Oleh Lilis Sumyati
(Pendidik Generasi dan Ibu Rumah Tangga)
Maka sudah seharusnya kita kembali pada sistem Islam, hal ini bukan hanya seruan semata namun sebagai solusi yang nyata untuk dunia. Konsep Islam dalam menangani wabah sangat revolusioner
Wacana-edukasi.com — Melonjaknya kasus terkonfirmasi covid-19 menambah karut-marut keadaan yang terjadi, dengan ditemukannya varian terbaru covid-19 menambah daftar panjang orang yang terinfeksi. Dampak yang ditimbulkan pun berimbas pada pelayanan kesehatan, ruang perawatan, APD, oksigen, peti mati, logistik hingga tempat pemulasaraan jenazah. Alhasil banyak warga yang melakukan isolasi mandiri di rumah dengan segala keterbatasan. Mirisnya, banyak warga isolasi mandiri meninggal dunia tanpa penanganan dan pelayanan kesehatan maksimal seperti yang terjadi pada warga di Kabupaten Bandung.
Dikutip dari laman dara.co.id, Kepala Desa Lengkong Kecamatan Bojongsoang, Agus Salam mengatakan ada beberapa warga yang meninggal dunia ketika melakukan isolasi mandiri. Namun pihaknya kebingungan jika ada masyarakat yang meninggal, karena keterbatasan kelengkapan pemulasaraan yang tidak memadai. Pihaknya meminta pemerintah Kabupaten Bandung segera membentuk relawan atau satgas khusus untuk pemulasaraan jenazah Covid-19 yang meninggal ketika melaksanakan isolasi mandiri (isoman). Karena ketika ada yang meninggal karena Covid-19, APD yang digunakan pun hanya jas plastik 40 ribuan, jenazah juga dimakamkan hanya dengan menggunakan kantung jenazah, tidak memakai peti mati.
Selain itu, menjalankan isolasi mandiri menjadi tantangan berat bagi penyintas covid-19. Terlebih jika lingkungan sekitar seolah tidak peduli dengan kondisi warga yang menjalankan isolasi mandiri. Disatu sisi mereka taat aturan dengan melakukan isolasi mandiri, namun di sisi lain mereka kebingungan karena harus memenuhi kebutuhan hariannya. Seperti yang dirasakan oleh Krismanto, warga Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang harus menjalani isolasi mandiri. Krismanto terpaksa keluar rumah sendiri untuk membeli kebutuhan sehari-hari karena tidak ada bantuan dari pemerintah juga (ayobandung.com, 6/7/2021)
Apa yang dialami warga Desa Lengkong menambah PR besar bagi pemerintah. Untuk menuntaskan masalah ini diperlukan sinergisitas antara pihak aparat desa, pejabat daerah hingga pemerintah pusat dalam penyediaan sarana dan prasarana bagi warga terdampak wabah.
Menurut ketentuan WHO, pemulasaraan jenazah covid-19 harus sesuai SOP demi mencegah terjadinya penularan penyakit dari jenazah ke petugas pemulasaraan maupun ke lingkungan dan pengunjung. Petugas yang menangani jenazah memakai APD lengkap berupa gaun sekali pakai, baju lengan panjang, kedap air, celemek karet, apron, sarung tangan nonsteril (satu lapis) yang menutupi manset gaun, pelindung wajah atau kacamata, masker bedah, sepatu tertutup yang tahan air. Kemudian jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah, lalu dilakukan desinfeksi dan terakhir dimasukkan ke dalam peti mati. Begitulah seharusnya prosedur yang dilakukan.
Dari kasus-kasus di atas sudah jelas bahwa kezaliman terlihat jelas kepada rakyat, dan sudah keterlaluan yang menimbulkan penderitaan berlipat di tengah masyarakat. Abainya pamulasaraan mengakibatkan jenazah tidak ditangani dengan standar covid-19 jelas sangat membahayakan orang-orang yang menanganinya. Demikian pun penyintas covid-19 yang terpaksa keluar rumah untuk membeli kebutuhan karena tidak dipenuhi oleh pengurus setempat, jelas membahayakan masyarakat juga.
Penanganan covid-19 yang tidak terstruktur dengan diberlakukannya kebijakan parsial tak mengakar telah berakibat fatal dan mengerikan. Hampir 2 tahun lamanya laju perkembangan Covid-19 semakin tak berujung. Aturan pemerintah demokrasi melalui pemangku kebijakan negeri ini tidak menyelesaikan masalah, bahkan memperburuk masalah.
Maka sudah seharusnya kita kembali pada sistem Islam, hal ini bukan hanya seruan semata namun sebagai solusi yang nyata untuk dunia. Konsep Islam dalam menangani wabah sangat revolusioner. Tidak seperti sistem kapitalisme saat ini yakni dengan sedikit biaya dengan keuntungan sebesar-besarnya. Penanganan dalam Islam adalah meyakini dengan sepenuh hati konsep keimanan kepada Allah Swt. dan visi pelayanan kepada rakyatnya.
Berikutnya, sudah jelas sekitar 14 abad yang lalu Islam sangat profesional mengatasi wabah penyakit yang menyerang rakyatnya, yaitu dengan karantina wilayah atau lockdown. Khalifah Umar bin Khaththab pada era kepemimpinannya berani mengambil kebijakan lockdown kala itu, sehingga wabah penyakit Thaun dapat teratasi dalam waktu yang relatif singkat. Dengan lockdown prinsip memutus mata rantai penyebaran dapat dihentikan.
Dalam hadits riwayat Bukhari, dari Abdurrahman bin Auf, Rasulullah saw. bersabda,
“Apabila kalian mendengar ada penyakit menular di suatu daerah, jangan lah kalian memasukinya; dan apabila penyakit itu ada di suatu daerah dan kalian berada di tempat itu, janganlah kalian keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari penyakit itu.”
Pemberlakuan lockdown memang membutuhkan tanggung jawab penuh oleh negara. Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam wajib memenuhi segala kebutuhan rakyatnya ketika melakukan isolasi mandiri. Jaminan kebutuhan pangan dengan kadar gizi yang halal dan thayyib, vitamin untuk menjaga imunitas bagi setiap jiwa. Negara akan memberikan secara gratis dan memberikan pelayanan yang baik. Kepemilikan umum akan dikelola oleh negara, selain menjadi pemasukan negara juga akan kembali untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan diberikan kepada pihak asing. Pemasukan utama juga bukan dengan pajak, melainkan dengan yang sudah diberlakukan dalam pos Baitul Mal.
Kemudian upaya lain untuk mengatasi pandemi adalah dengan menerapkan strategi 3T (testing, tracing dan treatment) untuk mencegah penularan. Ketika muncul gejala penyakit di suatu wilayah, negara akan melakukan pengecekan (testing) dan penelusuran (tracing). Kemudian segera pisahkan yang sakit dari yang sehat. Selanjutnya, yang sakit segera dilakukan upaya pengobatan hingga sembuh (treatment). Adapun masyarakat yang sehat di luar wilayah karantina tetap melakukan aktivitas seperti biasa, sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan normal.
Negara juga wajib memberikan keamanan kepada rakyatnya. Tidak akan dijumpai pemimpin dalam Islam yang membahayakan rakyatnya seperti yang terjadi pada saat ini. Semua hal itu akan terlahir dalam sistem Islam. Mewujudkan tegaknya kembali sistem Islam bukan hanya sekedar menunggu saja, melainkan harus sama-sama berjuang menyuarakan Islam dan membangun kesadaran umat akan wajibnya menegakan syariat Islam secara Kaffah.
Wallahu a’lam bi shawab.
Views: 13
Comment here