik untuk memberikan solusi terbaik. Bukan melakukan perselingkungan dengan pemodal demi kepentingan pribadi beserta partnernya.

Hanya dengan penerapan Islam, umat akan terjamin kesejahteraannya. Tidak akan ada keluhan bahwa wakilnya sekadar mencari suara dari umat, selanjutnya memberi balasan berupa kezaliman. Sehingga penerapan aturan Islam secara Kaffah dalam naungan sistem Islam urgen untuk ditegakkan secepatnya.

Wallahu a’lam bi showwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here