Oleh: Ummu Kahfi
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– “Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan (kekuasaan), sedangkan kepemimpinan (kekuasaan) itu akan menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak.” (HR Al-Bukhari, An-Nasa’i, dan Ahmad).
Memanas! Menjelang tahun 2024, geliat parpol-parpol dan massa dari para pendukung bursa capres dan cawapres sudah mulai saling mengunggulkan dan tak jarang aktif dalam kampanye hitam, terutama di media sosial. Parahnya isu tentang agama (baca : Islam) mulai diangkat seolah menjadi bagian yang terlarang dalam kancah perpolitikan.
Seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8/2022). , bahwa ia meminta agar tidak ada lagi politik identitas dan politisasi agama. (www.kompas.com- 16/08/2022)
Islam Politik Berbeda dengan
Politisasi Islam
Islam adalah agama paripurna, yang diturunkan oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Islam mewajibkan setiap muslim untuk melakukan aktivitas politik. Sebab politik dalam Islam memiliki makna yaitu mengurusi urusan umat. Dan aktivitas politik yang wajib dilakukan rakyat (umat) adalah dengan melakukan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa agar penguasa menerapkan semua hukum-Nya ketika mengatur dan mengurus rakyatnya.
Allah Swt. berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS Ali Imran: 104)
Adapun bedanya dengan makna politisasi agama adalah seseorang yang menggunakan simbol atau atribut keagamaan dan narasi agama (read : Islam), hanya untuk sebagai alat meraup suara dan simpati rakyat. Politisasi agama biasanya dilakukan oleh calon kontestan muslim atau non-muslim, dengan memelintir ayat atau hadis demi meraih suara dan simpati rakyat . Hal seperti ini tentunya haram dalam Islam, dan terlarang untuk melakukan politisasi agama.
Allah Swt. berfirman :
“Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.” (TQS Al-Baqarah [2]: 41)
Begitu pun yang dilakukan oleh para calon kontestan muslim yang mengubah penampilan sehingga mereka menjadi tampak “saleh dan islami” menjelang pemilu atau pilkada, ini juga termasuk penipuan yang jelas haram hukumnya. Dan tentu politisasi agama yang seperti ini, akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Sebab ia berambisi menjadi pemimpin agar meraih kekuasaan, dengan jalan menipu rakyat.
Penutup
Jelaslah, Islam politik dan politisasi agama sangatlah jauh berbeda. Politisasi agama adalah mutlak haram dilakukan oleh setiap muslim. Akan tetapi, sebagai seorang muslim kita wajib untuk melakukan aktivitas politik agar umat paham, bahwa kita sangat butuh pemimpin Islam yang mau menerapkan hukum islam, bukan semata-mata pemimpin yang hanya sekedar berambisi terhadap kekuasaan semata.
Wallahualam bissawab.
Views: 10
Comment here