Opini

Ironi Kekayaan Papua di Tengah Kemiskinan Berkepanjangan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Kholda 

Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga

wacana-edukasi.com, OPINI– Siapa yang tidak mengenal tanah Papua, tanah yang dikelilingi sumber daya alam begitu melimpah, gunung emas serta berbagai mineral di dalamnya, juga potensi kekayaan hayati yang begitu luar biasa. Kondisi ini tentu sangat membanggakan kita sebagai rakyat Indonesia, khususnya bagi masyarakat Papua yang dianugerahi begitu banyak kekayaan alamnya.

Sayangnya, yang terjadi tidaklah demikian. Kehidupan sebagian masyarakat Papua masih ramah dengan kemiskinannya. Mereka masih kesulitan mendapatkan berbagai kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan, pendidikan juga keamanan. Melihat hal itu, pemerintah dengan berbagai upaya berusaha untuk mengentaskan kemiskinan di daerah paling timur Indonesia ini. Langkah yang ditempuh di antaranya melalui program pembangunan di berbagai daerah dengan harapan adanya perubahan dan kemajuan di tengah masyarakat.

Dengan program inilah kehidupan masyarakat Papua banyak mengalami perubahan dan keberhasilan dalam kurun waktu 10 tahun sebagaimana yang disampaikan oleh Theofransus Litaay selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP). Lebih lanjut ia menyampaikan hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan kemiskinan, dan meningkatnya angka harapan hidup. (CNN Indonesia, 11/06/2023).

Masih dari laman yang sama, menurut Theofransus, beberapa kabupaten/kota juga telah melampaui IPM Nasional yang berada pada angka 72,29. Yakni Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Biak Numfor dan Kota Sorong. Di sisi lain tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan yakni dari 28,17 persen di Maret 2010, turun menjadi 26,56 persen pada tahun 2022 di Papua.

Senada dengan itu, JawaPos.com (23/03/2023) pun memberitakan hal serupa, bahwasanya angka stunting dan kemiskinan ekstrem di wilayah Papua Barat mulai menurun. Menyambut hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta agar langkah mengurangi stunting dan kemiskinan ekstrem terus dilakukan secara berkesinambungan.

Jika kita cermati, sekilas memang angka kemiskinan di Papua mengalami penurunan sekitar 2 persen. Namun penurunan tersebut bukan terjadi dalam waktu beberapa bulan, akan tetapi dalam waktu yang cukup panjang yakni 10 tahun. Padahal, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir masyarakat Papua masih mengalami kelaparan ekstrem, hingga menyebabkan kematian. Tak hanya itu kemiskinan di Papua membuat warga setempat tidak mendapatkan akses kesehatan yang layak, pendidikan yang memadai, serta fasilitas infrastruktur yang buruk.

Secara angka, kemiskinan Papua memang mengalami penurunan. Namun sejatinya penurunan kemiskinan tidak cukup hanya berpatokan pada angka saja. Faktanya di lapangan masih terjadi kesenjangan, masyarakat masih hidup dalam kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, serta ketidakadilan. Padahal Papua adalah bumi yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), akan tetapi karena tidak dikelola dengan baik, maka rakyat Papua berada pada kondisi yang memprihatinkan.

Kondisi tersebut tidak lain disebabkan penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang berlandaskan manfaat, keuntungan, dan individualis. Tak ayal melimpahnya SDA di sana justru tidak bisa dinikmati warga sekitar. Karena dari sistem kapitalis lahirlah liberalisasi SDA yang mengakibatkan siapapun berhak untuk mengelolanya asalkan memiliki modal. Alhasil para pengusaha baik swasta lokal maupun asing berlomba-lomba untuk menguasai kekayaan di Papua. Sementara warga sekitar hanya mampu menyaksikan keserakahan mereka tanpa bisa berbuat apa-apa.

Sungguh ironis, wilayah yang kaya dengan SDA, justru kerap terdengar di telinga kita dengan kemiskinan dan ketertinggalannya.

Sejatinya, kesejahteraan di Papua tidak akan sulit terwujud jika sistem ekonomi dan politik yang digunakan adalah sistem yang shahih (benar) yakni sistem ekonomi dan politik Islam. Sistem yang telah terbukti mampu mengatasi segala persoalan kehidupan selama berabad-abad lamanya. Karena sistem ini berasal dari Allah Swt., sehingga aturannya dapat dipastikan mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

Sebagai bukti keberhasilan sistem tersebut yakni ketika mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan rakyatnya adalah pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Beliau berhasil dalam waktu tiga tahun untuk menihilkan kemiskinan. Yakni benar-benar tidak ditemukan orang yang berhak untuk mendapatkan zakat maupun bantuan dari Baitulmaal.

Bercermin dari kisah beliau, maka sesungguhnya Papua akan sampai pada kehidupan yang sejahtera dan adil, bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, dan kesenjangan jika pemimpinnya menerapkan berbagai kebijakan yang berlandaskan Islam. Oleh karena itu, untuk Papua, seorang pemimpin Islam akan menerapkan beberapa kebijakan, di antaranya: Pertama, negara akan memastikan tidak ada seorang laki-laki pun di Papua yang tidak memiliki pekerjaan. Karena hal ini merupakan kewajiban negara yang menerapkan sistem Islam yakni menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, dan papan.

Kedua, negara dalam Islam akan memastikan setiap individu rakyat untuk mendapatkan kebutuhan dasar publik mereka, yakni mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas. Baik itu Muslim, kafir zimmi (orang non-muslim yang hidup di negara Islam), orang kaya maupun miskin akan mendapatkan hak yang sama.

Dengan terjaminnya kebutuhan pokok rakyat serta kebutuhan dasar publiknya maka masyarakat Papua tidak akan mengalami keterbelakangan dan ketidakadilan, serta hidup dengan aman tanpa gangguan dari OPM (Organisasi Papua Merdeka) atau intervensi asing.

Untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut, negara akan mengambil dana dari pos kepemilikan umum Baitulmaal. Pemasukan pos ini berasal dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara. Maka dari itu, kekayaan tambang yang melimpah di Papua akan dikelola oleh negara sebagaimana syariat memerintahkannya. Karena barang tambang termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun swasta. Rasulullah saw. bersabda:

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api.” (HR. Ibnu Majah)

Berdasarkan hadis tersebut, maka negara Islam akan mengambil alih pengelolaan SDA yang saat ini dikelola oleh asing, untuk dikelola oleh negara dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat.

Penerapan kebijakan seperti di atas, tidak akan terlaksana jika sistem yang ada masih sistem Barat kapitalisme. Namun sistemnya juga harus mendukung, yakni siatem ekonomi dan politik Islam dengan penerapan secara menyeluruh (kaffah). Sehingga tidak ada lagi kasus seperti Papua, wilayah yang kaya SDA tetapi rakyatnya jauh dari kata sejahtera. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here