Opini

Ironi, Eksploitasi Berkedok Magang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Yuke Octavianty (Forum Literasi Muslimah Bogor)

Wacana-edukasi.com, OPINI— Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali terulang. Kali ini melibatkan 77 mahasiswa dari Makassar, Sulawesi Selatan. Modus program kerja liburan (Ferien Job) di Jerman dijadikan modus untuk menggaet minat para mahasiswa. Program ini dimulai saat mahasiswa libur kuliah, yakni Oktober, November dan Desember (detiknews.com, 22-11-2024).

Direktorat Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Jamaluddin Farti mengungkapkan sebuah perusahaan datang membawa program tersebut ke kampus-kampus untuk mengajak bekerjasama sesuai dengan keahlian para mahasiswa. Namun ternyata, setelah sampai di Jerman, para mahasiswa dihadapkan dengan pekerjaan kasar yang tidak sesuai keahlian dan bidang masing-masing. Kasus ini berawal dari empat laporan polisi terkait perdagangan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Tidak hanya itu, Polda setempat juga menyebutkan bahwa perusahaan mengiming-imingi mahasiswa, pekerjaan tersebut dapat dikonversikan menjadi 20 sistem kredit semester (SKS) sebagaimana peraturan magang dalam kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Namun sayang, faktanya Ferien Job juga tidak bisa memenuhi kriteria aktivitas MBKM.

Dilema antara Ketrampilan dan Eksploitasi

Kasus TPPO sudah terlalu sering terulang. Sayangnya, pengulangan kasus ini tidak membuat pemerintah mampu bergerak cepat memberikan solusi yang tepat. Khususnya terkait regulasi magang atau kerja yang berbasis ketrampilan. Kedok magang menjadi iming-iming yang tidak mampu ditolak mahasiswa. Apalagi saat memasuki masa liburan. Tidak itu saja, bekerja atau magang di luar negeri pun diklaim memberikan kebanggaan tersendiri bagi para mahasiswa dalam negeri.

Di tengah penerapan kurikulum MBKM, program magang semakin diminati. Selain mendapatkan pengalaman bekerja, program magang ini dapat dikonversikan dengan bobot perkuliahan selama satu semester, yakni 20 SKS. Keuntungannya para mahasiswa tidak perlu mengikuti perkuliahan beserta ujian jika telah selesai mengikuti program magang.

Sistem magang menjadi salah satu program andalan kurikulum MBKM. Mengingat orientasi sistem pendidikan yang kini diterapkan adalah kesiapan peserta didik terjun di dunia kerja. Apalagi program ini dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mengurangi jumlah pengangguran.
Program magang pun menjadi salah satu jalan ampuh bagi para mahasiswa agar mudah dilirik perusahaan besar setelah kelulusan.

Betul sekali, magang adalah program efektif untuk meningkatkan skill (kemampuan) para pelajar dan mahasiswa. Sayangnya, dalam tatanan pendidikan sekular, program magang justru ditunggangi oleh oknum tidak bertanggung jawab hingga akhirnya menimbulkan eksploitasi dan pembajakan potensi mahasiswa. Oknum-oknum ini biasanya berasal dari perusahaan atau industri baik di dalam maupun di luar negeri. Konsep ini tentu akan mengaburkan kekuatan generasi sebagai agen perubahan.

Inilah dampak diterapkannya sistem pendidikan kapitalisme. Sistem rusak yang membuka peluang terjadinya TPPO berkedok magang. Fenomena yang begitu marak terjadi ini berkaitan dengan orientasi negara dalam menyiapkan tenaga kerja. Semua orientasi difokuskan untuk pencapaian keuntungan secara materialistis.

Di sisi lain, adanya “link and match” antara perguruan dan perusahaan membuat kegiatan magang menjadi salah satu pilihan untuk mengasah kecerdasan dan keterampilan dalam bekerja. Keadaan ini pun dijadikan peluang bagi perusahaan dengan memanfaatkan situasi sehingga dengan mudah mendapatkan tenaga kerja murah. Semua ini terjadi sebagai akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan negara terhadap kerja sama kampus dan perusahaan. Tidak heran, program magang dalam pendidikan sekuler menjadi strategi pembajakan potensi mahasiswa. Alhasil, mahasiswa pun banyak disibukkan dengan aktivitasnya dalam lingkup kapitalistis. Dan lupa dengan peran hakikinya sebagai agen perubahan. Wajar saja, akhirnya banyak mahasiswa tersandung masalah ini dan menjadi dilema yang sulit dipecahkan. Karena sistem kapitalisme mengaruskan semua pemikiran hanya pada orientasi keuntungan materi. Bukan pada peran sejati mahasiswa yang utuh.

Parahnya lagi, sistem pendidikan yang kini diadopsi justru menciptakan regulasi yang mendukung korporasi dalam program magang. Artinya negara angkat tangan pada kepentingan mahasiswa dalam penyediaan pekerjaan layak yang sesuai keahlian. Seluruh urusan pekerjaan justru diurusi korporasi yang hanya memfokuskan pada prinsip ekonomi ala kapitalisme, keuntungan setinggi mungkin dengan modal yang serendah-rendahnya.

Kekuatan Penjagaan Islam

Sistem Islam menjunjung tinggi tujuan pendidikan. Visi tersebut membentuk proses yang melahirkan kepribadian berbagai pihak. Tidak ada sekularisasi dalam setiap bidang keahlian. Misalnya generasi yang ahli agama turut andil dalam membangun negara dan pemerintahan yang amanah.

Terkait hal tersebut, dibutuhkan tatanan sistem yang mumpuni dan mendukung penerapan sistem kehidupan yang menyeluruh tanpa memisahkan aturan agama dalam setiap kehidupan. Inilah paradigma sistem Islam yang diterapkan dalam institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang menjaga peran generasi.

Khilafah merupakan penanggung jawab utama tercapainya tujuan pendidikan Islam baik dalam hal sarana prasarana maupun kurikulumnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”(HR. Bukhori)

Dalam hal pendidikan, sistem ekonomi Islam akan mendukung pendidikan gratis berkualitas yang merata untuk seluruh anak bangsa. Pendidikan praktis seperti magang akan disediakan oleh khilafah tanpa harus bergantung pada korporasi atau perusahaan. Jika harus ke perusahaan tertentu, khilafah akan melakukan pengawasan secara langsung guna melindungi agar tidak terjadi eksploitasi.

Potensi generasi pun benar-benar ditujukan untuk membangun peradaban mulia melalui kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Paradigma pendidikan dalam Islam tidak difokuskan pada pencapaian materi karena setiap kebutuhan pokok telah dipenuhi negara. Sehingga generasi pun “tidak ngoyo” dengan iming-iming duniawi. Generasi lebih berfokus pada tugasnya sebagai agen perubahan yang menguatkan peradaban.

Dengan Islam-lah, potensi generasi menjadi gemilang. Dengannya pula, kehidupan bergelimang berkah dan rahmat Sang Pencipta.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here