Penulis: Mahrita Julia Hapsari (Aktivis Muslimah Banua)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Gelombang aksi demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” yang digerakkan oleh mahasiswa di berbagai daerah mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap kondisi negeri. Mereka menyuarakan tuntutan kepada pemerintah sebagai bentuk protes atas kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Sejumlah pengamat mencoba mengurai satu persatu dari akumulasi kekecewaan yang menjadi pemicu aksi ini. Di antaranya, sosiolog UGM Heru Nugroho mendefinisikan kekecewaan itu dimulai dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lapangan pekerjaan yang sulit dicari, naiknya harga-harga kebutuhan pokok, kasus elpiji 3 kg dan puncaknya saat pemerintahan mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran (bbc.com, 21/02/2025).
Hal senada disampaikan oleh pakar hukum, Henry Indraguna. Menurutnya, masalah ekonomi sebagai pemicu utamanya, diikuti dengan kebebasan berbicara yang dianggap dibatasi. Kondisi ini diperparah dengan buruknya gaya komunikasi pemerintah yang tak bisa diterima oleh akal sehat masyarakat. Seperti efisiensi anggaran yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Kekecewaan semakin menjadi-jadi saat menyaksikan penegakkan hukum yang lemah, terutama pada perampok uang rakyat lewat aksi korupsi, kolusi dan nepotisme. (Tribunnews.com, 22/02/2025).
Namun, solusi yang diusulkan sebagian besar tidak menyentuh akar permasalahan, bahkan ada yang justru menginginkan kembali kepada konsep demokrasi kerakyatan. Padahal, sistem demokrasi itulah yang telah membawa negeri ini pada keterpurukan. Jika tetap mempertahankan sistem ini, dikhawatirkan rakyat akan terus berada dalam penderitaan tanpa ada jalan keluar.
Demokrasi, yang digadang-gadang sebagai sistem terbaik untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan, justru menjadi sumber dari berbagai permasalahan. Sistem ini melahirkan kebijakan yang berpihak pada segelintir elite dan korporasi, sementara rakyat kecil terus menderita.
Dengan asas sekularisme, demokrasi memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga keputusan diambil berdasarkan kepentingan politik dan ekonomi, bukan berdasarkan nilai kebenaran hakiki. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan cenderung oportunistik, penuh kepentingan pribadi, dan sering kali merugikan masyarakat luas. Oleh karena itu, selama sistem ini masih dipertahankan, mustahil untuk mewujudkan kesejahteraan sejati.
Mahasiswa memang harus peka terhadap situasi politik dan memiliki sikap kritis terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat. Namun, kritis saja tidak cukup. Mereka harus mampu menawarkan solusi yang tepat dan menyeluruh, bukan sekadar perbaikan parsial dalam sistem yang cacat. Satu-satunya solusi yang hakiki adalah kembali pada aturan yang bersumber dari Islam.
Sebagai agen perubahan, pemuda tidak boleh terjebak dalam solusi pragmatis yang justru memperpanjang penderitaan rakyat. Mereka harus menjadikan Islam sebagai pijakan dalam mengoreksi penguasa dan mengarahkan perubahan ke arah yang benar. Dengan mengemban misi amar makruf nahi mungkar dan menyerukan penerapan aturan Islam secara kaffah, mahasiswa dapat berperan dalam membangun masa depan yang cerah dan berkeadilan.
Perubahan hakiki bukanlah sekadar pergantian rezim atau kebijakan, melainkan perubahan sistemik yang menyentuh akar permasalahan. Hal ini hanya bisa terwujud melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam memiliki sistem yang komprehensif untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, dari ekonomi hingga politik, sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi semua. Oleh karena itu, pemuda yang memiliki semangat perubahan harus bergabung dengan gerakan dakwah ideologis yang mengusung perubahan hakiki sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dengan cara ini, perubahan yang diperjuangkan akan memiliki arah yang jelas dan berujung pada tegaknya sistem Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Selain itu, pemuda perlu membekali diri dengan pemahaman mendalam tentang Islam agar dapat menjadi agen perubahan yang efektif. Mereka harus mempelajari sejarah perubahan yang dilakukan Rasulullah dalam membangun peradaban Islam yang gemilang. Perubahan tersebut bukanlah hasil kompromi dengan sistem kufur, melainkan perjuangan konsisten dalam menegakkan Islam secara menyeluruh. Dengan memahami metode dakwah Rasulullah, pemuda dapat meneladani langkah-langkah strategis dalam membangun perubahan yang hakiki.
Lebih dari itu, tantangan perubahan bukan hanya berasal dari sistem yang korup, tetapi juga dari mentalitas masyarakat yang telah lama terkungkung dalam sistem sekuler. Oleh karena itu, penting bagi para pemuda untuk menyebarluaskan pemahaman Islam ke tengah masyarakat agar mereka juga sadar akan pentingnya perubahan sistemik. Dengan dakwah yang masif dan terarah, kesadaran umat akan meningkat sehingga mendukung perjuangan untuk menegakkan Islam.
Maka, solusi sejati bagi negeri ini bukanlah sekadar pergantian kepemimpinan dalam sistem yang rusak, melainkan menggantinya dengan sistem Islam yang sempurna. Pemuda harus menjadi penggerak utama dalam perjuangan ini, dengan tidak hanya menyuarakan kritik terhadap penguasa, tetapi juga menawarkan sistem Islam sebagai alternatif nyata. Dengan demikian, perubahan hakiki bukan sekadar impian, melainkan sesuatu yang dapat diwujudkan melalui perjuangan kolektif yang berlandaskan pada Islam.
Saatnya pemuda bangkit, bersatu dalam gerakan dakwah yang berlandaskan Islam, dan memperjuangkan perubahan yang akan membawa keadilan, kesejahteraan, serta keberkahan bagi seluruh masyarakat. Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, Indonesia dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya yang hakiki. [WE/IK].
Views: 18
Comment here