Opini

Indonesia Gelap, Butuh Cahaya Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Syahraeni, S.P

Wacana-edukasi.com, OPINI– Beruntunnya kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat belakangan ini, menimbulkan banyak repon dari masyarakat yang seolah sudah muak dan kehilangan kepercayaan kepada para pemangku kebijakan. Tak terkecuali dari para aktivis mahasiswa, yang memegang peranan penting sebagai generasi tonggak perubahan.

Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta, pada Kamis (20/2) untuk menggelar demonstrasi lanjutan dalam aksi yang bertajuk “Indonesia Gelap”.

Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi yang digelar beberapa hari belakangan yang juga terjadi di berbagai daerah mengangkat tema ‘Indonesia Gelap’ (CNN Indonesia, 20-02-2025).

Sejumlah pengamat menilai aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah selama hampir sepekan ini merupakan akumulasi dari kekecewaan masyarakat—yang seharusnya disuarakan oleh DPR.

Kekecewaan itu, menurut Sosiolog dari UGM Heru Nugroho, berawal dari banyaknya pemutusan hubungan kerja serta sulitnya mencari pekerjaan, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, kasus gas elpiji 3 kilogram, puncaknya ketika pemerintah menerapkan pemangkasan anggaran di sejumlah kementerian (BBC News Indonesia, 21-02-2025).

Aksi demo Indonesia Gelap yang dimotori oleh kalangan mahasiswa tersebut melayangkan beberapa tuntutan. Sayangnya, tuntutan yang ditawarkan sejatinya tidak akan bisa menyelesaikan masalah hingga ke akarnya, terlebih jika hanya menawarkan untuk kembali pada demokrasi kerakyatan. Padahal penerapan sistem demokrasilah yang menjadi akar permasalahannya, sehingga khawatir nasib rakyat Indonesia di masa mendatang hanya akan makin terpuruk.

Pasalnya, demokrasi yang digaungkan sebagai pemerintahan adil sebab pembagian kekuasaannya demi mencegah otoritarianisme, ternyata malah menyuburkan oligarkisme, yakni kekuasaan berada di tangan sekelompok orang. Kelompok-kelompok tersebut berusaha menempati puncak kekuasaan untuk memenuhi kepentingan masing-masing melalui beragam cara, agar dapat melipatgandakan kekayaan dan kekuasaannya. Itulah mengapa, akhirnya hak-hak milik rakyat kecil menjadi dikesampingkan bahkan tidak dipedulikan.

Demokrasi menjadikan politik hanya sebatas aktivitas transaksional sebab kekuasaannya dipegang oleh sekelompok kecil pemilik modal. Merekalah yang pada hakikatnya mengendalikan kebijakan dalam pemerintahan dan menjadikan pemerintah hanya hadir sebagai regulator.

Asas demokrasi yang sekuler juga menjadikan agama tersingkir untuk mengatur urusan negara. Inilah pangkal kebobrokan demokrasi yang pada akhirnya melahirkan aturan yang bermasalah, tumpang tindih, dan rapuh, karena lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Subtansi demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat sehingga rakyat bebas memilih aturan, bebas menentukan benar dan salah. Menghasilkan masyarakat yang bebas dalam berakidah, berpendapat, berperilaku, dan dalam kepemilikan.

Dari sisi ekonomi, kebebasan kepemilikan inilah, yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi akut dikalangan masyarakat. Yang miskin makin miskin, dan yang kaya makin kaya. Sebab kebebasan kepemilikan berarti membebaskan siapapun menguasai apapun, termasuk SDA Indonesia yang kaya namun tidak dapat di nikmati oleh masyarakatnya.

Akar masalah inilah, yaitu masih diterapkannya demokrasi, yang sepatutnya disadari oleh masyarakat, terkhusus mahasiwa dalam menginisiasi perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Sudah sepatutnya mahasiswa melek politik dan kritis dalam memandang masalah, namun juga harus bisa menghadirkan solusi yang benar. Solusi yang benar tersebut sejatinya telah hadir dalam Islam.

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur ibadah pribadi saja, namun juga luas cakupannya hingga pada level pemerintahan. Islam memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah, yang mampu mengatur hidup manusia sesuai kebutuhannya. Tersebab lahir dari aturan sang Pencipta, maka tak ada unsur kepentingan sekelompok manusia didalamnya. Seluruh aturan hanya tertuju demi kemaslahatan semua umat manusia, bahkan non muslim sekalipun.

Sudah Allah tegaskan dalam QS Al-Anbiya: 107, yang artinya “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Ayat ini sebagai kabar bahwa, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah jaminan pembawa rahmat untuk seluruh alam.

Mahasiswa, dalam hal ini sebagai agen perubahan, urgensi untuk mengemban risalah Islam dengan mengoreksi penguasa atas spirit amar makruf nahi mungkar dan menyuarakan solusi Islam karena hanya dengan penerapan sistem Islam meniscayakan masa depan masyarakat gemilang bukan gelap atau suram.

Untuk itu, tantangan mahasiswa kedepannya ialah mengenal Islam itu sendiri sebagai solusi kehidupan, sekaligus menyebarkannya ke masyarakat agar dapat terpahamkan dengan Islam. Dalam hal ini, mahasiswa merupakan kalangan yang berpeluang besar menerima dakwah Islam. Seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah saw. bahwa pengikut dakwah beliau banyak berasal dari kalangan pemuda. Rasulullah saw. bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian, ‘Perlakukanlah para pemuda dengan baik, sesungguhnya mereka tulus dan mudah disentuh (perasaannya), sesungguhnya Allah telah mengutusku dengan ketulusan dan kemudahan, (lihatlah) mereka yang mau berkumpul denganku adalah para pemuda, sedangkan orang-orang tua menentangku.’” (Imam Asy-Sya’rani, Tanbihul Mughtarrin).

Generasi muda berpotensi menjadi tonggak perubahan karena mereka memiliki keistimewaan berupa kekuatan di antara dua kelemahan, yaitu kelemahan anak-anak dan kelemahan masa tua (QS Ar-Rum [30]: 54). Maka sudah saatnya pemuda bergabung bersama kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw sebelumnya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here