Opini

Ironi Susu Sapi: Saat Jerih Payah Petetnak Berakhir di Selokan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Aqila Farisha (Aktivis Muslimah Kal-Sel)
 
Wacana-edukasi.com, OPINI-
– Puluhan peternak susu sapi perah dan pengepul susu di Jawa barat, tepatnya di Boyolali, terpaksa membuang susu sapi hasil panen mereka. Hal ini karena industri pengelolaan susu (IPS) membatasi kuota pengadaan persediaan susu dari para peternak dan pengepul. Salah satu peternak, Sugianto mengatakan pembatasan kuota sudah terjadi sejak September 2024. Ia menyebut pembatasan ini menyebabkan kerugian hingga ratusan juta rupiah. Sugianto menduga pembatasan penerimaan ini disebabkan karena kebijakan impor susu yang diambil pemerintah (Tempo.co, 8/11/2024).
 
Kepala dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali, menduga menurunnya serapan karena tiga hal yaitu maintenance pabrik, kelesuan konsumen, dan grade standar kualitas. Ia menjelaskan di KUD Mojosongo perhari biasanya menampung 23 ribu liter susu lokal, tapi IPS hanya menerima 16 ribu liter. Ini kemudian menyebabkan susu yang tak dibeli IPS ditampung di mesin pendingin dan mengalami overload (kumparan.com, 9/11/2024).
 
Jika kita amati dengan seksama, aksi peternak susu yang membuang hasil panennya adalah sebuah ironi. Penyebab utama dari aksi ini adalah karena berkurangnya penyerapan susu dari IPS akibat pembatasan kouta. IPS lebih memilih mengimpor susu skim daripada menggunakan susu segar dari peternak lokal, karena harganya yang lebih murah. Akibatnya, susu segar yang dihasilkan peternak tidak dapat diserap dengan maksimal.
 
Berdasarkan data Kementan, sejak 2012-2021, ketersediaan susu untuk konsumsi nasional dari impor sebesar 80%, sedangkan susu sapi lokal hanya memasok 20%. Alasannya karena susu lokal tidak memenuhi standar. Bersamaan dengan ini, program makan bergizi gratis, juga erat kaitannya dengan kabar tentang pasokan susu dari investor Vietnam sebanyak 1,8 juta ton, dan perusahaan Qatar juga siap memproduksi 2 juta ton susu/tahun di Indonesia. Fakta ini berpeluang menjadi celah untuk menunjukkan bahwa impor sebagai salah satu solusi ketersediaan susu. Sehingga akan berdampak terhadap rendahnya serapan susu dari peternak lokal.
 
Sayangnya, ketika permasalahan ini mencuat, pemerintah justru memberikan solusi pragmatis. Solusi tersebut diantaranya hilirisasi susu dan pemberian insentif kepada peternak yang terdampak. Hilirisasi yaitu pengolahan produk mentah menjadi produk yang memiliki nilai lebih tinggi. Proses ini melibatkan pemrosesan, pengemasan, distribusi dan penjualan produk. Hilirisasi adalah target yang sejalan dengan cetak biru pertanian tahun 2029, yakni Indonesia mampu mencapai swasembada susu secara penuh.
 
Terkait hilirisasi susu, Menkop Budi Arie Setiadi, mendorong koperasi-koperasi susu yang ada di Indonesia untuk melakukan hilirisasi produk agar bisa mengatasi masalah kelebihan produksi yang tidak terserap oleh IPS. Ia juga mengatakan pihaknya telah memerintahkan LPDP untuk menyediakan pembiayaan bagi koperasi susu yang membutuhkan modal agar bisa meningkatkan volume dan kualitas produksi dan mendorong koperasi susu mulai melakukan hilirisasi produk. Namun hilirisasi justru bentuk liberalisasi susu, karena perusahaan asing bisa langsung mendirikan pabrik/lahan produksi di negara ini.
 
Faktanya, jika produk  kedua investor asing ini memiliki tujuan mendukung swasembada susu nasional, karena menggunakan bahan baku lokal. Ini justru mengakibatkan persaingan tiap peternak makin sengit. Akhirnya yang memenangkan persaingan ini adalah pemilik modal terbesar, yaitu investor asing.
 
Permasalahan lain yaitu, harga susu yang sangat terpengaruh dengan susu impor. Keberadaan susu impor membuat stok susu melimpah, sehingga pasti akan menekan harga susu lokal. Padahal peternak sudah mengeluarkan biaya operasional yang banyak. Alhasil peternak mengalami rugi besar.
 
Fakta ini menarasikan, bahwa pemerintah setengah hati dalam mengurusi sektor peternakan sapi perah maupun produksi susu lokal. Jika benar pemerintah sepenuh hati mengurusi rakyatnya, pemerintah akan fokus menguatkan produksi susu nasional dari sumber daya lokal, tanpa harus mengundang para investor, apalagi asing. Jelas ini semua adalah dampak dari penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik.
 
Sungguh Islam memiliki sistem dan politik ekonomi yang akan menjamin perlindungan bagi peternak susu sapi  perah agar jerih keringatnya bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Sistem ini akan efektif jika diterapkan oleh negara. Dalam Islam sektor peternakan adalah tanggung jawab penguasa.
 
Untuk menjamin nasib para peternak, pemerintah akan mewujudkan stabilitas harga susu. Susu impor ada di dalam negara Islam. Pemerintah akan memastikan bahwa ini tidak berdampak pada susu lokal. Jika berdampak, maka pemerintah memiliki wewenang membatasi impor.
 
Pemerintah juga berperan menjamin pemberdayaan sektor peternakan sapi perah dalam negeri. Kawasan yang memiliki potensi akan diakomodasi dan difasilitasi dengan sebaik mungkin. Untuk mengelola stok susu, pemerintah akan membangun pusat industri pengolahan yang mampu menyerap susu dari peternak. Apabila stok surplus, pemerintah akan mengekspor ke negara lain. Jika produksi sedang defisit, maka pemerintah akan melakukan impor, tetapi ini sifatnya sementara.
 
Pemerintah juga akan fokus untuk merevitalisasi sektor peternakan di dalam negeri, agar tidak tergantung pada impor. Sektor peternakan di dalam negeri pun akan berkembang pesat, sehingga ketersediaan susu dapat diwujudkan. Pemerintah juga bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan setiap individu rakyat. Agar mereka memiliki daya beli yang baik untuk memenuhi kebutuhannya.
 
Dengan ini rakyat jauh dari kerawanan pangan dan kelaparan. Demikian gambaran mengenai upaya serius dari pemerintah dalam Islam mewujudkan terpenuhinya kesejahteraan rakyat. Wallahu’alam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here