wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Viral di sosial media bulan Desember 2023 lalu, sekelompok mahasiswa Departemen Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan pentas akhir tahun. Pentas ini menampilkan sebanyak 18 mahasiswa laki-laki menggunakan kemben, sanggul, dan riasan layaknya perempuan. Mengutip dari IDN Times pada Senin (11-12-2023), Samiaji (salah satu penari) menyatakan bahwa pihaknya ingin mengangkat isu gender. Biasanya emansipasi tidak jarang ditemukan hanya sebagai kedok dan pembenaran untuk pembelaan diri. Dari pementasan ini muncul banyak pro dan kontra dari sosial media milik @abiyyudaffak yang tembus mencapai 2,4 jt penonton.
Lalu sebagai seorang muslim, bagaimana kita menyikapi fenomena ini? Tentu yang menjadi standar hidup kita tidak lain adalah apa yang berasal dari Allah lewat Rasul utusannya, yakni Al-Qur’an dan Hadis. Sebab hakikat kita hidup adalah menghamba kepada pencipta, Allah yang mengatur kehidupan kita. Artinya apapun yang sudah Allah perintahkan untuk kita, wajib kita ikuti. Sebab Allah yang paling mengerti kebaikan untuk kehidupan kita dan umat manusia.
Maka sebagai seorang muslim, kita perlu melihat dengan kaca mata Islam (hukum syarak) terhadap fenomena ini. Di dalam Islam sendiri, kesenian tidak dilarang. Bahkan di masa Bani Abassiyah, banyak lahir seniman hebat yang karyanya bermanfaat hingga hari ini, seperti Al Farabi, Al Mansur, Al Mu’arry, dll.
Tapi, dalam seni ada aturan yang dipakai untuk menjaga keharmonisan dan keberlangsungan kehidupan. Dalam konteks ini, boleh seorang seniman mengangkat isu gender. Tapi, dalam menyampaikan pesan setidaknya ada 3 kaidah yang perlu diperhatikan. Pertama, pastikan dahulu jika pesan yang diangkat adalah kebenaran sesuai syariat Islam. Kedua, pesan itu dikemas dengan baik. Ketiga, pesan itu dikemas dengan cara yang bagus.
Karya yang seniman hasilkan semestinya mengikuti 3 kaidah tersebut. Sebelum karya itu dinilai bagus, seorang seniman harus memastikan bahwa karyanya adalah benar. Dalam konteks ini, isu gender dan emansipasi apakah sudah tepat sesuai syariat ataukah justru mengaburkan makna fitrah pada diri perempuan? Lalu dari sisi kebaikan, tak elok rasanya jika isu yang diangkat sudah benar tapi pengemasannya tidak benar. Padahal ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mengemas isu dengan benar. Tidak perlu menyerupai perempuan, apalagi bertingkah laku seperti perempuan. Allah sudah berfirman dalam QS at-Tiin [95]:4, “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.“ Rasulullah juga bersabda, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki.“ (HR Bukhari). Tentu dalam hal ini, Allah sudah mengetahui kebaikan yang akan hadir mengapa syariat ini ada. Bukan untuk mengekang seperti pandangan feminis hari ini, tapi justru untuk menjaga fitrah dan peradaban.
Semoga fenomena ini menjadi evaluasi bersama bahwa mengembalikan kehidupan sesuai fitrahnya (Islam) perlu kita upayakan bersama. Bagi kita, edukasi perlu terus dijalankan. Bagi teman, ajakan dan rangkulan terus perlu ditingkatkan. Bagi penggiat seni, karya yang dihasilkan perlu senantiasa berada pada koridor sesuai aturan-Nya. Wallahualam bissawab.
Wahyu Susilo Wati
Aktivis Muslimah Pemerhati Generasi, Sleman, DIY
Views: 8
Comment here