Penulis: Assaddiyah ( Member AMK )
Wajahmu tak akan pernah kulupa
Waktu kecil dulu mereka menertawakan
Mereka panggilku gajah
(kumarah) kumarah
Kini baru ku tahu puji di dalam olokan
(mereka ingatku marah)
Jabat tanganku panggil aku gajah
Wacana-edukasi.com Lirik lagu Tulus yang berjudul “Gajah” yang dirilis tahun 2014 tersebut seolah menjadi gambaran telik perilaku bullying delapan remaja yang belum lama ini beredar luas dan sukses menjadi viral di jagad maya. Bullying atau disebut juga perundungan bukan pertama kali ini saja kasusnya mencuat, bahkan telah terjadi berulang kali. Mungkinkah akan terus terjadi dan terus saja berulang? Bisa saja demikian, jika sistem sekuler kapitalisme masih mengakar kuat di negeri kita ini.
Pada September 2019 lalu, seorang siswa SD di Bekasi tewas setelah mengalami bullying dari teman bermainnya. Bullying terhadap bocah hingga tewas ini mengundang perhatian publik setelah video korban viral sebelum korban akhirnya meninggal (tribunnews.com 09/09/19).
Dilansir dari suara.com pada bulan januari 2020, kasus yang sama kembali terjadi di Malang. Pelajar kelas VII SMP, diduga mengalami bullying oleh tujuh teman sekolahnya, hingga jari tengah tangan kanannya memar.
Baru-baru ini pada jumat (14/8), Polsek Pasar Kliwon Solo menjemput delapan remaja karena diduga melakukan bullying terhadap satu rekannya. Kasus ini mencuat setelah videonya viral di media sosial. Korban beberapa kali didorong dan ditendang juga ditampar (cnnindonesia.com, 14/08/20).
Kasus perundungan alias bullying bukan hanya dialami oleh kalangan anak-anak dan remaja, tetapi juga pernah menimpa seorang taruna junior ATKP Makassar. Dengan dalih telah melanggar peraturan saat memasuki kampus, korban dipukuli seniornya sampai akhirnya meninggal (tribunnews.com, 06/02/2019)
Bullying atau perundungan adalah suatu tindakan/ perilaku menyakiti orang lain, baik dalam bentuk fisik, verbal atau emosional. Perilaku ini tidak sepatutnya dilakukan di negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab. Apalagi sampai terjadi dikalangan usia sekolah. Namun faktanya Indonesia berada di posisi ke-5 tertinggi dari 78 negara sebagai negara paling banyak murid mengalami bullying (katadata.co.id, 12/12/2019)
Dari jppn.com dilaporkan bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak di pendidikan sebanyak 153 kasus terjadi di tahun 2019. Tentu jumlah ini terus bertambah seiring banyaknya kasus-kasus baru yang ditemukan hingga tahun 2020.
Banyaknya kasus bullying yang terjadi, terlebih kasus yang menimpa kalangan pelajar lagi-lagi menjadi tolak ukur atas gagalnya sistem pemerintahan yang dibangun atas asas sekuler kapitalisme,terutama dalam sistem pendidikan.
Dalam sistem pendidikan sekuler kapitalisme, peserta didik hanya dicetak untuk menjadi generasi pekerja bukan menjadi generasi yang mulia dengan kepribadian Islam. Sistem pendidikan sekuler kapitalisme hanya berfokus kepada bagaimana menghasilkan materi. Kurikulum pendidikan yang digagas pun diarahkan hanya bertujuan untuk memperoleh materi.
Bagi sistem pendidikan sekuler kapitalisme, lahirnya generasi berkepribadian Islam ️tidak dijadikan tolak ukur keberhasilan sistem pendidikan. Sehingga penanaman kepribadian Islam dalam diri peserta didik bukanlah hal yang harus dan menjadi perhatian utama. Peserta didik hanya cukup mumpuni dalam bidang keilmuan agar kelak setelah keluar dari pendidikan, mereka mampu bekerja dan menghasilkan materi. Pelajaran agama yang diberikan hanya sebatas teori saja bukan untuk diamalkan dalam kehidupan. Sehingga muncullah karakter-karakter peserta didik yang jauh dari agama. Maka tidak heran jika saat ini banyak kita temui tikus-tikus berdasi (baca: koruptor dari kalangan berpendidikan), apalagi hanya menyangkut masalah kasus bullying di kalangan pelajar.
Selain itu maraknya kasus bullying terjadi karena banyaknya tontonan perilaku bullying yang disuguhkan oleh media, baik media massa seperti televisi atau media sosial yang dapat mudah mempengaruhi anak untuk mencontoh perilaku yang sama. Sebab dalam sistem sekuler kapitalisme, segala fasilitas kehidupan diarahkan untuk kepentingan materi belaka, sehingga tidak heran tontonan pun hanya diarahkan untuk kepentingan komersial tanpa memperhatikan baik buruknya dampak yang ️ditimbulkan. Ditambah kurangnya kontrol dari orang tua terutama ibu. Banyak orang tua khususnya ibu yang beralasan sibuk dengan pekerjaan (mencari nafkah) sehingga tidak ada waktu mengurus dan mengontrol aktivitas anak, serta mendidik anak di rumah. Apalagi di masa pandemi yang menuntut kesigapan bekerja keras agar dapat tetap bertahan hidup. Demikianlah alur kehidupan negara yang dibangun atas dasar sistem sekuler kapitalisme.
Berbeda dengan Islam. Islam bukan hanya hadir sebagai agama ritual tetapi juga hadir sebagai solusi atas segala problema kehidupan di bawah
kontrol pemerintahan Islam, termasuk dalam mengatasi perilaku bullying.
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara akan menjamin keamanan rakyatnya baik dalam skala individu maupun dalam lingkup masyarakat banyak. Baik anak-anak, remaja sampai usia tua, semuanya akan berada dalam lindungan negara daulah, dibawah kepemimpinan seorang khalifah.
Negara akan menjamin keamanan rakyat secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, negara menjamin keamanan rakyat dengan kepolisian. Sedangkan secara tidak langsung, negara melindungi rakyatnya dengan menanamkan akidah)serta kepribadian Islam kepada setiap individu melalui sistem pendidikan formal maupun nonformal seperti keluarga. Dengan demikian akan terbentuk individu-individu takwa yang akan mencegah terjadinya perilaku zalim semisal bullying. Negara juga akan memfilter tayangan-tayangan media seperti halnya televisi agar tayangan yang disuguhkan adalah tayangan yang berkualitas, bukan tayangan yang hanya membawa pengaruh buruk.
Selain itu negara hadir untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi ️laki-laki sebagai penopang utama nafkah keluarga, sehingga kemungkinan besar seorang istri bekerja membantu perekonomian keluarga akan terminimalisir, baik dalam masa pandemi atau dalam kondisi normal. Sebab dalam Islam, segala sumber daya alam yang dimiliki negara dikelola secara mandiri oleh negara. Sehingga lapangan pekerjaan akan tersedia secara terbuka bagi rakyatnya. Dengan begitu rakyat terutama istri sebagai pengurus rumah tangga ️mampu semaksimal mungkin mengurus urusan rumah tangganya terutama dalam mengurus anak-anaknya.
Semua itu dapat direalisasikan hanya dengan adanya kepemimpinan Islam yakni Khilafah yang akan menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, tidak ada solusi real yang mampu mengatasi segala permasalahan negeri ini selain kembali kepada sistem pemerintahan Islam.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 181
Comment here