Oleh Halimah, S.Pd
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Menurut Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro 10 persen dari seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Tanah Air yang berjumlah 4,2 juta masuk kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) karena memenuhi beberapa indikator guna digolongkan sebagai masyarakat miskin. ASN yang penghasilannya di bawah Rp 7 juta per bulan banyak ditemui di golongan II.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Heri Mustamin mengungkapkan solusi yang bisa dilakukan pemerintah di antaranya dengan memberikan bantuan kredit kepada ASN dengan bunga rendah (https://m.kumparan.com/hipontianak/soal-asn-bergaji-di-bawah-rp-7-juta-disebut-miskin-heri-mustamin-beri-solusi-223q0jiMMHj/4//).
Alih-alih mensejahterakan para ASN, solusi yang ditawarkan oleh pemerintah tersebut justru menjerumuskan para ASN khususnya yang muslim kedalam dosa. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 275 yang artinya “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. Dan dalam ayat 279 Allah berfirman yang artinya “ Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba). Maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu”.
Ketika Solusi yang diberikan melanggar hukum Syara’ tentunya kesejahteraan itu tidak akan diperoleh. Begitulah pengaturan yang ada dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini. Setiap aturan ataupun solusi yang ditawarkan oleh pemerintah lahir dari pemahaman sekulerisme atau memisahkan agama dari kehidupan. Berbeda dengan sistem Islam.
Dalam Islam, penguasa yang menjalankan roda pemerintahan berperan sebagai pelayan dan pengurus rakyatnya, menjadi pelindung rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, negara menanggung beban amanah dalam mewujudkan kemaslahatan rakyat semaksimal mungkin. Negara akan menyediakan infrastruktur pendukung, sekaligus merekrut pegawai negeri (ajiir) yang membantu pemerintah dalam menjalankan amanahnya. Negara memperlakukan pegawai negeri sebagaimana layaknya pekerja dengan kontrak kerja yang disepakati. Hal tersebut berjalan sesuai dengan hukum yang mengatur pekerja.
Kontrak mereka meliputi objek suatu pekerjaan dalam masa tertentu. Mereka tidak berhenti dari pekerjaannya selama masih berada dalam masa kontraknya. Merujuk pada kitab Muqaddimah Dustur dikatakan bahwa seluruh pegawai yang bekerja pada negara diatur sepenuhnya sesuai hukum-hukum ijarah (kontrak kerja).
Para pegawai bekerja sesuai bidang masing-masing dengan memperhatikan hak dan kewajiban mereka sebagai pegawai maupun rakyat. Sebagai pegawai, mereka bertugas melayani urusan-urusan rakyat sesuai tugas dan fungsi mereka di masing-masing departemen. Sedangkan sebagai rakyat, negara wajib memenuhi kebutuhan mereka secara pasti dan menyeluruh.
Views: 8
Comment here