Wacana-edukasi.com — Kasus terkontaminasi virus Covid-19 masih saja meningkat setiap harinya. Untuk itu pemerintah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) demi menekan penyebaran virus, sehingga kegiatan yang menimbulkan kerumunan telah dibatasi pemerintah. Termasuk juga penutupan rumah ibadah atau masjid di beberapa daerah ditutup total hingga pelaksanaan sholat Idul Adha mendatang akan ditiadakan
Kebijakan ini justru terbilang tebang pilih. Karena sebagian aktivitas publik seperti mal, pasar, wisata dll. Pada faktanya masih tetap dibuka dengan jam operasionalnya saja yang dikurangi. Berbeda halnya dengan kebijakan rumah ibadah kaum muslimin yang akan ditutup total. Seperti yang dilansir dari liputan6.com, Menteri Agama Yakult Cholil Qoumas mengungkapkan, larangan bukan hanya berlaku pada ibadah umat Islam saja. Melainkan seluruh tempat ibadah di zona PPKM Darurat.
“Kementerian Agama juga sudah menyiapkan peraturan peniadaan peribadatan di tempat-tempat ibadah di luar agama Islam seperti di Masjid, Pura, Vihara, Klenteng dan sebagainya. (2/7/2021).
Kebijakan Tebang Pilih
Apa yang dilakukan pemerintah, dengan membatasi sholat Idul Adha dan syiar Islam lainnya merupakan kesalahan penanganan pandemi dari awal. Sehingga tidak heran kebijakan tersebut justru menghasilkan masalah baru yang terjadi. Di satu sisi, menutup kegiatan di tempat ibadah namun di sisi lain masih melonggarkan kegiatan di sektor ekonomi. Ibarat gali lobang tutup lobang. Persoalannya tidak akan kunjung selesai.
Pun, kebijakan tersebut juga membuat umat Islam bertanya, mengapa kebijakan pemerintah terkesan diberlakukan nanti ketika umat muslim akan merayakan hari rayanya, mengapa kebijakan tersebut tidak diberlakukan jauh sebelum mendekati hari raya umat Islam. Sehingga, seolah-olah ada Islam phobia terhadap ajaran Islam. Padahal, faktanya bukan dari jama’ah Masjidlah yang menimbulkan banyak terkontaminasi virus, justru dari para TKA yang baru datang dari negaranya atau orang yang melakukan perjalanan wisata. Miris, seolah kaum muslim selalu jadi pihak tertuduh.
Hal ini berbanding terbalik dengan proyek konstruksi dengan dalih menerapkan protokol kesehatan. Proyek tersebut masih tetap dikerjakan meski semakin banyak korban positif. Menko Kemaritiman dan Investasi, Ruhut Binsar Panjaitan telah membagikan dokumen peraturan baru salah satunya kegiatan yang 100% masih berjalan adalah kegiatan konstruksi atau proyek pembangunan. “Pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100% (seratus persen) dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat,” ujarnya.(pikiran rakyat.com 1/7/2021)
Islam dalam Menangani Wabah
Demikianlah, hal ini berbeda dengan Islam. Dalam sistem Islam, seorang pemimpin akan mengambil kebijakan yang efektif untuk menyelesaikan wabah. Tidak akan ada pembangunan infrastruktur di tengah kondisi wabah, karena dana pemerintah akan fokus digunakan untuk membiayai penanggulangan wabah. Dan dalam kondisi lockdown pemerintah akan memenuhi semua kebutuhan pokok bagi masyarakat yang terkena wabah.
Jika pun pemerintah menutup tempat-tempat ibadah masyarakat, maka seharusnya sebanding dengan penutupan dengan berbagai fasilitas publik yang menimbulkan kerumunan, bukan malah tebang pilih dengan kebijakan lain.
Oleh karena itu, angka penurunan wabah mustahil terjadi jika kebijakan masih setengah-setengah, untuk itu di perlukan kebijakan yang efektif oleh pemerintah untuk menekan laju korban positif. Dan semua itu hanya bisa kita harapkan jika pemimpin bersinergi dengan masyarakat untuk menerapkan penutupan wilayah.
Ummu Hafsah — Konawe
Views: 1
Comment here