Oleh: Ummu Brilliant (Anggota Komunitas Setajam Pena)
Wacana-edukasi.com — Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021, disambut baik oleh Komnas Perempuan. Sebab RUU PKS tersebut sudah diusulkan sejak 2012.
Komnas Perempuan mengapresiasi DPR RI yang telah menetapkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021. RUU PKS diusulkan sejak 2012, artinya pengesahannya sudah 8 tahun ditunda, kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi (detiknews.com,15/01/2021).
Kekerasan seksual memang telah menjadi masalah besar. Terjadi peningkatan kasus yang signifikan setiap tahunnya. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan tehadap Perempuan (Komnas Perempuan), mencatat sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan disepanjang tahun 2019. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus. Di tahun 2020 diperkirakan bertambah imbas dari pandemi.
Disinyalir karena alasan inilah, maka RUU PKS ini mendesak untuk segera disahkan. Kalangan pegiat perempuan mendesak pengesahan RUU PKS dan mengopinikan penyelesaian kekerasan seksual dengan UU tersebut. Namun banyak pihak yang menyorot bahwa RUU PKS ini tak cukup mewakili aspirasi rakyat untuk menghapuskan kekerasan seksual dan perempuan.
Bahkan RUU ini seolah melegalkan perzinahan dan penyimpangan seksual. Karena yang dibahas didalamnya adalah kasus kekerasannya saja. Seperti kasus pemerkosaan, jika dilakukan atas dasar suka sama suka maka tidak akan ditindak alias dibiarkan. Contoh kasus yang sedang viral, video syur artis papan atas dan pasangannya. Mereka hanya dikenakan wajib lapor tanpa ada hukuman tegas dan membuat jera. Alasannya karena dilakukan suka sama suka. Tentu hal seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pun demikian dengan berbagai penyimpangan seksual yang lain. Misal eljibete, perzinahan, juga perselingkuhan. Ketika hal itu dilakukan atas dasar suka sama suka, maka “It’s okay”. Tidak akan terjerat UU apalagi mendapat hukuman. Na’udzubillah.
Di sisi lain, seolah hanya masalah perempuan yang diurusi. Bagaimana dengan tindak kekerasan seksual pada laki-laki yang notabene juga banyak yang menjadi korban perilaku kaum sodom? Jikalau seperti ini, benarkah mendesakkan RUU PKS menjadi UU akan menjadi solusi?
Publik perlu mengkritisi bahwa RUU-PKS tidak mampu menuntaskan kasus kekerasan seksual. Selama sekuler dan liberalisme masih menjadi pijakan bangunan masyarakat. Jika aturan yang rusak dan merusak ini masih mencengkeram negeri, dipastikan kasus kekerasan ini tidak akan usai. Sistem kapitalis sekuler liberal, selama masih digunakan para pemimpin negeri, meski berulang kali berganti pemimpin, tetap tak akan memberi solusi. Inilah sebenarnya yang menjadi akar masalahnya.
Dalam sistem ini, kebebasan sangat diagungkan, layaknya dewa yang dipuja-puja. Kebebasan yang tidak diatur inilah yang membuat mereka kebablasan. Bebas berpendapat, bebas berbuat, bebas mengumbar aurat dan bebas berperilaku menyimpang. Mereka berpikir bahwa tubuh yang mereka miliki boleh digunakan sekehendak hati. Lupa jikalau dia ada di dunia karena diciptakan oleh Sang Pencipta.
Begitu banyak aksi pornografi maupun pornoaksi yang bertebaran di dunia maya. Tentu hal ini memicu naluri syahwat meningkat tanpa terkendali. Ditambah minimnya ketakwaan dan tipisnya keimanan membuat banyak orang terjerumus dalam perbuatan dosa. Oleh karenanya, tak heran jika kasus kekerasan seksual terus meningkat tersebab sistem yang diterapkan.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Diturunkan oleh Alloh Swt. Pencipta Segala Sesuatu. Pasti, Dia-lah yang paling mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya, termasuk manusia. Islam memiliki seperangkat aturan yang digunakan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tanpa terkecuali. Pun demikian dengan kasus kekerasan seksual, Islam punya solusi final.
Allah Swt. menciptakan manusia dan mengaruniakan naluri pada setiap insan. Hanya saja dalam Islam, semua ada aturan, ada batasannya. Tidak dibebaskan sebagaimana dalam sistem kapitalis sekuler yang serba bebas.
Untuk meningkatkan ketakwaan individu, dalam Islam diperintahkan untuk tholabul ilmi. Hal ini dilakukan untuk mencerdaskan umat, juga agar paham hukum-hukum syara’, serta ada kewajiban untuk mengamalkannya. Ini menjadi kewajiban individu baik laki-laki maupun perempuan.
Pergaulan laki-laki dan perempuan pun diatur. Ada kewajiban menundukkan pandangan dan menutup aurat. Dilarang ikhtilat dan berkhalwat. Larangan berzina, anjuran untuk menikah bagi para bujang yang sudah mampu, serta anjuran berpuasa bagi yang belum mampu.
Di samping itu, konten-konten di media pun akan dibatasi. Digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang bermanfaat, untuk mencerdaskan umat. Juga ada perintah untuk beramar makruf nahi mungkar. Ini merupakan kontrol yang kuat di tengah masyarakat. Ada nuansa saling mengingatkan dan menasehati sesama.
Jika masih ada yang melanggar, maka dalam Islam ada hukum yang tegas dan mampu membuat jera. Dipastikan dari sini maka tidak akan ada yang berani melakukan hal yang sama.
Demikian sempurna dan paripurna aturan Islam. Dan solusi Islam yang komprehensif ini hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi yakni sistem khilafah. Yang darinya Allah akan turunkan rahmat dan keberkahan bagi semua alam. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al A’raf ayat 96:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Wallahua’lam bishshawab
Views: 9
Comment here