Opini

Investasi vs Kesejahteraan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Dedah Kuslinah (Pontianak)

wacana-edukasi.com– Diah, bendahara umum Badan Pengurus Cabang Sambas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPC HIPMI) menyampaikan apresiasi kepada Pemerintahan Daerah atas dibukanya investasi di kabupaten Sambas. Masuknya investasi ke kabupaten Sambas akan berdampak pada perekonomian dan menekan angka pengangguran. (mediakalbarnews.com/13/09/22)

Investasi memang merupakan salah satu jalan yang banyak ditempuh negara-negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme. Cara ini dianggap ampuh untuk memulihkan perekonomian nasional. Pemerintah pun membentuk tim satuan tugas percepatan investasi, dan mengeluarkan Keppres No. 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Dengan pertimbangan untuk meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, perlu dilakukan pengawalan (end to end) dan peran aktif penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha. (setkab.go.id)

Lantas, apakah kehadiran para investor mampu memulihkan perekonomian nasional yang babak belur diserang pandemi? Sayangnya, setelah disahkannya UU Omnibus Law, tak serta-merta investasi membanjiri negeri. Sebab, suhu perpolitikan adalah salah satu parameter yang juga dianalisis oleh para investor. Tensi perpolitikan Indonesia yang sarat akan manuver politik seolah membuat para investor enggan menanam investasi.

Hakikatnya kapitalisme menganggap bahwa makin banyak para pemodal, masalah ekonomi rakyat kecil pun akan teratasi. Namun apa daya, teori ini tak seindah angan-angan. Alih-alih mengurai masalah ekonomi, kapitalisme justru menciptakan jurang yang lebar antara pemilik modal dan rakyat.

Di Kabupaten Sambas pada tahun 2021 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah 3,97% naik sebesar 0,06 % . Dan angka kemiskinannya mencapai 7,66%, lebih tinggi dari angka kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat sebesar 7,15 %. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa investasi tidak berkorelasi positif terhadap kesejahteraan warga Sambas. Angka kemiskinan menunjukkan bahwa mengandalkan pendapatan daerah pada investasi adalah sebuah kekeliruan.

Investasi dalam Kapitalisme berlandaskan pada kebebasan berekonomi. Kebebasan ini menjadikan kaburnya batasan sektor-sektor yang boleh dan tidak boleh dimasuki oleh investor swasta. Bahkan, aturannya laksana karet berubah-ubah sesuai kebutuhan, baik dengan dalil nasionalisme yang membatasi investasi ataupun membuka selebar-lebarnya mengikuti prinsip pasar bebas. Hal ini berimplikasi pada kacaunya pengelolaan kepemilikan umat. Kekayaan suatu negara bisa saja dimiliki oleh segelintir orang, sementara rakyat lainnya harus mati-matian berjuang untuk bertahan hidup. Tanpa disadari, secara langsung telah menjauhkan umat dari kesejahteraan.

Telah menjadi tabiat dari aktivitas investasi, yakni balik modal ditambah margin keuntungan. Oleh karenanya, investor selalu menginginkan adanya jaminan hukum, semisal perundang-undangan yang “ramah” iklim investasi. Akibatnya, ada konsesi SDA kepada swasta, terutama jenis SDA yang menguntungkan. Aturan yang kurang menguntungkan pun berakhir dengan terciptanya regulasi baru yang pro investor.

Investasi dalam Islam wajib terikat dengan hukum syara’ baik dari sisi pelaku, objek, hingga akad investasi tersebut. Barang-barang yang diharamkan untuk dimiliki secara privat, maka haram juga bagi siapapun untuk melakukan aktivitas investasi di dalamnya dan menjadikannya hak milik pribadi.

Harta milik umum sepenuhnya diatur oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk konsesi ataupun privatisasi. Agar sumber pendapatan umum dan sesuatu yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu dimana ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta itu.

Ending dari jebakan investasi, kehidupan makin sulit karena pajak naik, kebutuhan pokok melambung tinggi, kerusakan alam akibat eksploitasi SDA, hingga kemiskinan dan pengangguran menjadi penyakit turunan yang belum terselesaikan. Potensi wilayah jelas tergadaikan. Kesejahteraan mengawang-awang.

Sistem ekonomi Islam mewujudkan negara berdaulat melalui pengaturan kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (at-tasharuf fil milkiyah), dan distribusi harta kekayaan di tengah manusia (tauzi’u tsarwah baynan-nas)

Kepemilikan terbagi atas tiga bagian. Pertama kepemilikan individu, hasil bekerja, warisan, kebutuhan atas harta untuk menyambung hidup (harta dari kerabat, orang lain, dan negara), pemberian negara (subsidi), harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta dan tenaga (harta berasal dari pemberian akibat adanya hubungan personal (seperti hadiah, hibah, dan wasiat), kompensasi atas pelanggaran pihak lain atas seseorang (seperti diyiat pembunuhan dan luka fisik, mahar, barang temuan), santunan untuk khalifah dan orang-orang yang disamakan statusnya yaitu sama-sama melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, santunan ini tidak termasuk kompensasi kerja mereka, melainkan kompensasi dari upaya menahan diri untuk bekerja (mencari nafkah) demi melaksanakan tugas negara.

Kedua, kepemilikan umum adalah barang tambang yang depositnya melimpah, fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat secara luas, objek yang secara alamiah mencegah pihak swasta untuk dapat menguasainya seperti sungai, selat, laut, dan sebagainya.

Ketiga, kepemilikan negara yakni harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim sementara pengelolaannya menjadi wewenang khalifah (harta fai’, kharaj, jizyah)

Dalam aspek pemanfaatannya, kepemilikan ini tidak boleh tumpang tindih. Individu tidak boleh memiliki harta yang dimiliki oleh masyarakat umum hanya karena individu tersebut memiliki harta banyak. Sebagai contoh, individu tidak boleh memiliki lahan pertambangan yang kemampuan produksinya besar. Islam tidak mengizinkan adanya investor untuk memiliki ladang minyak atau tambang batu bara.

Terkait distribusi ekonomi, melalui mekanisme pasar syariah, seperti jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dsb. Sementara, secara nonekonomis, yakni berupa distribusi harta melalui amal yang telah digariskan Islam bagi individu seperti pemberian sedekah, memberikan utang, memberikan pinjaman barang, dsb. Dan distribusi oleh negara yakni memberikan kuasa kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan kepemilikan negara, serta tidak mengizinkan bagi seorang individu maupun swasta untuk mengambil dan memanfaatkannya secara liar atau bebas. Harta kepemilikan umum seperti minyak, tambang, hutan, dsb, dikelola dan didistribusikan oleh negara demi sebaik-baik kepentingan rakyat.

Kesejahteraan hanya bisa terwujud dengan menerapkan sistem Islam yang senantiasa menjaga ketakwaan (individu, masyarakat dan negara), menghasilkan individu-individu yang amanah. Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here