Opini

Ironi Gugurnya Prajurit Terbaik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Nurhikmah

(Tim Pena Ideologis Maros)

Wacana-edukasi.com — Indonesia kembali berduka, setelah KRI Nanggala-402 dinyatakan hilang kontak ( submiss) pada Rabu (22/4/2021) dini hari lalu. Kini kabar tersebut semakin menambah duka dengan pernyataan panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai yang menyampaikan pada Ahad (25/4/2021) bahwa KRI Nanggala-402 resmi dinyatakan tenggelam ( subsunk) pada kedalaman 850 meter di perairan Bali Utara.

Tragedi ini tentu menyimpan duka yang sangat mendalam, bukan hanya bagi keluarga korban tetapi bagi negeri maupun seluruh bangsa Indonesia. Sebab, meski masih menaruh sedikit harapan, tetapi dengan persediaan oksigen yang hanya cukup dalam rentang waktu 72 jam, tentu bisa dipastikan Indonesia telah kehilangan setidaknya 53 prajurit terbaiknya.

Atas tragedi ini berbagai ucapan duka maupun komentar-komentar ramai bermunculan. Salah satu di antaranya yang dikutip dari Tirto.id (23/4/2021) Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengingatkan bahwa hilangnya Nanggala adalah “insiden serius ketiga pada armada TNI AL”. Kasus ini menurutnya menyingkap kembali permasalahan pengelolaan alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia.

Setelah tragedi Nanggala, pengelolaan alutsista tampaknya memang menjadi sorotan pembicaraan. Sebab, beberapa pihak berkomentar terkait pengoptimalisasian alutsista yang belum maksimal. Sebagaimana yang dikutip dari Tempo.co (25/4/2021) Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Kamis (22/4/2021) lalu mengatakan bahwa, “Kita memang perlu meremajakan alutsista kita. Banyak alutsista kita memang karena keterpaksaan dan karena kita mengutamakan pembangunan kesejahteraan kita belum modernisasi lebih cepat.”

Menyoroti Penyebab Tragedi Nanggala

Meski tenggelamnya KRI Nanggala-402 telah menjadi ketetapan dan takdir dari Sang Pencipta, Allah SWT dan disebut merupakan tragedi yang terjadi secara alamiah. Namun, tetap saja negara memiliki tanggung jawab besar atas penyediaan segala bentuk keperluan para prajurit dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan pertahanan negara secara maksimal.

Sejauh ini, Indonesia hanya memiliki lima kapal selam. Sebagaimana yang dikutip dari detik.com (22/4/2021), bahwa lima kapal selam yang dimiliki oleh Indonesia di antaranya adalah Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405, KRI Cakra-401, dan KRI Nanggala-402.

Padahal Indonesia dikenal sebagai Negara Maritim karena luas perairan wilayahnya lebih besar daripada luas daratannya. Sehingga pemeliharaan dan perawatan terhadap alutsista termasuk penyediaan kapal selam bagi para TNI AL adalah suatu hal yang sangat krusial. Agar upaya pencegahan tragedi semisal KRI Nanggala ini dapat dimaksimalkan.

Diketahui pula bahwa usia KRI Nanggala-402 ternyata telah sangat tua yakni berusia sekitar 40 tahun. Sebagaimana yang dikutip dari Tirto.id (23/4/2021), bahwa kapal Naggala dipesan Indonesia pada 1977 dan mulai digunakan pada 1981. Dan pernah menjalani perawatan di Korea Selatan pada tahun 2009 kemudian dikembalikan pada 2012.

Sehingga, atas dasar ini negara sepatutnya dapat lebih bermaksimal lagi dalam pemenuhan segala kebutuhan prajurit. Masalah pembiayaan harusnya tak cukup menjadi alasan dalam kelambanan mengurus urusan pertanahanan negara. Sebab, Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Sehingga, hal tersebut bukanlah sebuah masalah jika pemerintah dapat mengoptimalkan pengelolaan kekayaan secara maksimal.

Negara juga harusnya dapat memetakan skala prioritas. Masalah pertahanan negara tentu lebih urgen dibanding masalah pembangunan. Inilah watak dari sistem kapitalisme. Fokus kapitalisme adalah bagaimana mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Nyatanya investasi pembangunan tentu lebih menguntungkan ketimbang urusan pertahanan negara.

Peranan Islam dalam Pertahanan Negara

Dalam pandangan Islam mempertahankan kedaulatan dan kesatuan sebuah bangsa dan negara merupakan suatu hal yang sangat penting. Negara wajib menciptakan kekuatan yang cukup agar dapat menggentarkan para musuh. Sehingga pertahanan negara dapat berdiri dengan kokoh.

Allah SWT berfirman: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya..” (TQS. Al- ‘Anfāl: 60).

Pertahanan kokoh tersebut terwujud dari pengadaan departemen kemiliteran yang tidak hanya bertugas melindungi kedaulatan negara tetapi lebih dari itu mereka juga bertugas untuk menyebar luaskan syariat Islam melalui dakwah dan jihad fisabilillah.

Oleh sebab itu, negara yang menerapkan sistem kepemimpinan Islam sangat memperhatikan segala kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan dari departemen militer. Negara akan membangun industri kemiliteran untuk menciptakan persenjataan, alat transportasi, maupun peralatan-peralatan tercanggih lainnya.

Kemudian untuk urusan pendanaan kemiliteran. Negara akan mengambilnya dari kas baitul mal pada pos kepemilikan negara seperti fai’, kharaj, ghanimah, dan izyah. Jika tidak cukup, dana akan diambil dari pos kepemilikan umum berupa hasil pengelolaan sumber daya alam secara mandiri ataukah memungut dharibah (pajak) dari warga negara sampai dana tersebut dapat terpenuhi.

Sehingga, dengan pengelolaan departemen kemiliteran seperti ini tentu tragedi yang dapat menghilangkan nyawa para prajurit terbaik akibat ketidakmaksimalan persenjataan dapat dihindari. Membangun sebuah sistem pertahanan dan industri kemiliteran terbaik bukan lagi sebuah khayalan jika pengelolaan sistem pertahanan kokoh ini dapat diterapkan dalam lingkup daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here