Opini

Islamophobia Terjadi Lagi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Wa Ode Vivin (aktivis muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus pembakaran Al-Qur’an kembali terjadi lagi di Swedia, ini bukan sekali tapi sudah kesekian kalinya. BBC New Indonesia.com. melaporkan aksi pembakaran Al-Qur’an kembali terjadi di Swedia, kali ini berlangsung di tengah perayaan Idul Adha. Namun, tidak semua warga Swedia setuju terhadap aksi tersebut. Beberapa warga yang berada di lokasi unjuk rasa menilai tindakan pria asal Irak yang pindah ke Swedia, Salwan Momika, sebagai bentuk provokasi. Aksi yang dilakukan atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi ini kemudian menuai kecaman di seluruh dunia, termasuk Indonesia – negara dengan populasi Muslim terbesar dunia (Rabu, 28 Juni 2023).

Alquran seharusnya dimuliakan dengan dibaca, dipahami, dan diamalkan. Di dalam Alquran terdapat peraturan yang mengatur tentang segala aspek kehidupan. Islam datang membawa perubahan kearah yang lebih baik dan kebenaran dalam Alquran sebagai firman Allah SWT. Siapapun yang menghina Alquran sama halnya dengan menghina Allah SWT. Naudzubillahimindzalik.

Islamophobia sendiri diartikan sebagai sebuah istilah yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim (wikipedia.org). Antipati terhadap Islam lahir dari adanya cara pandang yang keliru tentang Islam dan syariatNya. Bahkan sejak awal kemunculan istilah terorisme pada rentang September 2000 Islam dijadikan musuh bersama masyarakat dunia dengan propaganda War on Terrorism oleh Amerika Serikat. Propaganda menyerang Islam ditujukan kepada bentuk penerapan syariat Islam yang meliputi aspek politik, memunculkan perlawanan terhadap hegemoni Barat dan meniscayakan tegaknya negara Islam.

Orang yang phobia pada Islam menjadikan hal-hal yang berbau Islam baik itu benda atau ide akan dicemooh. Apalagi jika Islam dikaitkan dengan politik. Mereka yang bersikap negatif pada Islam tidak ingin kehidupannya dicampuri oleh solusi dari Islam.

Melalui cara pandang kebencian Islam sebagai ideologi diposisikan sebagai musuh bersama yang mengancam. Realitasnya, syariat Islam berasal dari Allah SWT, Dzat yang Maha Mengetahui tentang perkara yang dapat menghantarkan mashlahat bagi kehidupan manusia. Allah SWT juga tentunya mengetahui apa yang dapat merusak hidup manusia. Karena itu syariat Islam hadir sebagai problem solver atau solusi masalah, bukan sebaliknya.

Gelombang Islamophobia seakan tak pernah reda untuk dihembuskan oleh mereka para pembenci Islam. Tidak hanya non muslim, bahkan saudara kita sendiri dari kalangan muslim yang pemikirannya telah terdegradasi oleh ide kapitalis sekuler.

Sistem sekulerisme dan demokrasi yang mewarnai kehidupan masyarakat dan digadang-gadang sebagai sebuah kemajuan di negara Barat menjadikan tindakan Islamophobia menjadi subur.

Islam sebagai sebuah ideologi menjadi ancaman bagi ideologi sekularisme. Syariat Islam yang diterapkan secara totalitas atau kaffah oleh negara akan melawan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh idelogi sekuler. Bagaimana nasib korporasi global yang telah menjarah kekayaan umat Islam jika syariat Islam diterapkan? Atau bagaimana perilaku permisif dengan dalih kebebasan berekspresi dapat langgeng jika syara’ secara tegas akan menindaknya? Terlebih siapa yang akan menyokong para pemimpin ruwaibidhah jika tidak ada lagi yang percaya pada demokrasi? Tentu ini semua menjadi ancaman berarti bagi keberlangsungan ideologi sekularisme.

Islamophobia sebenarnya bukanlah hal baru. Sejak Islam pertama kali datang di tanah Mekkah jahiliyah, umat Islam telah menghadapi berbagai praktik Islamophobia. Berbagai penistaan tak manusiawi diterima oleh orang-orang yang baru memeluk Islam. Penistaan ini baru berhenti ketika Islam berdiri tegak sebagai sebuah Ideologi yang diterapkan di Madinah hingga kepemimpinan berganti di tangan para Khalifah. Pada masa kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II, beliau berani mengumumkan jihad kepada Prancis dan Inggris saat mengetahui salah satu grup teater asal Prancis berencana mementaskan drama yang menistakan Rasulullah saw.

Sejarah membuktikan, dihadapan pemerintahan Islam, Kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi oleh Inggris dan Prancis menjadi lemah tak berdaya. Barat tak berani menistakan Islam ketika Islam memiliki kekuatan politik yang mampu menyatukan potensi umat Islam sedunia. Karenanya, tak ada cara lain untuk menghilangkan penistaan kepada Islam selain dengan membangun kembali kekuatan politik Islam dengan tegaknya kembali Khilafah.

Jika dakwah tentang khilafah dan ide-ide Islam lain dibatasi bahkan dilarang maka akan semakin merebak sikap phobia terhadap Islam dikarenakan muslim yang tidak paham dan bangga dengan identitas keislamannya. Hak beragama pun akan terenggut oleh kebijakan yang membatasi berislam secara totalitas.

Mari tengok sejarah dimana Khulafau ar-Rasyiddin menjalankan amanahnya sebagai khalifah dengan menerapkan seluruh syaraiat Islam di bawah institusi yang bernama khilafah. Maka tidak wajar jika seorang muslim alergi ketika mendengar atau mempelajari bahkan ingin mendakwahkan tentang khilafah.

Dengan demikian pemikiran yang anti Islam ini perlu diluruskan agar tercipta keidealan yang sesungguhnya. Satu-satunya jalan adalah dengan terus mendakwahkan Islam yang tidak hanya terbatas pada ibadah mahdhoh seperti sholat, puasa dan zakat saja tapi mendakwahkan Islam dari akar hingga daun. Mulai dari aqidah sampai ranah mu’amalah, politik, sosial, ekonomi, sanksi dan negara.

Wallahu’alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here