Opini

Ironi Negeri Berjuta Sawit

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Lely Novitasari

(Aktivis Generasi Peradaban Islam)

wacana-edukasi.com, OPINI– Ironi. Negeri ini adalah produsen terbesar kelapa sawit, justru minyak gorengnya mengalami kelangkaan dan kenaikan harga! Sebab adanya praktik pembelian bundling/paket dari agen, alhasil harga “Minyakita” makin melambung hingga akses konsumen dapat harga sesuai kemasan begitu sulit.

Mengutip media idxchannel, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara sah telah memutuskan 7 terlapor atau perusahaan terbukti melanggar UU nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng. Putusan tersebut termaktub dalam perkara nomor 15/KPPU-I/2022.

Tujuh perusahaan yang terbukti melanggar undang-undang di antaranya: PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai.

Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie di persidangan pihaknya menemukan bahwa para terlapor tidak patuh pada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.

Tentu akibat praktik monopoli minyak oleh swasta, berimbas pada ketersediaan dan HET minyak di pasaran sulit dikendalikan negara.

Mendag menyampaikan dari hasil pengawasan di lapangan, per 7 Februari 2023, ditemui stok Minyakita sekitar 515 ton yang diproduksi PT BKP produsen terbesar Minyakita pada Desember 2022. Mendag memerintahkan PT BKP untuk segera mendistribusikan Minyakita ke pasar dengan harga sesuai HET. Tapi faktanya harga yang kini beredar melebihi harga HET.

Yang seharusnya bisa dibeli dengan harga Rp.14.000 per liter kini naik menjadi Rp.16.000 per liter. Bila pedagang saja mengeluhkan akibat adanya praktik bundling syarat beli dari agen, apalagi masyarakat sebagai konsumen akhir yang berharap dapat harga minyak terjangkau.

Klaim pemerintah yang menjadikan Minyakita sebagai solusi atas mahalnya minyak untuk rakyat kecil ternyata zonk alias gagal, sebab faktanya masih mahal dan sulit didapat.

Indonesia dengan tanahnya yang subur, kebun kelapa sawitnya sangat luas. Berdasarkan data United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, menempati urutan pertama sebagai penghasil kelapa sawit. Pada tahun 2022 Indonesia tercatat menghasilkan 48,24 juta ton CPO per tahunnya, dengan luas perkebunan kelapa sawit seluas 16,38 juta ha.

Kebijakan yang disampaikan oleh Kemendag dalam regulasi minyak agar tidak terjadi kenaikan harga, kelangkaan minyak, pensyaratan bundling, tapi realitanya masih banyak yang melanggar baik itu produsen, maupun agen. Dengan realita ini menunjukkan dugaan adanya kesalahan dalam regulasi distribusi apalagi dengan lemahnya kontrol pemerintah membuat harga justru melambung di atas HET.

Hasil Sistem yang Rusak

Kebijakan hari ini dibuat berdasarkan sistem ekonomi kapitalis. Dimana pengusaha besar/ pemilik modal lebih mudah menguasai pasar sebagai produsen. Bukti bahwa banyak sumber daya minyak kelapa sawit dikuasai oleh perusahaan swasta bahkan mereka bisa bermain dengan begitu mudahnya mengendalikan harga.

Sementara negara menentukan kebijakan regulasi namun begitu mudah dilanggar oleh banyak perusahaan besar yang bermain. Apakah ini membuktikan kurang tegasnya sanksi?

Negara seakan membuat kebijakan sebagai legalitas semata. Tak betul-betul memberikan sanksi tegas bagi mereka produsen nakal.

Tak hanya itu, ketidak-tegasan dalam aturan perluasan penanaman pohon kelapa sawit juga menimbulkan permasalahan baru. Berkurangnya lahan hutan sebagai penyumbang oksigen, terampasnya tempat bernaung satwa liar, juga kerusakan sedimen tanah akibat pengalih-fungsian hutan.

Begitu banyak dan beranak pinak permasalahan yang ditimbulkan akibat sistem kapitalis hari ini. Tak sedikitpun rakyat ini hari mendapatkan harga kebutuhan yang layak dari kekayaan sumber daya alam negerinya sendiri. Pahitnya rakyat harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk sekedar beli minyak goreng.

Masihkah berharap dengan sistem yang bathil ini?

Islam sebagai Ideologi

Islam menawarkan solusi. Dimana Islam bukan sekedar agama ritual yang mengatur ruhiyah semata melainkan sebuah deen yang bersifat komprehensif (menyeluruh), universal (tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu) sebab Islam bersumber dari Al Khaliq.

Sebagaimana diketahui, Islam pernah memimpin sebuah peradaban, bedaulat dalam sebuah negara yang memberikan kebijakan adil bagi seluruh rakyatnya tanpa terkecuali agama lainnya.

Islam mewajibkan negara sebagai pengatur urusan rakyat, memiliki aturan yang jelas dalam menyelesaikan persoalan, termasuk menetapkan distribusi sehingga rakyat mudah mengakses kebutuhannya.

Persoalan regulasi Minyakita sebetulnya mudah saja diselesaikan, hanya pilihannya mau atau tidak mengambil solusi yang betul-betul bisa menyelesaikannya sampai ke akar.

Di dalam kitab Daulah Islamiyah karya Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani, diceritakan Islam memiliki aturan politik dalam dan luar negeri. Ini bukti Islam punya aturan termasuk dalam aspek muamalah. Adanya Al-Muhtasib (qadhi hisbah), yaitu qadhi yang berwenang menyelesaikan berbagai pelanggaran yang merugikan hak-hak masyarakat secara umum juga semakin membuktikan negara Islam pun mempunyai aparatur negara yang bertugas menyelesaikan permasalahan.

Arti dari al-muhtasib (qadhi hisbah) ini diambil dari hadist shubrah ath-tha’am (tumpukan makanan), disaat Rasulullah saw. menemukan tumpukan makanan yang basah di bagian bawah, lalu beliau memerintahkan agar yang basah tersebut diletakkan di bagian atas sehingga bisa dilihat oleh orang. Sebab ini merupakan hak bagi semua orang. Dalam perkara tersebut Rasulullah saw. telah memberikan keputusan agar meletakkan makanan yang basah berada di permukaan tumpukan makanan tersebut untuk menghindari terjadinya penipuan.

Di sisi lain perlu adanya kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam yang selayaknya negara berperan penuh. Jikalau negara tidak mampu mengelola, kerjasama dengan pihak swasta sebatas akod ijaroh bukan pindah kepemilikan. Hingga adanya ruang privatisasi bisa diminimalisir.

Jika ada praktik kecurangan oleh agen atau distributor, negara memberikan sanksi tegas agar memberikan efek jera. Seperti di masa Khalifah Umar Bin Khattab untuk mencegah praktik kecurangan pedagang susu yang mencampurkan air, Khalifah Umar ra. tak segan-segan memberikan sanksi tegas. Bahkan dengan ketegasan aturan Islam mengkondisikan seorang gadis penjual susu memiliki keimanan yang tinggi.

Sekalipun tak ada yang melihat, ia tak sedikitpun mengikuti ajakan ibundanya untuk mencampur susu dengan air. Ia meyakini bahwa Allah Maha Melihat, walaupun Khalifah tak melihat perbuatannya. MasyaAllah.

Bandingkan dengan sistem saat ini kapitalis-sekular, tak segan untuk terang-terangan melakukan praktik kecurangan dan tak sedikitpun memiliki rasa takut akan pengadilan dunia apalagi akhirat. Apakah sistem kapitalis-sekuler masih layak dipertahankan?

Wallahu’alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here