Opini

Islam, Hentikan Kekerasan Seksual Sampai Tuntas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dian Puspita Sari (Aktivis Muslimah dan Member AMK)

wacana-edukasi.com– Tiada hari tanpa suguhan berita kriminal. Inilah kisah nyata yang kita saksikan di sekitar kita. Salah satunya adalah kekerasan seksual terhadap perempuan. Kekerasan seksual yang merebak di negeri ini dikhawatirkan juga terjadi di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BKBPP P2) Pacitan turut memperketat pengawasan.
Kepala BKBPP P2 Pacitan Hendra Purwaka meyakinkan bahwa kekerasan seksual minim di Kota 1.001 Gua ini. Setiap tahun total kasusnya tidak lebih dari satu-dua. Bahkan jumlah kasus di tahun ini hanya berkisar satu dari yang sebelumnya dua kasus. ‘’Laporan yang masuk minim, tapi kami tetap waspada,’’ ujarnya, Sabtu (18/12 (radarmadiun.jawapos.com, 18/12/2021).

Ada apa di balik maraknya kekerasan seksual?Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di bumi Pertiwi, tapi juga di dunia. Setiap tahun, jumlahnya terus bertambah.

Masyarakat menganggap kriminalitas, termasuk kekerasan seksual, sebagai hal lumrah. Mengapa? Karena masyarakat hidup di era sekularisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Paham ini muncul dan diterapkan setelah keruntuhan kekhilafahan Islam terakhir, Turki Utsmani di Turki. Sejak itu, Mustafa Kemal Ataturk menghapuskan Syariat Islam dan menggantinya dengan Sekularisme. Dunia, termasuk Indonesia mengadopsi sekularisme.
Menurut paham ini, agama sekadar mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan diri manusia sendiri. Itupun jika manusia taat beribadah.

Saat ini, banyak orang beragama tapi hanya di KTP. Agamanya Islam. Namun, dalam kehidupan hariannya, mereka tidak taat beragama. Mereka jarang bahkan tidak menunaikan shalat 5 waktu, puasa, dan berbagai ibadah, baik wajib maupun sunah.

Kehidupan berkeluarga juga ikut terdampak. Kedekatan hubungan antara orang tua dan anak kian renggang. Anak lebih percaya pada teman atau orang asing yang baru ia kenal. Selaras maraknya arus liberalisasi di semua elemen kehidupan, orang semakin sibuk dengan urusan pribadi. Urusan pekerjaan, pertemanan, asmara, konflik keluarga dan beragam masalah hidup lainnya. Di benak mereka, tak terbayang ada solusi jitu yang mengatasi problem kehidupannya hingga tuntas. Yang terbayang adalah solusi “utak-atik asal gatuk” alias tambal sulam. Jika solusi yang mereka gunakan cocok untuk menyelesaikan masalah mereka, itulah yang mereka jadikan patokan (standar). Padahal jika solusi tambal sulam ini dibiarkan jadi patokan, akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.

Generasi bangsa juga mengalami krisis adab dan akhlak. Adab dan akhlak generasi tergerus oleh godaan setan yang bernama “isme” seperti liberalisme, pluralisme, individualisme, dan paham-paham yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan (ketauhidan Allah) dan agama. Selain itu, moderasi beragama juga ikut memperburuk kondisi beragama umat. Hakikat moderasi ibarat saudara kembar liberalisme beragama. Keduanya sama-sama ingin membebaskan kaum muslimin dari Rabb dan agama-Nya.

Dalam hidup, ada kaidah kausalitas. Ada sebab ada akibat. Pelecehan seksual marak terjadi lantaran adanya penerapan sistem sekuler liberal. Kasus kriminal ini terjadi di seluruh penjuru negeri. Dari ibu kota hingga pelosok daerah. Dari kota metropolitan hingga pedesaan. Dari warga yang berpendidikan non agamis hingga agamis seperti pondok pesantren.

Sistem sekuler yang diterapkan negara meniscayakan ketiadaan kontrol individu, masyarakat dan negara. Individu masyarakat dibiarkan negara untuk bebas berpikir dan berbuat semaunya. Ketiadaan kontrol dari ketiga komponen masyarakat ini menyebabkan kemaksiatan dan kezaliman merajalela. Tugas negara malah menjamin keberlangsungan kebebasan di tengah masyarakat. Apabila kasus pelecehan seksual marak terjadi, regulasi yang diterapkan pihak penguasa tidak jauh dari nilai-nilai sekuler-liberal. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam regulasi, seperti Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), dan Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021.

Jika ini dibiarkan terus terjadi, akan ada lebih banyak masalah yang mengancam anak negeri ini. Bagaimana pandangan Islam tentang kekerasan seksual?

Islam adalah agama sempurna, solusi tuntas atas segala persoalan hidup umat manusia di dunia hingga akhirat. Islam menjamin kelangsungan hidup yang tenteram dan sejahtera di bawah payung syariat Allah. Sebelum 1001 masalah itu datang untuk menguji hidup seorang hamba Allah, Islam sudah diturunkan-Nya dengan seperangkat aturan yang kafah.

Sebelum kejahatan kekerasan seksual itu terjadi, Islam sudah memiliki aturan sebagai:
1. Upaya preventif: untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki, termasuk kekerasan seksual, di kemudian hari.
Interaksi laki-laki dan perempuan diatur. Secara fitrah, laki-laki dan perempuan hidup terpisah. Tanpa alasan syar’i, mereka tidak diperkenankan untuk berinteraksi secara intens.

Di dunia pendidikan, tempat duduk siswa dan siswi terpisah. Interaksi di antara mereka hanya diperbolehkan sebatas proses belajar mengajar. Begitu pun dalam dunia kesehatan, hukum (peradilan), perdagangan, dan lain sebagainya. Interaksi antara laki-laki dan perempuan hanya sekadar interaksi yang dibutuhkan.
Ada ilmu dan adab dalam semua perbuatan atau perilaku. Ilmu dan adab itu terdapat dalam sumber hukum Islam, yakni Alquran dan sunah.

2. Upaya kuratif: untuk menghukum pelanggar syariat.
Apabila dalam proses pemberlakuan syariat Islam terjadi pelanggaran, Islam memiliki sistem sanksi atau uqubat yang tegas.
Allah Swt. berfirman,

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 179)

Terkait kekerasan seksual, hukum Islam menindak tegas pelakunya (pemerkosa, pedofil, dan predator seksual).

Di masa Rasulullah, pelecehan seksual pernah dialami seorang muslimah. Kisahnya ditulis dalam kitab Abu Dawud dan at -Tirmidzi. Di suatu malam, seorang muslimah berjalan menuju ke masjid untuk salat berjamaah.
Dalam perjalanan, muslimah itu dihadang oleh seorang laki-laki yang berniat jahat kepadanya. Laki-laki itu memerkosanya. Perempuan itu tak berdaya melawannya.

Ia sudah berteriak meminta tolong. Naas, tak seorang pun yang mendengar teriakannya. Setelah merenggut kehormatan muslimah tersebut, pelakunya kabur. Tak lama setelah itu, seorang laki-laki lain lewat di hadapannya. Ia melihat ada perempuan yang meminta tolong. Ketika hendak menolongnya, ia malah dicurigai sebagai pelaku pemerkosaan. Insiden itu terjadi di malam hari sehingga korban pemerkosaan tak mengenali wajah pelaku yang sebenarnya.

Lalu, sekelompok orang Muhajirin lewat. Muslimah itu mengaku bahwa ia telah diperkosa oleh laki-laki yang bersamanya. Merasa tertuduh, laki-laki tersebut lari ketakutan. Ia dikejar dan tertangkap, kemudian dihadapkan kepada perempuan tersebut.
Laki-laki itu dibawa ke hadapan Rasulullah. Rasulullah menetapkan hukuman had kepadanya. Sesaat hukuman akan beliau jatuhkan, laki-laki pemerkosa yang sesungguhnya datang untuk menyerahkan diri. Laki-laki malang tadi terbebas dari hukuman had. Rasulullah menyuruhnya untuk pergi dan berkata kepada korban pemerkosaan itu, “Pergilah, Allah telah mengampunimu!”. Rasulullah kembali bersabda, “Rajamlah laki-laki ini. Andai taubatnya dibagikan ke seluruh penduduk Madinah, taubatnya akan diterima.”

Dari kisah di atas, dapat kita lihat bahwa penegakan hukum kepada pelaku pelecehan seksual benar-benar dilaksanakan oleh Rasulullah sebagai pemimpin kala itu.

Islam sangat melindungi kehormatan manusia, termasuk perempuan. Apabila ada kehormatan perempuan ternoda, Islam tak segan-segan menindak tegas pelakunya dengan sanksi setimpal. Filosofi penerapan sanksi terhadap pelaku kejahatan berfungsi sebagai zawâjir dan jawâbir. Zawâjir (pencegah) berarti mencegah manusia lain dari melakukan tindak kejahatan serupa. Jawâbir (penebus) berarti menebus dosa kejahatan pelaku di akhirat.

Wallahu a’lam bishawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 45

Comment here