Wacana-edukasi.com — Negeri kita sering dijuluki sebagai negeri agraris. Dimana penghasilan utama rakyatnya berasal dari pertanian. Namun, faktanya sebanyak 52% sistem irigasi di Indonesia rusak karena berbagai faktor. Salah satunya, terjadi akibat rusaknya sistem bendung yang menjadi pusat pengendali aliran air untuk irigasi. Hal inilah yang menimpa petani di Bumi Anoa. Pasalnya, beberapa waktu lalu Dinas Pertanian Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebutkan bahwa seluas 200 hektare sawah di areal persawahan Amohalo Kendari saat ini tidak diolah sebab, bendungan yang menjadi sumber air mengalami rusak berat (ANTARA Sultra 04/02/2021).
Problematika mangkraknya sawah tak produktif kian menambah panjang angka penurunan luas lahan pertanian. Swasembada pangan yang acapkali di gaungkan, rupanya masih jauh panggang dari api. Bagaimana tidak pemerintah masih tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lima komoditas pokok seperti padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Sungguh situasi yang ironis. Sebagai negara agraris, Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Jauh di atas Thailand dan Vietnam yang mampu memaksimalkan luas wilayahnya untuk memproduksi pertanian khususnya beras dan mendatangkan keuntungan dari kinerja ekspornya.
Di samping itu, minimnya sarana dan prasarana pendukung pertanian termasuk bendungan membuat kualitas beras nasional masih belum kompetitif dengan beras impor. Padahal, kebutuhan pangan nasional semakin lama makin meningkat. Pemangku kebijakan seyogianya, memperhatikan sarana vital petani. Negara wajib memberikan fasilitas untuk memperbaiki bendungan yang rusak dengan segera. Agar para petani kembali menggarap sawahnya. Sebab, ketersediaan pangan sebagai kebutuhan pokok masyarakat merupakan tanggungjawab pemerintah. Demikian juga halnya pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Sayangnya, di alam kapitalisme neoliberal peran negara dipinggirkan hanya sebatas regulator semata. Sementara operator diserahkan kepada korporasi. Sehingga tidak mengherankan jika, landasan pengurusan rakyat selalu berdasarkan untung rugi bukan kemaslahatan. Sangat jauh berbeda dengan Islam. Islam yang diturunkan Allah Swt. sebagai ideologi, memiliki kekayaan konsep dan pemikiran cemerlang yang bersifat praktis. Aturan Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunah telah terjamin kesahihannya dan teruji kemampuannya untuk menyelesaikan problematika manusia selama puluhan abad. Sehingga pertanian wajib dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Bahkan dengan pengaturan pertanian Islam ini akan mewujudkan dua hal sekaligus yaitu ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Teti Ummu Alif-Kendari, Sulawesi Tenggara
Views: 1
Comment here