Oleh : Imas Rahayu S.Pd. (Pemerhati kebijakan Publik)
wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia telah dinobatkan sebagai juara pengangguran di ASEAN, sebuah predikat yang jauh dari membanggakan. Data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mencapai angka tertinggi di kawasan ASEAN. Berdasarkan laporan terbaru, tingkat pengangguran di Indonesia berada pada angka 7,2 juta orang pada awal 2024 . Fakta ini menunjukkan kegagalan negara dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai untuk rakyatnya. cnnindonesia.com, 25-7-2024.
Menurut data IMF, Indonesia memiliki tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN, lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. Tingkat pengangguran di Indonesia tercatat sekitar 5,8% pada tahun 2024, jauh di atas rata-rata regional yang berkisar antara 2-3%. Infografis.okezone.com, 25-7-2024.
Data dari Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki tingkat pengangguran yang paling tinggi di antara lulusan pendidikan lainnya, yaitu mencapai 11,13% . Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, banyak lulusan perguruan tinggi yang juga kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka.
Indonesia juga mengalami deindustrialisasi, yang ditandai dengan penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan berkurangnya lapangan kerja di sektor ini. Pada tahun 2023, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB turun menjadi 19,9%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya . Penurunan ini berdampak langsung pada hilangnya banyak lapangan kerja yang seharusnya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Meskipun banyak tenaga kerja lokal yang menganggur, Indonesia masih menerima banyak tenaga kerja asing. Data dari Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan bahwa jumlah TKA di Indonesia mencapai sekitar 100.000 orang pada tahun 2023 . Kehadiran TKA ini sering kali mengisi posisi-posisi yang seharusnya bisa diisi oleh tenaga kerja lokal, menambah tingkat pengangguran di dalam negeri.
Belum lagi banyak rakyat Indonesia yang terpaksa menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri karena sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak di dalam negeri. Pada tahun 2023, jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai sekitar 4,5 juta orang . Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak warga Indonesia yang harus mencari penghidupan di luar negeri karena kurangnya peluang kerja di dalam negeri.
Apa Penyebabnya?
1. Kebijakan Ekonomi yang Tidak Tepat
Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada tingginya pengangguran di Indonesia adalah kebijakan ekonomi yang kurang tepat. Kebijakan yang salah arah telah menyebabkan deindustrialisasi, di mana sektor industri yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi justru mengalami kemunduran. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya lapangan kerja di sektor industri, yang seharusnya mampu menyerap banyak tenaga kerja.
2. Kurikulum Pendidikan yang Tidak Sesuai
Kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja. Lulusan SMK dan perguruan tinggi sering kali tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Akibatnya, banyak lulusan yang tidak terserap dalam dunia kerja. Di sisi lain, tenaga kerja asing (TKA) justru banyak yang masuk ke Indonesia, mengambil peluang kerja yang seharusnya bisa diisi oleh tenaga kerja lokal.
3. Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang Tidak Optimal
Pengelolaan SDA ala kapitalisme mengakibatkan sebagian besar tenaga ahli dan tenaga kerja diambil dari negara asing. Indonesia, dengan kekayaan SDA yang melimpah, seharusnya mampu mengelola sumber daya tersebut secara mandiri. Namun, kebijakan yang diterapkan justru memberikan peluang bagi perusahaan asing untuk menguasai SDA Indonesia, sementara rakyat sendiri kehilangan kesempatan kerja hingga harus menjadi TKI di luar negeri.
Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Rakyat
Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia terbukti gagal menyejahterakan rakyat. Kapitalisme berfokus pada keuntungan maksimal bagi segelintir orang atau perusahaan besar, sering kali mengabaikan kesejahteraan rakyat banyak. Kebijakan yang pro-kapitalis cenderung memfasilitasi masuknya investasi asing tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lapangan kerja lokal.
Deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia adalah contoh nyata bagaimana kebijakan ekonomi yang pro-kapitalis bisa berdampak buruk pada tenaga kerja lokal. Alih-alih memperkuat industri dalam negeri, kebijakan yang diambil justru membuka peluang bagi perusahaan asing untuk menguasai pasar dan mengurangi daya saing industri lokal.
Pandangan Islam
Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam mengelola ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dalam sistem ekonomi Islam, negara memiliki kewajiban untuk mengurus rakyatnya, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup. Berikut adalah beberapa solusi yang ditawarkan oleh Islam dalam mengatasi pengangguran:
1. Pengelolaan SDA Secara Mandiri
Islam mewajibkan negara untuk mengelola SDA secara mandiri dan tidak menyerahkannya kepada pihak asing. Pengelolaan yang baik dan adil terhadap SDA akan membuka banyak lapangan kerja bagi rakyat. Negara harus memastikan bahwa hasil dari SDA digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir orang atau perusahaan asing.
2. Kebijakan Pendidikan yang Tepat
Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk lulusan yang memiliki kepribadian Islam yang kuat, menguasai tsaqafah Islam, serta keterampilan yang relevan dalam kehidupan. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas bagi individu yang memiliki keterampilan ini, dengan tujuan mengaplikasikannya demi kemaslahatan umat. Oleh karena itu, output dari pendidikan Islam tidak hanya sebatas persiapan untuk pasar kerja seperti dalam kapitalisme.
3. Distribusi Kekayaan yang Adil
Dalam sistem ekonomi Islam, distribusi kekayaan harus adil dan merata. Negara harus memastikan bahwa kekayaan yang dihasilkan dari SDA dan sektor lainnya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat. Hal ini akan mengurangi kesenjangan ekonomi dan menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi rakyat.
Negara harus menerapkan kebijakan ekonomi yang pro-rakyat, bukan pro-kapitalis. Kebijakan ini termasuk memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah (UKM), menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat dengan perusahaan asing.
Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan kegagalan negara dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai. Kebijakan ekonomi yang tidak tepat, kurikulum pendidikan yang tidak sesuai, dan pengelolaan SDA yang tidak optimal adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya pengangguran. Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia terbukti gagal menyejahterakan rakyat.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif dalam mengatasi pengangguran, termasuk pengelolaan SDA secara mandiri, kebijakan pendidikan yang tepat, distribusi kekayaan yang adil, dan kebijakan ekonomi yang pro-rakyat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, Indonesia dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sumber referensi: Taqiyudin An-Nabhani, “Sistem Ekonomi Islam”.
Views: 11
Comment here