Oleh: Nana Juwita, S.Si.
wacana-edukasi.com, OPINI-– Sebagian masyarakat Indonesia mungkin menganggap bahwa adanya investasi di negeri ini akan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Harapan yang utama adalah dengan adanya industri atau perusahaan asing akan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat, namun harapan itu tidak mungkin terwujud dikarenakan kebijakan yang liberal identik dengan kapitalisme, dimana negara membolehkan pihak asing ataupun aseng yang bukan hanya sekedar untuk mendirikan perusahaan semata, namun mereka juga dapat mendatangan pekerja asing untuk bekerja di pabrik-pabrik mereka. Pada akhirnya masyarakat gigit jari, hal ini juga tidak sesuai dengan isu yang dilontarkan bahwa rencana investsi asing akan dapat mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Justru malah sebaliknya banyaknya investasi yang di tanamkan di negeri ini semakin membuat rakyat sengsara.
Di Indonesia sendiri banyak industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang gulung tikar, sehingga meyebabkan pengangguran semakin meningkat , dan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), hal ini telah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum terjadinya Pandemi COVID-19 di tanah air. Ristiadi selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, beberapa diantaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK. Akibatnya, kata Ristadi, pabrik tersebut tutup. Hingga menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya.( www.cnbcindonesia.com, 30/6).
Sementara itu Anne Patricia Sutanto selaku CEO PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Menyampaikan, bahwa kehadiran investor asing justru bisa menciptakan sinergi positif bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri. Dan akan memberikan dampak positif yaitu makin kuatnya sandang lokal yang didukung oleh kegiatan penanaman modal asing (PMA) ataupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).( www.bloombergtechnoz.com, 26/6).
Berbeda pula dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wiraswasta mengatakan bahwa pemerintah perlu benar-benar melindungi seluruh pemain lokal dari risiko investasi TPT di Indonesia. Redma Gita Wiraswasta juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa investasi pabrik tekstil yang akan dilakukan oleh Negara China ini merupakan bagian dari strategi besar negara tersebut. Dalam kaitan itu, dia menilai perusahaan asing yang menanam kapital di Tanah Air harus dipastikan mengikuti peraturan yang telah diberlakukan di negara ini. Dengan demikian, struktur biaya pemain asing tersebut tidak akan jauh berbeda dari pemain lokal, sehingga persaingan akan berada pada level yang sama.(www.bloombergtechnoz.com, 26/6).
Dari paparan di atas jelaslah bahwa, Investasi asing dianggap sebagai solusi pengangguran, Padahal fakta selama ini bangkrutnya industri tekstil adalah karena rendahnya daya beli masyarakat. Investasi asing nyatanya tidak menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran apalagi dengan upah buruh yang rendah, dan berbagai kebijakan tenaga kerja yang sesuai dengan UU Cipta kerja yang cenderung tidak berpihak kepada pekerja. Ini membuktikan bahwa negara lepas tangan terhadap urusan rakyat, namun negara lebih berpihak kepada para kapital yaitu pengusaha-pengusaha asing juga aseng yang menanamkan modal di negeri ini, dan memberikan keuntungan hanya pada segelintir orang. Ini merupakan ciri dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Jika memang negara peduli dengan pelaku industri yang ada di dalam negeri, maka negara dapat menghentikan import barang yang sangat deras masuk ke Indonesia, sehingga membuat barang tekstil dalam negeri justru kalah saing dengan produk import. Begitu pun negara dapat mendukung industri-industri yang ada dengan memberikan bantuan modal tanpa riba bagi pelaku usaha yang membutuhkan, memberikan peralatan yang dibutuhkan bagi mereka. Agar pelaku usaha dapat menciptakan produk yang berkwalitas juga dengan harga yang terjangkau, sehingga daya beli masyarakat akan menjadi stabil, ini semua butuh negara dengan keberadaan seorang pemimpin yang memiliki visi untuk mengurusi umatnya dengan Islam kaffah.
Investasi asing sejatinya merupakan alat menguasai ekonomi negara lain. Nasib akan makin parah ketika SDA Indonesia juga masih dikuasai asing. Seharusnya negara memiliki kemandirian dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang ada. Namun kuatnya penjajahan yang dilakukan asing ataupun aseng dengan strategi penanaman modal atau investasi, semakin menjadikan negara ini lemah dari sisi ekonomi dan politik, dan tidak dapat lepas dari cengkraman ekonomi kapitalisme. Pada akhirnya para kapital dan pengusaha dengan adanya kebebasan berkepemilikian yang juga di anut oleh kapitalisme-sekulerisme membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Sehingga kesejahteraan mustahil dirasakan oleh rakyat.
Paradigma Pembangunan dalam islam bukanlah kapitalistik, namun paradigma industri berat. Hal ini akan mendorong terbukanya industri lain yang strategis yang akan dapat membuka lapangan pekerjaan secara nyata. Di mana Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah seperti ketersedian biji besi, nikel, timah, tembaga, batu bara, perak, emas dll, maka negara dapat membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi rakyat dengan membuat industri-industri baik yang berhubungan dengan industri berat seperti: industri mesin dan peralatan, pembuatan dan perakitan alat transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb), industri bahan mentah dan industri elektronik, maupun yang berhubungan dengan industri ringan, baik industri itu berupa pabrik-pabrik yang menjadi milik umum maupun pabrik-pabrik menjadi milik pribadi, yang memiliki hubungan dengan industri-industri militer (peperangan). Dengan ini maka negara akan kuat secara militer dan secara langsung adanya industri tersebut akan mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat yang hidup dalam naungan Islam.
Islam mengatur bagaimana hubungan dengan luar negeri termasuk dalam bidang perdagangan. Islam sangat tegas melarang hubungan diplomatik seperti hubungan dagang, atau bentuk perjanjian lainnya terhadap kafir harbi muharibah fi’lan (yaitu negara kafir yang tengah memerangi kaum Muslim). Sementara itu warga negara kafir harbi muharibah fi’lan tidak memperoleh jaminan keamanan kecuali jika mereka datang untuk menjadi warga negara Daulah Islamiyah (menjadi kafir dzimmi). Sedangkan terhadap kafir harbi ghairu muhariban fi’lan (yaitu negara kafir yang tidak sedang berperang dengan Daulah Islamiyah), maka dibolehkan melakukan interaksi, seperti mengadakan perjanjian perdagangan ataupun perjanjian untuk bertetangga baik. Terhadap warga negaranya dibolehkan mengunjungi atau memasuki wilayah kekuasaan Islam, baik untuk kepentingan dagang, melancong, atau keperluan lainnya yang dibolehkan sesuai dengan perjanjian.
Inilah sekelumit pandangan Islam terhadap persoalan investasi yang dilakukan oleh pihak asing, yang nyata-nyata merugikan negara termasuk rakyat negeri ini. masihkah umat berharap pada kapitalisme-sekularisme? Ataukah umat tidak meyakini bahwa hanya hukum yang berasal dari Sang Pencipta yang akan mampu menyelesaikan segala persoalan yang melanda umat pada saat ini. Wallahu A’lam Bisshawab
Views: 10
Comment here