Oleh: Opa Anggraena
Wacana-edukasi.com — Pandemi yang tak kunjung usai memang membuat semua terasa sulit. Selain ekonomi yang semakin terpuruk, pendidikan pun terkena imbasnya. Pasalnya sistem PJJ berkepanjangan berdampak ganguan psikososial sehingga Kemenag menerapkan kurikulum darurat yang sifatnya sementara. Panduan ini merupakan pedoman bagi satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran di madrasah pada masa darurat covid-19.
“Sebenarnya ini sudah disiapkan tahun lalu, dan semakin relevan saat pandemi menunjukkan grafik naik drastis,” katanya, (sindonews.com, 7/2/2021).
PJJ yang dari awal menjadi kebijakan pemerintah dalam menangani sistem pendidikan Indonesia dan sudah berlangsung hampir 1 tahun dapat berdampak learning loss karena ternyata pengetahuan dan keterampilan akademis para pelajar berkurang (Kompas.com, 31/01/2021).
Dalam pelaksanaannya, PJJ mengalami berbagai halangan, hambatan, dan masalah bagi murid, guru ataupun orang tua. Mulai dari guru yang kurang efektif dalam pembelajaran daring, fasilitas gadget yang tidak selalu memadai, ketidakmampuan membeli kuota internet, beban pelajaran yang tidak mudah dipahami. Stres pun mudah terjadi pada siswa dan orang tua.
Apakah kebijakan kurikulum darurat dari Kemenag dan Kemendikbud akan efektif dalam memandu mencapai tujuan Pendidikan di masa darurat seperti sekarang?
Kurikulum darurat versi Kemenag lebih menitik beratkan pada akhlak, ubudiyah, sementara versi Kemendikbud lebih ke menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang siap pakai, alias siap bekerja. Sama sekali bukan cara yang efektif karena penerapan kurikulum sekularisme yang menjadi landasan. Sebelum pandemi saja, sistem pendidikan kita sudah bermasalah, kini pandemi semakin memperjelas bobroknya sistem ini. Prinsip dari sistem ini adalah memisahkan pendidikan akal (intelektual) dan rohani (spiritual). Sehingga, melahirkan sosok pemuda yang bisa jadi pandai, berkompeten tapi minim adab. Pandemi dengan kemungkinan besar learning loss akan memperparah kondisi ini. Sudahlah tak beradab, jauh dari agama, ditambah dengan minimnya kompetensi dan intelektual. Bukti nyata sistem ini telah gagal menjamin pelayanan pendidikan kepada rakyat.
Padahal penguasa seharusnya memperhatikan dengan baik dan benar kualitas pendidikan generasi apalagi di masa pandemi seperti ini. Karena pendidikan merupakan investasi yang sangat penting bagi para generasi. Kalau sampai learning loss ini terjadi akan sangat menimbulkan dampak yang buruk bagi para generasi.
Islam Mampu Menyelenggarakan Kualitas Pendidikan Terbaik
Dalam Islam, generasi muda adalah aset besar maka haruslah dididik dengan baik dan mendapatkan pendidikan dengn kualitas yang terbaik. Dalam Islam, jelas bukanlah kurikulum sekularisme yang menjadi pijakan. Islam akan menciptakan kesatuan langkah antara keluarga, sekolah, dan negara dalam mewujudkan visi-misi besar bagi pendidikan generasi yang akan datang.
Keluarga sebagai unit kecil kepemimpinan berperan besar sebagai madrasah pertama bagi anak . Di dalamnya haruslah ada pembinaan iman, takwa, dan kepribadian Islam. Ibu selaku guru pertama dan ayah berperan sebagai kepala sekolah.
Peranan sekolah juga harus mengakomodasi kurikulum sahih berdasarkan visi-misi besar pewujud khairu ummah. Murid-murid harus diisi dengan aspek ruhiyah dan dididik agar menjadi sosok yang berakidah dan memiliki berkepribadian Islam. Juga berintelektual dalam hal akademik untuk dipergunakan dalam menolong dan memperkenalkan Islam secara menyeluruh kepada umat .
Negara memiliki peran besar terhadap terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan menerapkan aturan Islam, sehingga Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sehinggga para penguasanya akan menjaga keberlangsungan generasi muslim dengan gelarnya sebagai khairu ummah (umat terbaik). Negara juga harus mampu meriayah umat dan menjaganya agar senantiasa terikat pada hukum syara. Negara wajib memberikan fasilitas pendidikan yang terbaik bagi para generasi agar dapat melahirkan generasi yang cerdas, beriman, dan takwa.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 98
Comment here