Oleh : Meitya Rahma
Minuman keras….miras.
Gara-gara kamu orang bisa menjadi gila
Gara-gara kamu orang bisa putus sekolah
Gara-gara kamu orang bisa menjadi edan
Lagu bang Rhoma yang pernah booming pada masanya ini menggambarkan efek miras terhadap tubuh manusia. Heboh miras setelah baru saja Jokowi mengumumkan penarikan pernyataan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang perizinan investasi miras. Perpres tentang usaha penanaman modal yang menjadi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja mendapat sorotan masyarakat (Republika.co.id,2/3/21). Salah satunya mengenai investasi minuman keras (miras) yang selama ini masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI).
Seperti diketahui perpres ini menuai pro kontra di sejumlah pihak. Ada masyarakat yang menentang, ada juga yang mendukung. Penolakan tidak hanya dari kalangan Islam, seperti ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) namun juga dari Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal,” Maka Perpres terkait kelonggaran investasi minuman keras di Indonesia dianggap tidak aspiratif. (Republika.co.id, 3/3/21). Pinsip demokrasi dari rakyat untuk rakyat tidak nampak dalam perpres tersebut.
Demokrasi lagi lagi mengingkari jargon dari rakyat untuk rakyat. Setelah menerima masukan-masukan dari berbagai pihak akhirnya perpres ini dicabut oleh Presiden. Masukan ini dari beberapa Ormas dan tokoh agama. Ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah (Republika.co.id,3/3/21).
Seolah permainan kata saja, ternyata pencabutan ini hanya butir butir lampirannya saja. Permainan kata untuk menenangkan pihak yang kontra. Peraturan Presiden Nomor 10/2021 memang tidak mengatur khusus miras melainkan soal penanaman modal. Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras. Masyarakat sudah menyambut baik ketika presiden mengumumkannya lewat youtube, namun setelah memperhatikan dengan seksama ternyata pencabutan hanya pada lampiran perpres nya saja.
Tidak perlu kaget dengan pencabutan ini. Dalam negara Demokkrasi hal seperti ini sesuatu yang biasa. Pagi memutuskan oke, sorenya kemudian dirubah atau bahkan dibatalkan, ini sesuatu hal yang biasa. Seperti pepatah Jawa “esok dele, sore tempe” ( pagi kedelai, sorenya tempe). Keputusan itu bisa berubah ubah sesuai kehendak hati, kurang lebih begitu pemaknaan pepatah Jawa tersebut. Jika Perpres dinilai tidak aspiratif, ya memang begitulah adanya.
Di sistem Demokrasi mana ada aspirasi rakyat yang kemudian goal sesuai dengan aspirasi rakyat. Jika sudah di dalam ruang sidang suara rakyat akan kalah dengan suara para pemodal. Akhirnya hilanglah jargon Demokrasi “dari rakyat untuk rakyat”. Menguap seiring suara para kapital yang gaungnya lebih keras dari suara rakyat di gedung Parlemen. Jargon dari rakyat untuk rakyat hanya sebatas pemikat, realnya jauh panggang dari api. Ditambah lagi embel embel penanaman modal asing, akan semakin jauhlah penerapan prinsip demokrasi. Akhirnya jargon berubah menjadi dari pemodal untuk pemodal.
Apapun akan dilakukan oleh penguasa kita untuk mendapatkan modal, sekalipun dengan menggunakan cara yang dilarang oleh syariat.
Dalam Islam minuman keras beralkohol ( minol) haram dikonsumsi. Meminum khamar atau alkohol yang memabukkan dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Islam.
Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Nabi Muhammad SAW juga melarang perilaku ini dengan sabdanya yang artinya: “Allah melaknat peminum khamer dan penjualnya.” (HR. Hakim)
Allah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 219.: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Dari ayat ayat diatas jelaslah bahwa miras banyak mengandung kemudhorotan bagi umat manusia. Benarlah lirik lagu Mirasantika yang dinyanyikan Roma Irama bahwa miras menyebabkan gila, menyebabkan anak muda bisa putus sekolah. Ketika miras dilegalkan apa jadinya nanti generasi yang akan datang. Sudah seharusnya penguasa negri ini juga memikirkan nasib generasi yang akan melanjutkan estafet pembangunan. Tidak hanya karena secuil keuntungan, lalu membuka kesempatan penanaman modal asing dalam bentuk investasi miras. Pemerintah harus sadar akan bahaya investasi ini. Bahwa nasib generasi kita akan dipertaruhkan nantinya. Masa depan mereka lambat laun akan rusak.
Jika pemerintah berdalih dengan miras bisa menambah pemasukan negara maka sesungguhnya negara sudah gagal memberikan jaminan keamanan, kesejahteraan bagi rakyatnya. Semakin terlihat jelas ketidakkonsistennya jargon Demokrasi dari rakyat untuk rakyat. Hampir semua aturan Per Undang Undangan dan aturan aturan lainnya yang dibuat oleh pemerintah banyak yang tidak berfihak kepada rakyat. Bisa dikatakan Demokrasi mengingkarinya sendiri. Maka sejatinya Demokrasi jika diibaratkan tubuh, maka tubuh ini sudah tidak sehat bahasa kasarnya sudah tidak waras lagi. Karena otak demokrasi diinstal dari rakyat oleh rakyat, tetapi pada praktiknyapraktiknya tidak demikian. Maka sudah saatnya umat mulai tidak percaya lagi dengan sistem demokrasi yang diterapkan di negri ini. Pelan namun pasti sistem ini akan ditinggalkan karena selalu membawa kemudhorotan bagi negri ini.
Kiranya tidak berlebihan jika Islam sebagai solusi alternatif bagi permasalahan yang ada di negri ini, termasuk masalah miras ini. Sistim yang bersumber dari Sang Pencipta tentu akan membawa kemaslahatan dan keberkahan jika diterapkan.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 0
Comment here