Oleh: Raodah Fitriah, S.P.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Hari Guru Nasional menjadi sebuah perayaan sakral tiap tahunnya. Diadakan setiap tanggal 25 November yang mulai dilaksanakan semenjak tahun 1994, dengan tujuan untuk memperingati peran guru yang begitu penting dalam mencerdaskan generasi. Tema yang diangkat pada perayaan Hari Guru tahun ini adalah, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”, sebagai bentuk dukungan dan apresiasi untuk membangun Indonesia yang lebih kuat (Liputan6, 22/11/2024).
Dilema Nasib Guru dan Generasi di Indonesia
Guru adalah profesi yang sangat mulia, yakni sebagai pendidik dan pengajar generasi serta memiliki peran penting dalam membantu siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai moral. Namun keberadaannya acapkali dianggap antara ada dan tiada, bahkan hanya diposisikan sebagai pekerja dengan gaji yang sangat rendah dibandingkan profesi lain. Hal ini diperkuat oleh data dari lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa yang mengungkap fakta miris seputar kesejahteraan guru di Indonesia pada bulan Mei 2024. Ternyata 74% guru honorer/kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp 2.000.000,- per bulan, bahkan 20,5% di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp 500.000,- (www.ideas.or.id, 22/05/2024).
Tidak hanya itu, guru sering menjadi korban diskriminasi. Kejadian ini seperti yang dialami oleh ibu Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang menjadi tersangka penganiayaan terhadap seorang siswa yang dilaporkan oleh orang tua korban. Padahal jelas, tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi sebenarnya (Detik sulsel, 23/10/2024). Kasus serupa juga dialami oleh seorang guru di Taliwang, Sumbawa Barat, yang didenda hanya karena menghukum siswanya yang tidak mau sholat (Liputan6, 09/10/2024).
Peran guru dalam mendidik generasi tidak bisa maksimal dilakukan, karena adanya sanksi hukum membatasi ruang gerak seorang guru dalam mendisiplinkan peserta didik. Pendidikan hanya sebagai alat transfer ilmu pengetahuan semata, tanpa menanamkan nilai-nilai moral dan agama karena dianggap tidak relevan dengan sistem hari ini. Alhasil, kita akan mendapati generasi yang pintar secara akademik namun tidak memiliki adab.
Ketidakjelasan yang terjadi di sistem pendidikan tentu saja mempengaruhi kualitas siswa. Hasil penilaian yang dilakukan oleh Organization for Economic Corporation and Development (OECD) dalam Programmer for International Student Assessment (PISA), ternyata skor membaca anak Indonesia menurun 359 poin. Nilai yang sangat rendah dibandingkan di tahun 2018, Indonesia mendapatkan skor 371 poin (Kompas.com, 09/12/2024).
Negara Sekuler Kapitalis, Akar Masalah Pendidikan
Saat ini kita saksikan bahwa negara abai terhadap nasib guru dan generasi. Tidak ada penghargaan berarti yang diberikan, pun guru dibiarkan hidup dengan beban dan tekanan yang tinggi. Akhirnya guru pun melakukan perilaku yang kontradiktif dengan profesinya. Bahkan ada yang justru menjadi pelaku kriminal, pelaku bullying, kekerasan seksual, kekerasan fisik bahkan terlibat judol. Kondisi ini sangat mempengaruhi tugasnya sebagai pendidik generasi.
Inilah akibat dari negara yang menganut sistem sekuler, yakni menjadikan pemisahan urusan agama dari urusan kehidupan lainnya sebagai pondasi. Asas ideologi yang diterapkan adalah bathil, yakni menjadikan manusia yang sifatnya lemah, terbatas dan hanya mengikuti hawa nafsu menjadi membuat kebijakan dan penentu benar salah. Walaupun gaji guru akan dinaikkan sebagaimana disampaikan dalam pidato Presiden Prabowo Subianto baru baru ini, akan tetapi hal ini tetap tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan guru jika masih menerapkan aturan yang rusak ini.
Dalam sistem kapitalisme, guru hanya menjadi salah satu faktor produksi saja, yang akan digunakan untuk mencetak generasi ‘siap pakai’ alias calon-calon pekerja, yang pada gilirannya akan memacu alur bisnis para korporat. Orientasi pendidikan seperti ini mengeliminasi nilai ruhiyah (agama) dalam bidang pendidikan. Wajar saja guru maupun siswa di negeri ini hanya menjadi pelaku diskiriminasi dan kriminalitas. Jika hal ini terus dibiarkan ada, maka peran guru sebagai pendidik generasi peradaban nihil akan terwujud.
Islam Menjamin Kesejahteraan Guru
Islam sebagai agama yang paripurna yang mengambil aturan yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah, sangat menghormati guru dan ilmu yang dimilikinya, sehingga seorang guru dalam khilafah mendapatkan jaminan perlindungan dan peningkatan kualitas ilmunya. Hal ini dilakukan negara sebagai bentuk terima kasih dan menghormati profesi guru, bahkan daulah khilafah akan memberikan berbagai fasilitas secara gratis seperti fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian buku dan sarana prasarana penunjang.
Khilafah juga menetapkan kriteria yang tinggi bagi seorang guru, yaitu haruslah orang-orang yang memiliki akhlak mulia, wawasan yang luas terhadap bidang ilmunya dan kemampuan mendidik. Hal inilah yang akan menjadi bahan seleksi sebelum mereka layak menjadi seorang guru. Di samping itu, kesejahteraan guru akan terjamin karena khilafah akan memberikan gaji yang tinggi.
Terbukti pada masa khalifah Umar bin Khattab, guru mendapatkan upah sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulan. Pemberian gaji tersebut tanpa memandang status pegawai seperti di sistem saat ini atau tempat pengabdiannya, karena guru memiliki hak dan tugas dalam mengemban amanah sebagai pendidik generasi. Jika para guru sejahtera secara ekonomi, tentu mereka tak lagi harus mencari pekerjaan sampingan atau dibuat pusing dengan pemenuhan hajat dasarnya. Hal ini akan berimbas pada optimalitasnya mengemban amanah mengajar serta mendidik.
Kebutuhan guru dan pegawai yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan yang dibutuhkan, bukan berdasarkan anggaran. Dengan jaminan seperti ini, tentu akan mengurangi beban guru, sehingga fokus utama guru adalah membentuk generasi yang berkepribadian Islam melalui penerapan kurikulum Islam.
Kurikulum berkualitas, akan melahirkan generasi yang berkualitas juga, yakni generasi yang pengetahuannya tanpa diragukan lagi. Selain memiliki ilmu pengetahuan juga memiliki akidah Islam yang kokoh. Generasi seperti ini hanya ada dalam negara yang menerapkan syariat kafah.
Views: 1
Comment here